30. Peduli apa, kamu?

2.8K 147 11
                                    

"Gak usah sok peduli, kalau kenyataannya kamu emang gak pernah peduli!"

- Fladesa -
-

-----------------------------------------------------
Jangan lupa tinggalkan jejak 😊
-----------------------------------------------------

Bagas mengetatkan rahangnya melihat pemandangan didepan sana. Usahanya untuk mengejar Fla rupanya tidak sia-sia, justru laki-laki itu akan menyesal jika ia membiarkan gadisnya pergi tanpa diikuti.

Tepat dihalte sana, gadisnya sedang berdiri ketakutan akibat kehadiran seseorang. Bagas tau, bahwa tubuh Fla sedang bergetar disana. Secepat mungkin ia memarkirkan motornya, berlari kearah sana, menemui gadisnya.

Fla, gadis itu menatap takut sosok lelaki didepannya. Rasa sedihnya menguap entah kemana, berganti rasa kalut yang tak karuan.

Lelaki itu tersenyum, "Apa kabar, Fla?" Katanya.

Fla mengerutkan dahinya, sedikit bingung. "K-kamu—"

"Adero." Sela lelaki itu cepat.

Fla menghembuskan napas lega. Ia pikir lelaki itu adalah Nevan, ternyata dugaannya salah.

Fla merilekskan tubuhnya lalu tersenyum, "Baik, kamu apa kabar?"

"Seperti yang kamu liat." Jawabnya.

Lelaki itu menyipitkan matanya seraya menunjuk Fla. "Mau pulang?" Tanyanya yang dibalas anggukan antusias dari gadis itu.

"Bareng? Gue anter sampai rumah dengan selamat."

"Gak usah!"

Bukan. Bukan Fla yang menjawab, tapi seorang laki-laki yang baru saja tiba disana.

"Eh, Gas." Sapa lelaki itu.

Bagas tersenyum tipis, "Gue bisa nganter dia, lo pulang aja."

Lelaki itu mengangguk mengerti, melirik Fla sekilas lalu tersenyum pada gadis itu. "Duluan ya Fla, cowok lo udah datang." Candanya.

Fla hanya tersenyum kikuk menatap kepergian Adero. Ia memilih melangkah pergi dari halte, meninggalkan sosok Bagas disana, tidak memperdulikannya.

Tentu saja Bagas tidak tinggal diam, secepat kilat ia menahan lengan gadis itu, menghentikan langkahnya agar menetap disana.

"Kita perlu bicara." Ucap Bagas.

Fla menyentak kasar genggaman Bagas, "Gak ada yang perlu dibicarakan lagi. Semuanya udah selesai." Ucapnya penuh penekanan.

Bagas menatap dalam gadis itu. "Lo masih punya gue kalo lo lupa."

Fla tersenyum meremehkan seraya membalas tatapan lelaki itu,  "Aku bukan cewe kamu, bukan gadis kamu, bukan punya kamu. Inget itu." Katanya penuh penekanan.

Rahang Bagas mengetat, "Gue bilang jangan deketin Nevan."

"Dia Adero!"

"Tau apa lo, hah? Karena dia ngaku bukan Nevan makanya lo percaya, iya? Gue lebih tau!" Bentaknya.

"Peduli apa, kamu?

Diam. Bagas hanya diam mendengar pertanyaan gadis itu. Ia bingung, 'peduli apa dia?' Bagas bahkan tidak memperdulikan gadis itu belakangan ini. Bagas terlalu sibuk, sibuk memadamkan api cemburunya yang tak kunjung mereda.

Fla tersenyum getir, "Diem kan. Kenapa? Gak bisa jawab, hah? Gak usah sok peduli, kalo kenyataannya kamu emang gak pernah peduli." Tukasnya lalu melangkah pergi dari hadapan Bagas.

"Harusnya lo sadar, lo yang bikin gue kayak gini. Lo juga gak peduli sama gue! Ngaca, lo bahkan lebih milih Hugo dari pada cowok lo sendiri!"

Langkah Fla berhenti mendengar satu nama yang Bagas sebut. Hugo katanya? Jelas ia memilih Hugo, lelaki itu kakak kandungnya. Dimana letak kesalahannya?

Ah! Fla melupakan satu Fakta.

"Jelas aku milih Hugo. Dia kakak aku, kakak kandung aku. Camkan itu! Dan satu lagi, jangan bawa dia dalam masalah yang kamu buat."

Fla melanjutkan langkahnya, meninggalkan Bagas yang membeku sana.

- o0o -

Motor besar lelaki itu melesat kencang membelah jalan ibu kota. Ia memilih melajukan motornya menuju markas geng anak-anak sekolahnya.

Napster, Napoleon Gangster. Ibaratkan anak 'basis', Napster adalah istilah untuk kumpulan anak-anak semacamnya anak basis yang berasal dari SMA Napoleon 13 —sekolah Nevan.

SMK Bung Tomo vs SMA Napoleon 13

Kedua sekolah besar yang menjadi musuh bebuyutan sejak dulu. Sama-sama memiliki perkumpulan besar disekolah, sama-sama mempunyai pasukan yang beringas saat berperang.

Ulah para pendahulu-lah yang memiliki dendam masing-masing, saling beradu tojos untuk meraih kemenangan semata, membuktikan yang paling kuat dan berkuasa.

Para pendahulu itu menurunkan kebencian , menanamnya pada angkatan-angkatan selanjutnya, memupuk, hingga akar-akar baru itu semakin kuat. Menjalar kemana-mana, bertumpu pada satu fakta yang tak pernah mereka lupakan 'Dia adalah musuh'.

Tidak ada konteks yang jelas dalam pertarungan kedua sekolah itu, hanya memicu keributan semakin parah hanya karena tak ingin kalah. Tidak akan ada yang mau mengalah, mundur dalam perang bukan berarti kalah selamanya. Begitu prinsipnya, tidak akan berubah.

Nevan memarkirkan motornya didepan sebuah rumah bekas yang terlihat sangat tidak terurus. Dindingnya penuh coretan tak beraturan, pintu yang utopis dimakan rayap, juga jendela yang dipenuhi debu tebal.

Nevan memutar knop pintu tersebut, membukanya lalu masuk kedalam sana. Asap rokok menguar tebal memenuhi ruangan itu, ditambah ramai suara orang-orang yang sedang tertawa juga teriakkan kata-kata umpatan dari para lelaki dipojok ruangan yang sedang asik dengan benda perseginya—bermain game.

"Wohoooo!! Bos kita dateng." Sambut laki-laki bertopi.

Nevan tersenyum tipis, lelaki itu menghampiri satu-persatu anak Napster disana, bersalaman.

"Ada apa gerangan lo datang kesini?" Kata seorang lelaki disamping lelaki bertopi tadi.

Nevan menjatuhkan tubuhnya pada sebuah sofa single yang telah lusuh. Lelaki itu terkekeh, "Emang gak boleh? Gue ketua Napster kalo lo lupa." Sarkasnya.

Semua anggota Napster disana tertawa menanggapi perkataan Nevan. Lelaki itu mudah sekali tersulut emosi, padahal niat mereka hanya sekedar bertanya dengan bumbu bercanda. Nevan selalu begitu, membuat anggota Napster segan walau sekedar melontar sebuah kata.

"Pikirin strategi buat nyerang basis Bung Tomo!"

Seketika riuh tawa disana berhenti, berubah sunyi hanya karena lontaran kata dari sang pemimpin—Nevan.

"Lo gak lagi becanda,kan?" Tanya salah seorang.

Nevan menampilkan smirk-nya, "Menurut lo?"

"Tapi kenapa tiba-tiba mau nyerang? Pake strategi segala lagi."

Nevan mengetatkan rahangnya, "Kenapa? Takut? Sadar gak, kita selalu nyerang duluan. Akhirnya apa? Kalah telak!"

"Lo pikir itu semua karena apa? Hah? Kita gak pernah main otak! Cuma ambisi digedein!" Bentak Nevan frustasi.

Napster lainnya mati kutu, engan menjawab, atau mungkin memang tidak bisa menjawab. Mereka hanya bergeming, menundukkan kepalanya.

"Jadi sekarang gimana?"

Nevan tersenyum penuh arti, "Gue punya rencana."

- o0o -
.
.
.
.
.

Yessss updateeeee!!

Hola guys, selamat pagi selamat menikmati 😊

Happy reading 📚

Borahae 💜

ALPHA [COMPLETE]Where stories live. Discover now