27. Berharap

2.2K 143 8
                                    

"Katakan aku terlalu berharap, membayangkan indahnya kisah kita. Tanpa sadar bahwa halusinasi yang berperan didalamnya. Segila itu, dan kamu penyebabnya."

- Fladesa -

------------------------------------------------------
Happy Reading 📚

Jangan lupa tinggalkan jejak ya, biar cepat lanjutnya😊
------------------------------------------------------

Seperti pagi-pagi sebelumnya, mentari pagi selalu menembus pori-pori bersama kehangatannya. Membuat siapapun menyipitkan mata saat sinar ultravioletnya terlalu ingin menelisik lebih dalam, terlebih jika harus berdiri ditengah lapangan hanya karena terlambat datang seperti yang dialami Bagas saat ini.

Ini bukan pertama kalinya ia berdiri dilapangan atas kesalahan tersebut. Ini kesekian kalinya, tapi ia tidak merasa jera sama sekali apalagi merasa bosan mendengar celoteh panjang dari para guru kesiswaan itu.

Bagas menggelangkan tangannya dibelakang, mengambil posisi istirahat ditempat dengan satu kaki yang dibiarkan tidak berdiri tegak. Keringat dipelipis, leher juga tangannya mengucur deras, membuat baju seragamnya lepek karena basah.

Bagas mengedarkan pandangannya keseluruh sudut sekolah, hingga tak sengaja manik matanya menangkap sosok perempuan yang belakangan ini ia-ntahlah, Bagas sendiripun masih bingung akan perasaannya.

Mata Bagas mengikuti gerakan langkah kaki gadis itu mengayun, berbohong jika ia tidak ingin berbicara pada gadis itu. Dia ingin, sangat bahkan. Tapi sayang egonya enggan mengalah. Ia tau, Fla bukan pelaku dari peristiwa Pram kala itu. Ia tau gadis itu hanya dijebak. Tapi entah mengapa lelaki itu masih tidak ingin berperang melawan egonya. Ada rasa kesal juga kecewa saat ia melihat gadis itu, perasaan itu bahkan selalu tergiang bersama dengan kejadian kala ia melihat Bang Hugo dan Fla berdua.

Cemburu? Mungkin. Bagas bahkan tidak bisa mendeskripsikan arti cemburu baginya. Ia terus menyangkal ketika Gab atau Arif mengatakan bahwa ia cemburu. Lelaki itu hanya berfikir bahwa rasa ini datang karena dasar kepemilikan, Fla miliknya kan? Tidak ada yang boleh mendekati apalagi menyentuhnya kalau begitu.

"Ini lagi! Kamu lagi, kamu lagi. Gak ada bosannya maneh teh."

Ucapan guru kesiswaan itu membuyarkan perhatian Bagas. Lelaki itu memalingkan pandangannya, menatap wajah marah sang guru lalu merunduk sambil mengelap peluhnya.

Guru didepannya itu tak henti-henti meledakkan amarahnya, mulutnya terus mengeluarkan kata-kata pedas dan bentakan demi bentakan. Jangan kira Bagas terus menunduk sambil mendengarkan cerocosan gurunya itu. Lelaki itu Bahkan telah mengalihkan pandangannya kembali kepada gadisnya, mengabaikan sang guru yang tak henti-henti berbicara.

Ditatapnya raut wajah Fla dalam-dalam, lelaki itu ingin menghampiri tapi ia tidak bisa. Tunggu! Bagas menyadari sesuatu. Wajah gadis itu terlihat-pucat pasi. Bagas mengeritkan dahinya, bertanya-tanya sendiri mengapa gadisnya terlihat pucat. Dia sakit? Atau kenapa?

Bagas mengubah posisinya, ia sedikit tersentak lalu setelah itu matanya menatap nyalang. Fla, gadis itu tak sengaja menabrak seorang laki-laki dikoridor itu. Ia terdorong hingga punggungnya terhempas ditembok koridor.

Lelaki itu membentak Fla bahkan mendorong kasar bahu gadis itu hingga lagi-lagi punggungnya menghantam tembok. Gadis itu tak sedikitpun mengeluarkan suara selain menggumamkan kata maaf dari bibir pucatnya. Tidak! Fla yang Bagas kenal bukan seperti itu. Gadisnya akan mengumpat atau setidaknya menyemburkan ucapan kesalnya, bukan diam seperti itu dan mempasrahkan semuanya. Ini tidak benar!

ALPHA [COMPLETE]Where stories live. Discover now