30 || Untuk Terakhir Kalinya

23.2K 1.2K 161
                                    

VOTE ~
VOTE ~
VOTE ~

AYOO VOTE😂

VOTE KE BERAPA NIH?

TYPO TANDAI YA:)

Bagi yang tidak sabar menunggu bab selanjutnya kalian bisa membeli seperti novel versi cetak dalam versi ebook (SUDAH END). EBOOK PDF ini berisi versi lengkap seperti Novel. Lebih panjang, seperti kakak membeli novel versi cetak seharga 89k💗😍 dengan total 501 halaman.

EBOOK PDF Ikhlas Bersamamu ini harganya Rp. 45.000 yang bisa kamu beli melalui WhatsApp di nomor : ‪0838‑4105‑6192‬

FORMAT PEMESANAN

• Nama Lengkap :
• No. Hp :
• Alamat Email aktif (jangan sampai typo) :

***

Di ruang kerja yang di dominasi dinding berwarna coklat dan putih. Adam masih terus berkutat dengan pekerjaan mencoba menghilangkan segala macam pikiran gila yang terus menghantui Kepalanya. 'Mati' kata itu saja yang selalu berputar seperti kaset tanpa henti, begitu menguras kadar otaknya. Sialan, ini gila. Entah kenapa suara Anaz begitu mempengaruh, kata yang membuatnya gusar. Dan sialnya, walaupun Adam sudah mencoba mengenyahkan kalimat latnat itu tapi tetap saja tanpa bisa di cegah berputar terus memenuhi seluruh saraf di otaknya. Gila!

Kenapa dengan kalimat itu Adam menjadi seperti orang linglung, pikirannya melayang-layang tak karuan, pikirannya begitu kacau. Sungguh hanya ucapan itu membuatnya tak berdaya.

Memikirkan semua itu membuatnya mengerang frustasi sambil meremas rambutnya kasar.

Harvard -- oh Harvard dimana gelar yang selalu ia banggakan itu. Kenapa dirinya menjadi seperti ini?

Saking frustasinya, Adam menutup laptopnya dengan kasar sambil melepaskan kacamata baca yang bertengger pas di hidung mancungnya. Adam pun menyandarkan tubuhnya di sandaran kursi, memejamkan matanya sejenak untuk merehatkan kepalanya yang terus berdenyut nyeri. Sial, tetap saja ucapan itu masih melekat manis di otaknya.

Sial. Sial. Sial

Adam mengeram frustasi sembari memutari kursinya menghadap ke dinding kaca bening melihat kerumunan kendaraan yang berjejer rapi dan ribuan manusia di bawah sana, juga beberapa gedung tinggi yang berbaris tak begitu rapi. Sial, kepalanya semakin berdenyut sakit. Adam pun terus memijit pangkal hidungnya yang begitu nyeri dengan mata terpejam. Ketukan pintu di sertai decitan membuat Adam memberhentikan aktivitas nya sekaligus membuka mata dengan perlahan. Sialan, siapa yang berani menganggu dirinya di saat seperti ini, Adam pun kembali memutari kursi menghadap pintu, Adam sudah siap melontarkan suara bentakannya namun terhenti saat seseorang itu adalah sekertaris nya, Bima.

Sekretaris nya masuk dengan pandangan menunduk dan langsung menghadap padanya. Adam mengernyitkan dahinya bingung. Kapan ia memanggil Sekretaris nya kesini?

Adam seketika mengumpat, sial. Ia lupa kalau ada rapat, apalagi rapat ini sangatlah penting. Adam melirik jam yang masih bertengger manis di pergelangan tangannya. Sial, ia benar-benar terlambat. Adam beranjak bangkit dari kursi kebesarannya seraya menggulung kemeja slim fit hingga ke siku sekaligus melonggarkan dasi dan membuka satu kancing teratas kemejanya memperlihatkan dadanya yang atletis. Adam tak berhenti memaki dirinya, gara-gara otaknya yang terus berputar ucapan itu membuatnya melupakan hal sepenting ini. Adam mengambil ponselnya di atas meja lalu memasukkan nya ke dalam saku sembari menatap Sekretaris nya yang masih terus menunduk.

"Cepat, siapkan dokumen untuk rapat." Adam beranjak pergi dengan satu tangan di masukkan ke dalam saku tapi baru beberapa langkah, Adam memilih berhenti, seketika Adam mengernyitkan dahinya bingung karena tidak mendengar langkah kaki Sekretaris nya yang selalu mengikutinya dari belakang. Adam kembali berbalik, lalu semakin mengerutkan dahinya heran, Sekretaris nya itu hanya diam di tempat dan seperti nya enggan untuk bergerak ataupun mengikuti langkahnya. Wajah Adam memerah kesal, rahangnya mengeras tanpa terkendali dengan bibir terkatup erat, emosi yang begitu meluap yang terpendam dalam diri Adam.

Ikhlas Bersamamu |END|✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang