17 || "Saya Mencintaimu!"

24.7K 1.1K 84
                                    

"Perasaan ku tidak salah. Hanya saja waktunya yang kurang tepat di katakan"

***

"Apa yang terjadi?" Ujar Adam sembari menormalkan nafasnya yang terlihat memburu, sepanjang jalan tadi Adam terus saja berlari takut jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan dengan wanita yang ia cintai.

Namun ketika ia sudah sampai, seketika rasa panik semakin terlihat jelas saat ia harapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Malah yang dilihat sekarang adalah Anaz yang sudah penuh dengan air mata. Wajah Anaz terlihat sangat lusuh dan sedikit berantakan, bahkan air mata itu terus saja mengalir tanpa bisa dihentikan.

Anaz segera mendongak, ketika mendengar suara yang begitu familiar dengan lelaki yang sedari tadi yang ia harapkan untuk segera datang. Isak tangis semakin terdengar, saat matanya menatap Adam yang sudah ada didepannya. Sungguh, disaat seperti ini dirinya benar-benar membutuhkan seseorang disampingnya.

"Mas ...?" Ujar Anaz dengan suara yang parau, sedikit tersedu-sedu. Dadanya terasa sakit karena sudah terlalu lama menangis. Tangisnya semakin meluncur dengan bebas.

Adam semakin cemas dan khawatir melihat Anaz yang seperti ini. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa dengan gadisnya ini?

Adam berlutut di depan Anaz, wajah itu terlihat sangat menyedihkan. Mata, hidung yang memerah, dan bibir sedikit gemetar. Adam menatap Anaz iba.

"Ada apa denganmu, kamu baik-baik saja kan? Kenapa menangis? Apa yang terjadi Anaz?"

Anaz mencengkeram gamisnya, dadanya terasa sangat sakit, tubuhnya begitu rapuh. Ia hanya bisa menunduk tanpa bisa menatap wajah lelaki di depannya ini. Adam yang melihat itu segera menyentuh kepalan tangan Anaz yang mencengkram gamisnya sendiri, sehingga cengkeraman itu memudar seiring dengan elusan lembut yang Adam berikan. Anaz yang merasakan tangan hangat itu merasa sedikit lebih tenang.

"Sayang, jangan diam saja, jangan membuatku semakin khawatir padamu."

Anaz menunduk. Ia masih enggan menatap wajah itu. Isak tangis memilukan masih terdengar jelas di kafe yang di penuhi oleh beberapa orang disana.

"Kenapa Mas lama sekali?" Ujar Anaz lirih di sela-sela isakanya.

Adam menghela napas, dengan wajah yang sungguh menyesal. "Maaf ..."

Anaz mengusap air matanya yang kembali mengalir. "Ibuku masuk rumah sakit Mas."

***

Anaz melamun sepanjang koridor rumah sakit. Adam yang melihatnya merasa iba. Wanita itu terlihat sangat rapuh sekarang. Adam begitu paham apa yang dirasakan Anaz saat ini. Anaz hanya memiliki satu orang tua saja. Ketika Ayahnya meninggal, Anaz begitu menyayangi Ibunya. Walaupun ia belum tahu keseluruhan tentang keluarga Anaz karena perkenalan mereka yang begitu singkat.

Adam tersenyum tipis saat kembali mengingat pertemuannya dengan Anaz pertama kali, mereka tak sengaja membawa barang yang salah. Ketika itu mereka malah ketukaran ponsel, ah lebih tepatnya dirinya yang salah mengambil.

Adam sungguh mengingatnya, pertemuan itu terjadi disaat mereka selesai melaksanakan kewajiban yaitu Shalat Dzuhur di salah satu musholla kampus milik sahabat nya. Waktu itu, dirinya ingin berkunjung melihat kampus sahabatnya sekaligus ingin mengajak pertemuan, namun saat terdengar Adzan Dzuhur yang sudah berkumandang, Ia lebih memilih meninggalkan dunia dan mengejar akhirat. Singkat cerita, Adam kala itu tak menduga jika selesai shalat secara bersamaan dan lebih tak di duganya lagi mereka sama-sama juga meletakkan sepatu dan akhirnya mereka pun duduk bersebelahan, memakai kaos kaki tentu saja ada jarak diantaranya. Karena waktu yang begitu ke pepet, dirinya malah mengambil ponsel disebelah kanan, padahal ponselnya terletak di sebelah kiri. Entahlah kenapa ia sampai melupakan hal sepele itu, mungkin ini memang takdir yang tak sengaja di pertemukan. Di situlah awal pertemuan mereka hingga menjadi seperti ini.

Ikhlas Bersamamu |END|✓Where stories live. Discover now