11 || Cinta Seorang Istri

21.5K 1.2K 60
                                    

Shalat lah agar hatimu tenang,
Istighfar lah agar resah mu hilang dan, berdoalah agar bahagia mu segera datang

***

Asiyah merasa ada yang tidak beres dengan wajah suaminya. Walaupun keadaannya yang masih belum fit, Asiyah tetap menunggu Adam pulang yang selalu larut. Adam terlihat berbeda, suaminya pulang dengan wajah yang sangat pucat.

Asiyah segera berlari kecil meninggalkan buku novel yang sedari tadi yang ia baca, menuju Adam yang hampir saja terhuyung jatuh. Dengan cepat, Asiyah menahan tubuh kekar itu dengan tubuh mungil nya. Adam sedikit mengelak, tangannya terus saja melepaskan dasi yang semakin mencekiknya. Tangan Asiyah bergerak membantu suaminya untuk membuka ikatan dasi itu agar benar-benar terlepas dari leher Adam.

"Mas kenapa?" Tanya Asiyah begitu khawatir, melihat wajah pucat Adam yang begitu kentara.

Adam menoleh sekilas, lalu menggeleng lemah. Saat ini, ia tidak mau berdebat dengan gadis disampingnya, fisiknya benar-benar rapuh, entah kenapa? mungkin karena kesibukannya di kantor yang begitu padat.

Asiyah yang merasa kalau tubuh sang suami begitu lemah, ia pun membantu Adam dan membawanya ke atas sofa.

"Mas, mau apa?"

"Mau mandi? Asiyah sudah siapkan air hangatnya."

"Atau mau makan, Mas?"

Adam melirik sekilas, lalu menggeleng. "Kenapa belum tidur? tubuhmu masih sakit bukan?"

Pipi Asiyah merona, lihatlah Adam sedang mengkhawatirkan dirinya. Ia tersenyum lembut kearah Adam. "Asiyah ingin kalau Mas pulang, ada Asiyah yang Mas jumpai pertama kali, dan selalu melayani Mas. Asiyah ingin menjadi istri terbaik untuk Mas, mengantar Mas sampai depan pintu sebelum bekerja dan menyambut Mas saat pulang, Asiyah juga harus selalu menyayangi Mas agar Mas tidak merasa kesepian disaat Mas sedang lelahnya setelah dihadapkan banyak pekerjaan, jadi izinkanlah Asiyah melakukan itu semua Mas."

Darah Adam mendesir, jantungnya berdetak tak normal. Entah kenapa jawaban polos itu membuat hati Adam terasa menghangat.

Adam berdecak kecil, tanpa menatap lawan bicaranya. "Berhentilah menunggu saya. Saya tak butuh itu!"

Asiyah hanya tersenyum kecil, situasi seperti ini selalu ia alami, jadi hatinya sudah begitu kuat menahan semua ucapan menyakitkan dari mulut pedas suaminya.

"Asiyah hanya ingin melakukan kewajiban sebagai istri Mas."

Rahang tegas Adam mengetat, ia paling tak suka di bantah. Ia menarik napas sejenak menahan emosi. "Apa kau tidak dengar sa--."

"Jadi Mas mau mandi?"

Mulut Adam terkatup ke dalam, ia mengepalkan tangannya erat serta rahang yang kembali mengeras. Baru kali ini ada yang berani memotong ucapannya.

Asiyah tersenyum kecil, melihat kemarahan Adam, ia akan terima dengan sukarela jika Adam akan berlaku kasar. Ia lelah, biarlah Adam melakukan semaunya. Tangan mungil itu bergerak mengelus tangan suaminya yang mengepal, lalu tersenyum begitu lembut kearah Adam. "Mas, lakukanlah apa yang mau Mas lakukan, Asiyah akan menerimanya, Asiyah tidak ingin kita selalu bertengkar. Anggap saja kita sebagai teman yang saling membantu. Jika kali ini Asiyah yang bantu Mas, mungkin besok Mas bisa bantu Asiyah, jika Asiyah masih hidup."

Adam berdecak tak suka ketika melihat tatapan yang begitu teduh itu. Membuat hatinya entah kenapa berdesir, ia tak suka itu.

"Jadi Mas ingin mandi?" Tanya ulang Asiyah sambil menatap Adam yang sama sekali enggan menatapnya.

"Mas ...?" Panggil Asiyah lagi, karena Adam hanya diam tak sedikit pun meresponnya.

"Saya tidak mau mandi."

Ikhlas Bersamamu |END|✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang