RAFAEL || 14

105 8 0
                                    

H-3 sebelum perlombaan tiba, mereka semakin dikejar oleh waktu, tapi untuk hari kemarin sampai hari ini. Dari mulai Aril dan Rafael dengan presentasi karyanya, dan juga Luna dengan berbagai lembar soal Biologi.

Tepat di soal pilihan ganda nomor 75, Luna memijat pelipisnya yang terasa pusing. Ini kedua kalinya ia rasakan, dan sakit ini melebihi dari hari itu.

"Sshhh..." Luna memegang Kepala yang bertambah pusing. Aril dan Rafael yang mendengar desiran suara Luna, segera menghampiri dengan wajah Khawatir.

"Lo gak papa?" Tanya Aril yang memperhatikan wajah Luna.

"Gue...nggak-" Ucapannya terpotong saat Rafael tiba-tiba menggendong tubuh Luna. Aril yang melihatnya mengulas senyum, Seolah memberi dukungan kepadanya.

Semoga!! -Batin Aril menepuk pundak Rafa

"Gue bisa-"

"Diam!" Ucap Rafael dingin

Tadi, ia sempat bertemu Kepala Sekolah di tengah perjalanan. Ia kemudian meminta Izin yang langsung di angguki oleh Pak Anton. Selaku Kepala Sekolah SMA Filosofi.

Sesampainya mereka di UKS, Rafael langsung membaringkan Luna di ranjang dekat jendela. Agar Luna bisa menghirup udara segar dari alam.

Ia kemudian berlari keluar dan membuat kan Teh Hangat juga beberapa Obat untuk Luna. Setelah selesai, ia menaruh semua obat yang ada di kotak P3K juga Segelas Teh Hangat itu di atas nakas. Jujur saja, ia tidak tahu mana obat yang pas dengan keadaan Luna yang seperti ini.

Tuhan,
Jangan kembalikan dirinya kepada Ruangan itu lagi.
Dia sudah membencinya.
Kumohon...

Rafael menggenggam tangan kiri Luna. Wajahnya sedikit memucat. Dan tadi, ia tiba-tiba saja menenggelamkan wajahnya ke dada bidang miliknya. Membuat Rafael sedikit terkejut.

Jika kau adalah pelakunya,
Terimakasih.
Kaulah pencair hati yang sempat membeku.

"Emmm.." Suara parau itu terdengar ditelinga Rafael. Sontak ia pun segera membantunya untuk duduk dengan tangan yang masih menggenggam.

Mata Luna beralih saat tangannya terasa menghangat. Kemudian, senyum di bibirnya mengembang membaut Rafael segera melepaskannya.

"Cie salting!" Rafael hanya menaikkan satu alisnya.

"Minum" Luna mengganguk, kemudian menyeruput perlahan Teh Hangat yang ada digenggamnya itu.

Setelah meneguk hampir habis, Luna menaruh kembali di atas nakas dan matanya membulat saat ada banyak Obat tergeletak di sana.

Kemudian Rafael menaruh semua obat itu di hadapan Luna yang sedang terduduk sila.

Luna membacanya satu persatu, bahkan tawanya terselip karena saking banyaknya obat itu.

"Sorry, gue gak tau." Luna mengangguk dan tersenyum.

"Obatnya gak bakalan ada di sekolah ini" Rafael yang mendengar nada bicaranya yang sedikit melemah, menatap dalam ke arah manik mata Luna.

"Terus?" Tanya Rafael dengan ekspresi datarnya

"Balik ke Lab." Luna akhirnya berjalan meninggalkan Rafael.

Gak mungkin kan? -Batin Rafael yang mulai mengejar Luna.

"Eh sebenarnya ada sih."

"Apa?"

"Kamu. Hehe.." Luna langsung berjalan meninggalkan Rafael sambil tersipu malu.

Latihan sudah selesai. Dan mereka di perbolehkan untuk pulang kerumah masing-masing. Besok sudah menjadi 2 hari sebelum Perlombaan tiba. Tapi mereka tidak akan lagi berlatih, melainkan liburan sejenak. Ini bukanlah keinginan mereka ataupun kepala sekolah. Tapi ini adalah perintah dari Panitia langsung.

Rafael [SELESAI]Where stories live. Discover now