RAFAEL || 02

246 14 0
                                    

( Revisi 27-03-2020 )

Setelah bel pulang sekolah dinyatakan berbunyi, mereka mempersiapkan diri untuk pulang kerumah masing-masing. Sebelum pulang, diwajibkan terlebih dahulu untuk membaca do'a bersama. Setelahnya mereka berhamburan keluar kelas menuju pelataran parkir dan pulang kerumah masing-masing.

Berbeda dengan Luna, ia bertanya kepada teman satu kelas Rafael. Kelas 11-Ipa 1, tetangganya kelas Luna. Mereka semua menjawab 'tidak tau' dan hal ini membuat Luna semakin kesal. Melihat seseorang disana, yang masih santai bermain ponsel juga orang terakhir yang akan ia tanyakan, Luna menghampiri dengan cepat. Luna langsung menggebrak meja nya dan membuat cowok ini berdecak kesal. Ia langsung membanting ponselnya ke meja karena game yang dimainkan sudah kalah.

"Aril."

"Apa?" Jawabnya beralih menatap Luna

"Dimana Rafa-" belum sempat Luna menyelesaikan kalimatnya, Aril sudah menyahut dengan cepat.

"Taman" mendengar hal itu, Luna melesat dengan cepat. Matanya berbinar dan senyumnya mengembang.

Dasar cewek Batin Aril, lalu pergi meninggalkan kelas..

Luna berlari dengan girang menuju tempat yang Aril maksud. Sesampainya di Taman belakang sekolah, Luna melihat sekeliling. Setelah 5 menit mencari keberadaan Rafael, ia menemukannya tengah tertidur di rerumputan hijau dan sedikit kotor itu. Tangan kiri sebagai tumpuan, dan tangan kanan sebagai penutup mata. Di lihat dari jauh saja sudah menyejukkan hati apalagi dari dekat. Luna menghampiri Rafael sambil senyum-senyum sendiri.

"Ra-"

"Apa?" lagi-lagi perkataan Luna didahului. Dan ini oleh Rafael sendiri.

Luna mendengus kemudian merapikan poninya yang berantakan. Rafael bangkit dan duduk menatap lurus ke depan. Kosong. Luna pun akhirnya duduk di samping Rafael, dan membersihkan punggungnya yang kotor. Luna berhasil menyentuh punggung kekar nya tapi, ini hanya bisa ia nikmati selama 5 detik saja.

"Gak usah!" Luna akhirnya mengangguk pasrah

Baru juga sedikit elah!! Batin Luna sedikit kesal dan muka yang di tekuk.

"Kenapa gak pulang? Ngapain disini? Gak bosen pulangnya ke sini mulu? Udah satu tahun lebih Lo kayak gini, sampe kapan?" Luna mengoceh, sementara Rafael masih diam.

"El! Jawab dong!" berontak nya

"Yang mana?" Kata Rafael santai dan masih menetap seperti itu

"CK! Semuanya lah.." Luna berdecak kesal, kemudian menghela nafas kasar

Masih diam, Rafael masih diam. Ia bangkit dan pergi meninggalkan Luna sendirian. Dengan baju seragam dikeluarkan, tas yang digendong satu pundak, lalu wajahnya yang tampan. Dibalik kepergiannya, Luna sebal dan ingin marah karena semua pertanyaan nya tidak di sahut sama sekali. Dia melampiaskan kekesalannya dengan meremas rok seragamnya kemudian menendang asal minuman kaleng dekat kaki kanannya. Luna meniup poninya dengan kasar.

"Liat aja! Gue bakal bikin hidup Lo kayakk Pelangi"  Luna berbicara pada dirinya sendiri, sambil menunjuk ke arah Rafael pergi.

Luna pun pergi dari taman ini dengan langkah yang terhentak-hentak. Saat di lorong kelas 10 sahabat Luna muncul dari balik pintu kelas 10-Ipa 2.

"Woy cumi! Dari mana Lo?" Tanya Meli.

"Dari.... Dari matamu, matamu kumulai jatuh cinta" Luna tak menjawab, ia malah bernyanyi lalu pergi meninggalkan mereka

"Lunaaaaa!!!" Teriak mereka seolah mengeluarkan rasa kesalnya.

Meli dan Dina saling pandang-memandang, mereka jadi geli sendiri akan tingkah Luna yang barusan.

*****
Setelah selesai membersihkan diri, Luna memasuki kamarnya dan merebahkan dirinya kepada kasur bermotif bintang dan bulan. Matanya menatap langit-langit kamar dan jari-jemarinya meremas-remas selimut tebal nya. Luna menghembuskan nafas ke udara kemudian berbicara...

"Hah... El, Lo susah amat sih ngejawab pertanyaan dari orang? Lo kenapa? Kenapa begitu? Kemana ekspresi ceria Lo El!! Kemana rasa ceria Lo pergi?" Luna terus bergumam sedari tadi.

Ia membayangkan wajah Rafael, wajah yang saat ini jauh berbeda dari pandangannya. Ia bukan Rafael yang dulu. Berbeda, sangat berbeda.

"Rafael Eriko. Dasar manusia 360°" Setelahnya Luna bangkit dan pergi menuju meja makan. Sedari tadi warga dalam perut terus meminta upah padanya.

Luna berjalan menuruni tangga kemudian menuju meja makan dan di sana sudah ada Bunda juga Kaka nya yang tampan. Ia menarik kursi, dan duduk di samping Bunda nya. Luna melihat menu malam ini adalah Nasi Putih serta Ayam Bakar yang dibeli oleh Ferdi. Kakak laki-laki Luna.

Namanya Ferdi Ari Leo, duduk di bangku kuliah semester akhir. Sikapnya kepada Luna terkadang membuatnya Jengkel kadang juga sangat Dirindukan.

"Tadi Bunda manggil kamu, kamu abis tidur?" Kata Arika, selaku Bunda Luna.

"Maaf Bun, gak denger. Lagi dengerin musik" Sahut Luna dan menatap Kakaknya sedikit sebal

"Kak!" Panggil Luna sedikit keras

"Apaan?" Sahut Ferdi

"Uang gua balikin woy!!" Ferdi tersedak saat meminum Jus Alpukat buatan Bundanya. Ia masih terbatuk, alhasil Arika memberinya air mineral sebagai pereda. "Makasih Bun." Ferdi meneguknya sampai puas.

"Gc lama amat dah!!" Suara Luna semakin kencang

Sementara sang Bunda yang berada di sampingnya hanya bisa menutup kedua telinganya. Untung Bunda tahan dengan tingkah kedua anaknya mungkin kalau tidak sudah di marahi sejak tadi.

"Gue lupa dek... Maapin atuh..." Ferdi merayu adiknya yang marah besar padanya

"Selesai makan, siap-siap jadi budak!!" Ferdi diam melihat wajah Luna yang tak main-main..

Sementara Arika, hanya mengelus sabar perihal dua anaknya. Itung-itung sebagai hiburan malam. Ketimbang sama sekali tidak mendengar suara riuh mereka.

Makan malam dinikmati dengan nyaman setelah perdebatan usai antara Luna dan juga Ferdi. Tapi, mata tajam di masing-masing nya masih belum menyerah untuk saling pandang-memandang. Kadang Luna pun sampai menjulurkan lidahnya bermaksud untuk meledek kakaknya. Untunglah Kakaknya itu bukan tipe yang mudah marah kepada adik kesayangannya.

*****
"Beli ini!!" Luna menunjuk coklat batangan itu. Ia mengambil dua buah dan mencari apapun yang sedang ia inginkan.

Karma akibat lupa ya... Gini nih.. Batin Ferdi melihat adiknya kesana kemari..

Luna berputar, berjalan kesana- kemari membuat Ferdi menepuk dahi nya sendiri. Tingkah adiknya kalo soal makan selalu begini. Bagai istri yang dihadiahi berlian oleh suaminya. Padahal, Luna sudah bisa dibilang sering datang kesini.

Drap langkah terdengar, saat Ferdi asyik bermain dengan ponselnya ia melihat sepasang kaki dihadapannya.

"Astaghfirullah dek!! Dompet gue!!" Terkejut? Sudah pasti! Yang dibeli Luna dibatas kewajarannya. Ini seperti bukan tipe Luna.

"Sekali doang kok kak.. Itung-itung karma deh.." Luna menampilkan ekspresi wajah yang memelas, mau tak mau Ferdi pun menurutinya.

Selesai melakukan pembayaran, mereka pulang menggunakan motor ninja milik kakaknya. Melewati jalanan setengah ramai dibawah langit yang gelap tanpa pernak pernik malam.

Luna yang tak memakai helm, dibuat terusik oleh rambutnya yang berkibar. Ia jadi selalu membenarkan kibasan rambutnya itu. Ferdi sengaja menambah kecepatan, untunglah Luna tidak sadar akan perilaku nya itu.

El, gue boleh jadi bintang dan bulan Lo gak? Inikah diri itu? Malam gelap tanpa hiasan langit.. Luna berkata dalam hati, menatap jalanan dan langit secara sendu.

"Kamu Cantik !"

⛵⛵⛵

Rafael [SELESAI]Where stories live. Discover now