BAB 1 - Tidak Harmonis

4.9K 216 75
                                    

BAB 1

TIDAK HARMONIS

Brayn yang masih menggendong tas, menjatuhkan badan di kasur. Dia berguling-guling seperti ulat kepanasan. Kalau dipikir-pikir, dia mirip juga dengan anak kecil yang sedang mandi bola di wahana anak. Bedanya, mereka bahagia, sementara Brayn tidak. Memakai topeng kebahagiaan membuatnya seperti pegawai yang disuruh kerja rodi.

Gara-gara cemas, gerd-nya kampuh setelah presentasi di kelas. Sebenarnya ini bukan hal tabu bagi Brayn, tetapi kejadian tersebut membuatnya merasa lelah. Kenapa aku harus nggak hafal materinya sih? Rutuknya. Anxiety yang dia miliki memang sering menjadi bumerang.

"Bra ...."

Brayn membuka mata saat seseorang memanggilnya. "Ya."

"Mama boleh masuk?"

Tak ada suara. Tandanya, Brayn mempersilahkan orang tersebut. Diizinkan atau tidak, sebenarnya wanita itu akan tetap menerobos pintu kamar. Jadi menurut Brayn, tidak ada gunanya melarang orang lain menginjak wilayah kekuasan.

Orang lain?

Seorang wanita berwajah oriental, berambut sebahu, dan berkulit lembut, terpampang nyata. Pakaiannya resmi. Rok di bawah lutut, dan kemeja putih yang ngepas dengan badan, menjadi pemandangan yang sudah biasa bagi Brayn. Memang begitu adanya, wanita itu seorang karyawan di salah satu perusahaan, sekaligus istri dari pemiliknya. Hebat, dia punya 2 peran sekaligus.

"Udah makan?" Canggung, pertanyaan itu menguap begitu saja.

Brayn bangkit dari tempat tidur. Dia melepas jaket dan tas, melemparkannya sembarang, lantas tersenyum tipis. "Belum, Ma. Sebenarnya tadi aku ke dapur. Dan hanya ada roti tawar sore ini. Mungkin Bra akan makan di luar."

"Bukannya nggak suka ramai?" Anggun duduk di sisi ranjang, menatap hati-hati ke arah Brayn.

"Bukannya Mama juga nggak peduli?"

Pertanyaan balik yang diucapkan Brayn nyaris membuat mata wanita itu keluar. Dia menggigit bibir. Anggun berusaha membuat pertahanannya normal. "Bra, dalam waktu dekat, kedua saudaramu akan datang. Mama dan Papa sudah memutuskan supaya kalian serumah. Biar lebih dekat. Mama yakin, mereka akan menjadi teman buat kamu."

"Oya?" Brayn menatap mamanya sekejap, tersurat senyum tipis. "Nggak sekalian diboyong sama pembantunya? Biar di rumah ada yang nyiapin makanan."

Hati Anggun mencelos. Dia menggigit bibir untuk kesekian kali. Masuk melalui jendela kamar yang terbuka, angin malam menyentuh wajah Anggun. Udara kadang menjadi teman terbaik saat hawa panas menguasai tubuh.

"Sampai kapan kamu mau begini, Bra?" Suaranya terdengar lelah. "Apa yang kamu mau sebenarnya?"

Bryan melengos. Dia tidak berminat menjawab pertanyaan retorika tersebut. Percuma, permintaan itu tak lagi berguna. Anggun selalu menutup rapat rahasia-rahasia itu.

"Ya udah, Mama mau istirahat dulu." Wanita itu berdiri.

Sekarang, langkahnya terurai pelan. Sesekali, dia berhenti mengayun kaki. Anggun berharap Brayn akan mengatakan sesuatu atau mencegahnya keluar dari kamar. Dia ingin merasakan diucapi selamat malam dan selamat tidur. Juga dibanjiri dengan perkataan penuh perhatian oleh darah dagingnya.

Sampai di ujung pintu, tak kunjung ucapan Brayn mengudara. Wanita itu akhirnya menghilang dari ruangan anak semata wayangnya. Kepergiannya ditandai dengan ketukkan ujung sepatu yang beradu dengan lantai.

***

"Bangun woy! Bangun!"

Tubuh jangkung Brayn menggeliat di tempat tidur. Erangan kesal menggema di ruangan ber-cat putih itu. Siapa yang berani ganggu aku tidur? Tidak ada yang berani membuat Brayn marah selain seorang cewek yang nyaris merecoki hidupnya setiap hari.

My Bra (TERBIT)Where stories live. Discover now