"Juara satu dalam hal apa?" Tanya Dimas membuat Alena kembali antusias.

"Alena juara satu menggambar pah, terus kata bu guru Alena harus di dampingi orang tua, papa mau kan nemenin Alena besok?"

Dimas banggga mendengar jika Alena mendapat juara satu di usianya yang masih tujuh tahun, tapi jawaban Dimas lagi-lagi menbuat Alena sedih.

"Saya tidak bisa, saya harus nemenin Nayla imunisasi, ajak mama kamu saja yah,"

Lagi dan lagi hanya Nayla yang menjadi prioritas papanya hingga Alena mengeluarkan pertanyaan yang begitu menohok Dimas.

"Papa gak sayang Alena yah? Papa cuma sayang Nayla kan? Papa juga gak pernah meluk Alena, papa gak pernah cium Alena seperti papa cium Nayla, papa gak pernah gendong Alena, papa gak pernah nganterin Alena ke sekolah, papa benci Alena yah?"

Alena kecil turun dan berlari ke kamarnya, Alena menangis di balik selimutnya. Tanpa sadar jika Dimas melihat Alena yang menangis tersedu-sedu di sana. Bahkan hal itu belum mengetuk pintu hati Dimas untuk berlaku adil pada Alena.

Hingga esok harinya Alena di antarkan supir menuju kediaman Sonya sang mama. Alena tersenyum saat melihat mamanya tengah menyiram bunga.

"Mama!!!"

Sonya menoleh dan wajahnya berubah menjadi dingin.

"Ngapain kamu ke sini?"

Alena terkejut mendengar suara Sonya yang terkesan dingin, hingga Alena bersembunyi di balik Pak Tarno sang supir.

"Anu bu, non Alena mau mengatakan sesuatu," Pak Tarno meraih tubuh Alena kecil yang sedang ketakutan.

"Apa?"

Alena memilin tangannya "Emm Mama bisa gak nemenin Alena ke sekolah? Alena dapat juara satu menggambar mah, kata bu guru harus di temenin orang tua,"

"Saya gak bisa, saya sibuk, suruh papa kamu saja,"

"Papa juga gak bisa mah, katanya harus nemenin adik Nayla imunisasi,"

"Ya sudah suruh kakek dan nenek,"

"Tapi kata bu guru harus orang tua Alena mama,"

"KALAU SAYA BILANG SIBUK YA SIBUK, SAYA TIDAK PUNYA WAKTU MENGURUS HAL YANG BERSANGKUTAN DENGAN KAMU!!!!"

Alena terkejut bukan main hingga tak sadar dia berlari kencang dan masuk ke dalam mobil dengan tubuh gemetar karena ketakutan akibat bentakan mamanya.

Flashback Off

"Alena capek, Alena gak sanggup hiks, kenapa doa Alena tidak pernah terkabul hiks hiks,"

Alena menangis hingga tiga jam lamanya dan hari sudah semakin sore. Alena bergegas pulang, takut orang mencarinya meskipun Alena sangat berharap papanya mau sekali saja mencemaskan dirinya.

Dering ponsel Alena menghentikan langkahnya. Nama Devan terpampang nyata di sana.

"Halo,"

"Ingat jam 7,"

"Iya aku ingat kok,"

"Dandan yang cantik buat aku,"

Pipi Alena bersemu merah mendengar ucapan Devan.

"Hmm,"

"Are u okay?"

"Im okay,"

"Kamu nangis?"

Alena tersentak "En..nggak kok jangan sotoy,"

"Suara kamu serak, jawab jujur Alena,"

Jika Devan sudah memanggil namanya bukan dengan sebutan Alen, maka di pastikan Devan sedang menggeram marah.

"Aku serius aku gak nangis,"

"Setidaknya aku selalu berusaha ada untuk kamu Alen, itu tandanya aku berhasil,"

"Kamu sudah cukup menemaniku selama ini Devan, aku bersyukur kamu selalu ada, jangan tinggalin aku,"

"Aku gak akan pernah ninggalin kamu,"

Alena menggigit bibir bawahnya, ingin sekali Alena mengatakan semua yang terjadi pada dirinya namun tak bisa. Alena tidak mau di kasihani.

"Love you Alena,"

"I love you too Devan,"

Tanpa Alena sadari bahwa ada Devan bersembunyi di balik pohon menyaksikan dirinya yang menangis.



Double Up, lagi semangat 45 nulisnya wkwk
.

.

Cast Alena Nabila Patriawan

Cast Alena Nabila Patriawan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Cast Devan Ananta Leoni

Cast Devan Ananta Leoni

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.











Saniyyah Putri Salsabila Said

22 Desember 2019

Lilin [TELAH TERBIT & DISERIESKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang