30 | Looking for Certainty

1.1K 51 1
                                    

​"Emmet! Emmet!" Andrew memanggil adiknya sesaat setelah ia masuk ke rumahnya. Namun, yang dipanggil justru tak kunjung menampakkan batang hidungnya.

"Emmet! Kau dengar aku tidak, sih?!" seru Andrew lagi yang kali ini sambil menghampiri kamar adiknya itu. Tapi ternyata yang dicari tidak ada.

Andrew mencari Emmet ke seisi rumah. Tapi tetap tak ada hasil. "Sial! Kemana perginya anak itu?! Menyusahkan saja." Andrew menggerutu sambil menjambak rambutnya frustasi.

Namun, ditengah-tengah ia yang sedang marah, tiba-tiba bel pintu rumahnya berbunyi. Andrew pun melangkah lebar menuju pintu dengan asumsi Emmet lah yang ada di luar, karena biasanya Emmet selalu menekan bel jika Emmet tahu kalau Andrew sudah ada di rumah.

"Darimana saja—" Andrew tercekat disaat ia tidak menemukan Emmet sendirian disana. Memang ada Emmet. Tapi ia bersama orang lain. "Devian? Apa yang kau lakukan malam-malam begini di sini?" tanya Andrew berusaha menurunkan nada bicaranya agar lebih normal. Sementara pandangannya sudah menari-nari memberi kode pada Emmet untuk segera masuk.

"Aku mengantar Emmet pulang," timpal Devian.

"Benarkah? Bagaimana kau bisa bersama Emmet?" tanya Andrew penasaran.

"Tadi aku bertemu dengannya di jalan raya. Kurasa tadi dia habis dari supermarket," ujar Devian.

"Benarkah?" sahut Andrew dengan nada tipuannya. Kemudian, ia menatap Emmet dengan tatapan yang ia buat sehalus mungkin. "Kenapa kau tidak izin padaku dulu, Emmet? Aku mengkhawatirkanmu tadi," ujar Andrew pada Emmet dengan makud tersembunyi.

"Untung saja dia anak yang berani," ujar Devian memuji Emmet. Sementara yang dipuji dari tadi hanya terdiam karena sudah merasa takut oleh Andrew.

"Well, terima kasih karena sudah mau mengantarnya, Devian. Kau sungguh baik," ujar Andrew.

"Bukan masalah besar," balas Devian merendah. "Kalau begitu, aku pulang dulu. Sampai jumpa besok, Emmet. Kau juga, Andrew," ujar Devian berpamitan.

"Oke, hati-hati di jalan," ujar Andrew pada Devian yang berjalan menjauhi mereka dan tanpa menunggu lama lagi, Andrew langsung menarik Emmet masuk.

"Kau! Habis darimana saja kau?!" seru Andrew langsung pada Emmet yang sekarang sudah mulai ketakutan. Apalagi cuaca di luar lumayan dingin, membuat tubuh Emmet sekarang juga menggigil.

"A-aku hanya p-pergi ke s-supermarket... m-membeli i-ini," ucap Emmet terbata-bata sambil memperlihatkan sebungkus plastik.

Andrew langsung menyambar plastik itu dan melihat isinya. Ternyata ada beberapa butir telur dan juga minyak goreng.

"Cepat tidur! Kalau besok kau terlambat bangun pagi, jangan salahkan aku!" seru Andrew kemudian yang langsung dipatuhi oleh Emmet tanpa banyak pikir.

***

Devian POV

Aku masih menatap lekat-lekat sebuah rumah yang baru saja kutinggal. Ya, rumah Andrew dan Emmet. Bukan tanpa alasan aku seperti ini. Ini karena aku merasa ada yang janggal terhadap penghuni rumah itu. Aku merasa ada sesuatu yang tidak beres, sesuatu yang disembunyikan.

Bertemu dengan Emmet tadi memang sebuah kebetulan. Karena aku yang hendak pulang, bertemu dengan Emmet yang tengah berjalan seorang diri di dinginnya malam. Akupun menepi untuk menjemputnya.

Ada satu hal yang kusadari saat aku bertemu Emmet malam ini. Aku bisa melihat beberapa tanda merah yang ada pada wajahnya dan leher belakangnya. Aku bertanya pada diriku sendiri, tidak mungkin itu karena dia bermain, kan? Karena yang kutahu dari Andrew, Emmet memang jarang bermain di luar.
​Baru pertama kali ini aku haus akan kepastian. Dan aku sudah memastikan diriku sendiri untuk mencari tahu apa yang sebenarnya Andrew sembunyikan.

***

Author POV

Keesokannya adalah hari yang sibuk untuk Yocelyn. Ia sudah mulai disibukkan dengan pekerjaannya yang masih tertumpuk tak terpegang dari kemarin. Dokumen-dokumen yang kemarin ia tinggal kini harus ia selesaikan hari ini.

Tok tok tok. Ketokan pintu mengganggu konsentrasi Yocelyn di tengah kesibukannya. Tapi ia tetap tak mempedulikannya dan hanya berseru, "Masuk!" tanpa mengalihkan pandangannya dari kertas-kertas di mejanya.

"Pagi," sapa seorang pria dengan bersemangat. Jujur, Yocelyn terkejut dengan kedatangan Andrew yang tiba-tiba.

"Andrew, ada apa kemari? Aku sedang sibuk," ucap Yocelyn memandang Andrew sekilas dan kemudian kembali ke kertas-kertas di mejanya.

"Oh, ayolah. Aku kemari bukan untuk diduakan dengan kertas-kertas membosankan itu," rengek Andrew. "Aku ingin mengajakmu makan siang."

"Tidak bisa, Andrew. Aku sedang sibuk. Lain kali saja," tolak Yocelyn yang masih belum menatap Andrew.

"Maafkan aku, tapi kau tetap harus ikut aku," ucap Andrew yang tiba-tiba saja menarik lengan Yocelyn dan menariknya keluar bersamanya.

"Andrew! Lepaskan! Aku bisa jalan sendiri!" pekik Yocelyn.

"Ups, maafkan aku. Aku hanya takut kau akan kabur," timpal Andrew cengingisan dan kemudian melepas tarikannya pada Yocelyn. Namun, justru tangannya malah menggandeng tangan Yocelyn. Awalnya tentu saja ada penolakan keras dari Yocelyn. Tapi karena genggaman Andrew yang sangat kuat, akhirnya Yocelyn mengalah dan hanya menurutinya saja.

***

"Kuharap kau suka makanannya tadi," ucap Andrew sambil menyerahkan es krim pada Yocelyn dan duduk di bangku tengah taman kota setelah tadi mereka makan siang bersama di kafe lokal yang sangat terkenal akan kelezatan makanannya.

"Ya, tentu saja aku suka. Itu masakan koki terkenal," timpal Yocelyn yang juga duduk di samping Andrew.

"Sadis!" seru Andrew tidak percaya.

"Kalau tahu, kenapa mendekatiku?"

Andrew tertawa geli saat mendengarnya. "Itu karena aku menyukaimu, Yocelyn," ucapnya gemas sambil mengelap sisa es krim yang ada di sekitar mulut Yocelyn.

Yocelyn menatap Andrew dalam diam. Apa benar dia menyukaiku? Tapi bagaimana denganku? Aku bahkan tidak pernah memiliki rasa selain pada Devian. Apa aku jahat karena aku egois pada perasaanku sendiri?

"Yocelyn," panggil Andrew lirih. Namun Yocelyn tidak berucap apapun. Dia hanya menatap Andrew sendu.

"Kali ini aku benar-benar serius," ucap Andew. "Kau adalah wanita pertama yang membuatku seperti ini. Memang benar kalau aku adalah playboy. Tapi aku bisa merubahnya demi kau. Aku menyukaimu, Yocelyn. Aku sungguh-sungguh."

"Lalu... apa yang kemarin kau tidak sungguh-sungguh?" tanya Yocelyn tiba-tiba yang membuat Andrew sedikit tercengang.

"Untukmu, aku tidak pernah main-main," ucap Andrew sambil menggenggam tangan Yocelyn yang bebas. "Aku akan memberimu waktu untuk berpikir."

Apa perasaannya padaku sungguh-sungguh? Apa aku bisa menerimanya? Entahlah. Tapi aku perlu memastikan sesuatu. Aku perlu mencari sebuah kepastian.
—————————————————————————
Tbc.
Tuesday, 7 January 2020

First Love - Bachelor Love Story #2Where stories live. Discover now