28. Yang Membuatku Kagum

384 21 0
                                    

Setelah semalam pak Ramdan, yang katanya, menyatakan perasaannya. Ba'dha ashar ini pak Ramdan beserta keluarga datang kerumahku. Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan ibu dan kak Fariz. Dan ini kali pertamanya keluarga pak Ramdan datang kerumah.

Aku menyuguhkan minuman untuk keluarga pak Ramdan dan juga untuk abi, umi dan aku. Saat ini, kami sedang berkumpul diruang tamu. Lalu, karena kak Anisya juga ikut dengan membawa anaknya, jadi Hafidzah ada teman bermainnya. Kedua anak kecil itu sedang main masak-masakan dengan antangnya di sudut ruang tamu. Suami kak Anisya tidak ikut datang karena sedang ada banyak pekerjaan dikantornya. Dan Radit, katanya, dia sedang pulang kampung.

"Rahma, sebenarnya ada yang ingin kami bicarakan dengan kamu." ujar ayah. Iya, ayahnya pak Ramdan dan aku ikut memanggilnya ayah karena ayahnya pak Ramdan yang menyuruhku. Masih ingat kan, kalian?

"Sebelumnya kami minta maaf karna sudah menyembunyikan sesuatu ke kamu. Yaitu, menjodohkan kamu dengan Fahri." lanjutnya.

"Abi dan umi juga minta maaf karna sebelumnya tidak memberitahu kamu soal ini. Maaf ya, nak?" kata abi sambil mengusap lembut kepalaku. Aku hanya tersenyum simpul. Bingung untuk memberikan tanggapan seperti apa.

"Ayah dan abi kamu sudah lama sekali merencanakan perjodohan ini. Dan sebenarnya kami ingin membicarakan dan memberitahumu setelah kamu uas di semester pertama ini. Tapi, karena kami tau kamu akan menikah dengan laki-laki lain, kami pun mengurungkan niat kami untuk memberitahu kamu." ucap ayah.

Jujur, aku bingung harus memberi tanggapan seperti apa. Karna mungkin ini sudah menjadinya takdir aku. Bertemu, mengenal, dan merencanakan pernikahan dengan Bara itu sudah direncanakan oleh-Nya. Dan aku yakin dari semua yang aku alami itu ada hikmahnya. Dan sekarang, Allah sedang menyiapkan rencana indah-Nya untukku, untuk yang kesekian kalinya.

"Rahma," suara ibu yang memanggilku. Aku menatap wajah ibu yang juga sedang menatapku. "Kami, terutama ibu. Ibu ingin sekali kamu menjadi menantu ibu. Bahkan ibu akan menjadikan kamu sebagai anak ibu, sama seperti Anisya. Anak perempuan ibu," katanya sambil tersenyum. Kata-katanya begitu tulus begitu juga dengan senyumnya.

"Rahma," kali ini kak Fariz yang memanggil namaku. Aku melihat kearahnya yang duduk satu bangku dengan pak Ramdan.

"Iya, kak?"

"Kamu tau, nggak?" katanya. Aku menggeleng. Tentu saja aku tidak tahu karena kak Fariz belum memberitahu apa-apa dan tidak mungkin aku asal menebaknya di dalam keadaan yang sedang serius ini. "Setelah tau kamu mau nikah dengan laki-laki lain, Fahri hampir saja membatalkan perjodohan ini. Kamu tau alasannya karna apa?" Untuk kedua kalinya aku menggeleng. Lalu, aku melirik pak Ramdan sebelum aku melihat kearah kak Fariz lagi.

"Alasannya karna ingin melihat kamu bahagia, meskipun bahagianya bukan karena dia. Fahri pernah bilang ke ayah dan ibu seperti ini, 'Kalau memang jodohnya Rahma adalah Bara, saya ikhlas untuk melepasnya. Saya tidak ingin membuat Rahma merasa terbebani dengan perjodohan ini. Saya tidak ingin Rahma merasa terpaksa menikah dengan saya. Karena, jika menjalani kehidupan rumah tangga dengan terpaksa, Rahma akan membenci saya dan semua tidak akan berjalan lancar. Jadi, tolong batalkan perjodohan ini jika memang jodohnya Rahma adalah Bara'. Gitu katanya," kata kak Fariz memberitahu.

Aku melihat pak Ramdan yang tersipu malu. Dia menyikut tulang rusuk kak Fariz karena salah tingkah. Aku mengulum senyum dan mataku berkaca-kaca. Aku kagum dengan sosok bijaksananya pak Ramdan dalam menyikapi perihal perjodohan ini ketika aku dan Bara sedang merencanakan pernikahan.

Selain itu, yang membuatku kagum adalah ketika dia menghormati keputusanku yang menerima lamaran Bara dan akan menikah dengan laki-laki itu, menghargaiku sebagai layaknya perempuan, dan memikirkan diriku. Dalam arti, tidak egois.

Bersanding DenganmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang