22. Datang Kerumah

347 22 0
                                    

Kukira Bara tidak serius dengan perkataannya tempo hari. Rupanya dia serius dengan ucapannya. Hari ini, di saat kuliah sedang libur karena tidak ada jadwal kuliah. Laki-laki yang baru kukenal sekitar seminggu, yang merupakan kakak kelasku dulu sewaktu SMA. Datang kerumahku bersama Rafa. Kedua laki-laki itu sedang duduk dibangku dua dudukan diruang tamu.

Aku duduk di samping abi, dibangku dua dudukan yang berhadapan dengan Bara dan Rafa. Kebetulan hari ini abi sedang libur bekerja. Dan sekarang ini abi sedang menatap keduanya bergantian dengan tatapan serius. Terutama kepada Bara. Sejak Bara menyampaikan tujuan datang kerumah dan menyampaikan  niat baiknya, sikap abi langsung berubah menjadi sosok yang menurutku saja menyeramkan.

Ummi tidak ikut menemani abi diruang tamu untuk menjamu tamu. Ummi sedang ada di dalam, diruang keluarga sambil menemani Hafidzah bermain.

Suasana hening membuat kedua laki-laki itu meneguk salivanya. Padahal di atas meja sudah kusediakan minum, tapi rasanya keduanya tidak berani untuk sekedar minum karena tatapan abi. Jangankan minum, menatap mata abi saja tidak berani.

"Jadi, kamu ingin melamar anak saya?" Abi bertanya dengan tatapan serius ke Bara. Barulah Bara dan Rafa sama-sama mengangkat kepalanya menatap abi yang sedang mengajaknya berbicara. Aku hanya diam memerhatikan sambil menyimak pembicaraan mereka. Karena ini menyangkut masa depanku juga.

Bara mengangguk. "Iya, om. Kalau om dan keluarga mengizinkannya. Saya akan datang lagi ke sini dengan membawa kedua orang tua saya untuk melamar Rahma secara resmi," ucapnya penuh dengan keyakinan. Karena Rafa tugasnya hanya menemani Bara, jadi sedari tadi dia diam saja. Tidak tahu harus berkata apa.

"Kalau saya tidak mengizinkannya, apa yang akan kamu lakukan?"

"Saya tetap akan datang ke sini bersama orang tua saya. Setidaknya saya ataupun kedua orang tua saya bisa mengenal keluarga Rahma dan Rahma," jawab Bara tanpa keraguan.

"Begini nak Bara. Kalian baru saja saling kenal. Kalian juga baru saja masuk kuliah. Belum ada sebulan. Tapi, kamu sudah berani melamar anak saya." Abi menghela nafas. "Sebenarnya saya tidak masalah jika ada laki-laki yang berani datang kerumah dengan niat baiknya. Kalau kamu ingin datang lagi bersama kedua orang tuamu, silakan saja. Saya akan menyambutnya dengan senang hati. Hanya saja, Rahma ini anak saya yang paling berharga dan saya sayangi, jadi saya tidak akan membiarkan anak saya bersama laki-laki yang tidak baik, yang tidak bertanggung jawab. Kamu paham maksud saya, kan?"

Bara terdiam. Dia seperti memikirkan kata-kata apa yang harus di sampaikan olehnya. "Begini, om. Saya paham banget, karena saya juga memiliki seorang kakak perempuan. Dan ayah saya pernah bersikap seperti om di saat ada seorang laki-laki datang melamar anaknya. Tapi, om. Saya tulus, dan saya akan bertanggung jawab atas perkataan saya yang akan melamar anak om. Saya tidak akan meninggalkan Rahma setelah berkata manis di depannya dan dihadapan om sendiri. Jadi, kalau om mengizinkannya, sepulang dari sini. Saya akan langsung berbicara dengan kedua orang tua saya," jawab Bara bersungguh-sungguh.

Aku bungkam. Baru pertama kalinya selama delapan belas tahun hidupku. Ada seorang laki-laki datang kerumah menemui kedua orang tuaku dengan niat baiknya. Yaitu, melamar. Biasanya, seorang laki-laki hanya menyatakan perasaannua setelah itu mengajak pacaran. Tapi, kali ini seorang laki-laki menyampaikan niat baiknya untuk melamarku, jika diizinkan.

Abi menatapku. Dia menggenggam tanganku. Aku menolehke abi, lalu menatap Bara. Aku bingung harus berkata apa. Setelah lama terdiam. Akupun berkata, "Jika memang kamu serius ingin melamarku. Datanglah lagi kerumah. Ajak kedua orang tuamu dan sampaikan niat baikmu lagi ke sini."

"Bagaimana dengan seserahan yang akan kubawa di saat aku datang melamarmu? Apa yang kamu inginkan?" tanya Bara.

"Seserahan itu hanya syarat. Yang terpenting itu, kamu, kedua orang tuamu, seorang ustadz, beberapa saudara dekatmu, dan niat baikmu. Jangan berikan janji manis, bertanggung jawablah dengan niatmu itu yang ingin melamarku."

"Lalu, bagaimana dengan mahar?" tanya Bara. Aku tertegun. Begitu juga dengan abi dan Rafa. Rafa langsung menoleh ke Bara saat laki-laki itu bertanya mahar kepadaku.

"I-itu, bisa kita bicarakan nanti saat kamu datang melamarku," jawabku sedikit tergagap karena saking bingungnya.

"Bara, gue rasa lo butuh waktu lama untuk membujuk kedua orang tua lo. Orang tua lo itu keras. Apalagi ayah lo," bisik Rafa, tapi aku ataupun abi masih bisa mendengarnya.

"Beri saya waktu dua bulan untuk membujuk kedua orang tua saya," ucap Bara pada Abi.

Abi mengangguk. "Baiklah. Lebih baik kelian sekarang pulang."

Bara berdiri, disusul Rafa. Aku dan abi ikut berdiri. Bara menyalimi punggung tangan abi, Rafa melakukan hal yang sama setelah Bara.

"Assalamu'alaikum," ucap kedua laki-laki itu memberi salam. Karena pintu rumah sudah terbuka sejak tadi. Mereka pun tinggal keluar saja dari ruang tamu. Abi mengantar keduanya sampai depan rumah. Sedangkan aku membereskan gelas-gelas dan teko minuman dan membawanya ke dapur. Kuyakin ummi pasti mendengar semuanya dan akan bertanya pada abi meskipun sudah mendengarnya sendiri.

Ya Allah. Seorang laki-laki yang baru kukenal akan datang melamarku. Mungkinkah dia jodohku yang telah Engkau takdirkan kepadaku? Semoga Bara adalah laki-laki yang baik dan bertanggungjawab. Aamiin.

Bersanding DenganmuWhere stories live. Discover now