5. Tanpa Hijab

482 33 0
                                    

Aku sedang menunggu Yumna selesai belajar tambahan untuk persiapan lomba di perpustakaan. Aku mencari buku yang sempat belum selesai kubaca. Mataku menjelajahi setiap buku yang berwarna-warni yang dipajang di rak-rak buku berukuran tiga kali besar dari aku.

Setelah mencarinya beberapa menit, akhirnya aku menemukannya. Aku mencari meja disudut ruangan dekat jendela dan duduk di sana seorang diri. Suasananya yang hening dan damai membuatku merasa nyaman. Terlebih lagi, ada pendingin ruangan dan WiFi gratis yang merupakan salah satu fasilitas yang disediakan oleh pihak sekolah.

Kata pak kepala sekolah, perpustakaan disediakan WiFi supaya anak muridnya rajin ke perpustakaan. Entah mereka hanya sekedar untuk tidur, benar-benar membaca buku, atau hanya sekedar kepingin mendapat WiFi gratis, yang penting anak muridnya terlihat rajin datang ke perpustakaan.

"Rahma." Panggilan seseorang dengan suara sedikit pelan membuatku langsung menoleh. Mengalihkan pandanganku dari buku ke orang yang memanggilku.

"Yumna?" Kulihat jam yang melingkar dipergelangan tanganku. Baru lima belas menit aku duduk dan membaca buku. Yumna sudah menyusul. "Udah kelar?" tanyaku. Yumna duduk dibangku yang ada di depanku.

Perempuan yang sekarang sudah berhijab pun mengangguk. "Mau pulang sekarang?" tanyanya.

"Tapi, gue belum selesai bacanya. Baru juga beberapa lembar," kataku.

"Ya udah, sih. Pinjem aja. Lo bawa kan kartu tanda siswa?" kata Yumna. Aku mengangguk. Yumna sudah berdiri terlebih dulu. Aku memasang tali tasku di kedua bahuku, lalu berdiri. Aku dan Yumna jalan bersama-sama menuju meja penjaga perpustakaan.

Aku berdiri di depan meja. Sedangkan Yumna menungguku di luar perpustakaan. Aku menaruh buku yang akan kupinjam, lalu mengambil kartu tanda siswa di dompetku.

"Mau pinjam buku?" Aku mengangguk. Selesai mengambil kartu tanda siswaku, aku mendongak. Menatap seorang laki-laki yang kukenal sedang bertugas sebagai penjaga perpustakaan. "Rahma?" katanya.

"Ustadz Ramdan," kataku pelan. Aku bingung dan tersenyum canggung. "Assalamu'alaikum." Aku memberi salam.

"Wa'alaikumussalam," jawabnya sedikit bingung. Aku memberikan kartu tanda siswaku ke ustadz Ramdan. Dia menerimanya dan mulai mendaftarkan aku di data pinjam buku. "Kerudung kamu mana?" katanya sambil mengetikkan namaku dan juga NIS-ku di komputernya.

Aku meraba kepalaku yang tidak menggunakan hijab. Rambutku di kuncir asal dan bajuku berlengan pendek. Sebelumnya aku sempat memakai kardigan, namun aku lepas saat salat Dzuhur tadi dan lupa untuk memakainya kembali. Kemudian, aku menggaruk pelipisku yang tak gatal.

"Kartu tanda siswa kamu, bapak tahan. Kembalikan dalam waktu seminggu. Kalau tidak di kembalikan dalam waktu seminggu, kamu kena denda. Jangan sampai hilang ataupun rusak. Paham?" katanya setelah selesai mendaftarkan namaku ke data pinjam buku. Aku mengangguk.

Aku mengambil bukunya dan memasukkan ke dalam tas. Setelah itu, baru saja aku ingin pergi keluar, ustadz Ramdan memanggilku. Aku pun mengurungkan niatku. "Ya, pak?" tanyaku.

"Bukannya kamu berhijab? Lalu di mana kerudungmu?" Ustadz Ramdan mengulang pertanyaannya lagi. Aku terdiam. "Kamu seorang muslimah, bukan?" Aku mengangguk. "Maka tutuplah auratmu." sambungnya. Aku menunduk. Ada rasa malu yang kurasakan saat ini.

Aku keluar dari perpustakaan dan menghampiri Yumna dengan wajah sedikit menunduk. "Ada apa?" tanya Yumna heran. Aku menggeleng. "Ya udah, ayo!" katanya sambil menarik lenganku. Aku sempat menoleh ke arah ustadz Ramdan yang berada di dalam. Dia sedang membaca bukunya di tempat dia berjaga.

***

Esok harinya aku pergi ke sekolah mengenakan hijab. Aku takut jika bertemu ustadz Ramdan lagi tanpa mengenakan hijab. Sebelumnya aku memakai hijab hanya ketika mengikuti kegiatan mengaji. Lalu, kemarin ustadz Ramdan melihat diriku tanpa hijab dan bajuku pun berlengan pendek. Untung saja rok yang kupakai panjang.

Bersanding DenganmuDonde viven las historias. Descúbrelo ahora