4. Berhijab atau Tidak

497 26 0
                                    

Aku melihat isi lemari pakaianku. Lalu, tanganku bergerak mencari sesuatu. Aku mencari kerudung segi empat yang berwarna putih. Seingat ku, aku memilikinya. Tetapi, aku lupa menaruhnya. Tiga menit mencari. Akhirnya aku menemukannya. Aku menutup pintu lemari dan pindah tempat ke depan cermin yang menempel pada dinding kamarku. Aku menatap diriku yang berada di pantulan cermin, lalu aku melipat kerudungku menjadi berbentuk segitiga. Aku kembali menatap diriku di cermin sambil memakai kerudungku.

Sebelum memakai kerudung, aku sudah memakai ciput atau dalaman kerudungan supaya rambut tidak keluar dan lebih rapi saat memakai kerudung. Aku melihat diriku yang berhijab melalui pantulan cermin. Satu menit berdiam diri, aku pun membuka lagi kerudungan yang sudah terpasang rapi.

Aku duduk di tepi kasurku. Aku merenungkan perkataan ustadz semalam. Di dalam kajian, beliau menyampaikan:

"Perintah menutup aurat bagi wanita itu wajib. Sesuai dengan firman Allah SWT., "Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu, dan istri-istri orang Mukmin: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka. (QS al-Ahzab [33]: 59)."

Lalu,

"Selain itu, di dalam hadits juga terdapat perintah menutup aurat bagi wanita muslimah. "Wahai Asma’, sesungguhnya seorang wanita, apabila telah balig (mengalami haid), tidak layak tampak dari tubuhnya kecuali ini dan ini (seraya menunjuk muka dan telapak tangannya). (HR Abu Dawud)." Begitulah yang dikatakan oleh pak ustadz yang mengisi kajian semalam di masjid.

Pintu kamarku ada yang mengetuk. Suara ummi terdengar dari depan pintu. Aku pun mempersilakan ummi masuk ke dalam kamarku. Ummi melihat ke arah kerudung yang aku pegang lalu beralih melihat ke arah kepalaku yang sudah memakai dalaman kerudungan.

"Kamu mulai berhijab, Rahma?" Ummi bertanya dengan tatapan tidak percaya bercampur senang. Aku tersenyum kikuk sambil menggaruk tengkuk ku yang tak gatal. "Alhamdulillah. Baru satu hari kamu ikut pengkajian, hati kamu mulai tergerak untuk berhijrah. Ummi senang, deh. Karena selama ini ummi sama abi selalu ceramahin kamu, tapi, pintu hati kamu belum pernah terketuk." kata ummi.

"Kak Zaki kapan pulang, ummi?" tanyaku mengalihkan pembicaraan. "Betah banget dia tinggal di rumah om Bimo," kataku.

"Katanya, sih, minggu besok baru pulang. Sekarang kamu cepat siap-siap. Pakai kerudung kamu. Ummi tunggu di ruang makan sama abi," kata ummi sebelum keluar dari kamarku dan menutup pintu kamarku.

Tidak lama kemudian, aku keluar dari dalam kamarku. Meninggalkan kerudung dan dalaman kerudung yang sengaja kutaruh di atas tempat tidurku. Aku tidak jadi berhijab hari ini. Aku berjalan menuju ruang makan.

Di meja makan sudah terdapat abi yang sedang duduk dibangkunya dengan tenang sambil meminum teh hangat buatan ummi. Sedangkan ummi, sedang menuangkan nasi dan lauk pauknya ke piring milik abi. Aku menarik bangku ku dan duduk di sana. Abi memerhatikanku.

"Lho, Rahma. Mana hijab kamu? Kata ummi, kamu sudah mulai berhijab?" tanya abi.

"Nanti aja deh, bi. Rahma berhijabnya nanti kalau sudah benar-benar meluruskan niat Rahma," jawabku. Abi tidak berkomentar lagi. Beliau hanya menghela nafas panjang.

Katanya, jika anak perempuan berpergian keluar rumah dengan menutup auratnya, dapat menyelamatkan ayahnya dari siksaan api neraka. Kalau itu benar, maka selama ini aku telah durhaka kepada abi. Aku sudah menjadi anak yang tidak dapat menyelamatkan abi dari api neraka. Aku bukan anak yang shaleha.

Maafkan Rahma, abi.

***

"Rahma," panggil Yumna sambil merangkulku. Aku yang sedang berjalan sambil melamun sempat kaget karena Yumna yang tiba-tiba datang dari belakang sembari merangkul.

Bersanding DenganmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang