13. Hal Yang Di Sesali [1]

391 27 0
                                    

Note : di chapter ini aku menggunakan author improv.

Bagian Tiga Belas

Ummi dan abi masih berada di Malang. Masih ada waktu sekitar empat hari mereka kembali ke Jakarta. Kegiatan UTS pertama baru saja selesai hari ini. Di hari sabtu, Rahma dan siswa lainnya, baik yang satu sekolah maupun yang beberda sekolah, sudah selesai melaksanakan UTS. Mungkin ada sebagian sekolah yang masih melaksanakan UTS.

Rahma baru pulang ke rumah sore harinya usai dari nonton film di bioskop bersama Yumna sebagai tanda refreshing setelah selama seminggu ini mereka menghabiskan waktu dengan belajar.

Rumahnya nampak sepi. Karena ummi dan abinya masih berada di Malang. Sedangkan kakak laki-lakinya--Zaki--masih berada di kantor tempat dia bekerja. Rahma rindu dengan kedua orang tuanya. Setiap tiga atau empat kali dalam seminggu, Rahma pasti melakukan panggilan video call dengan umminya.

Selesai mandi dan mengganti pakaiannya dengan pakaian santai. Rahma melaksanakan shalat ashar. Mumpung masih ada waktu untuk melaksanakan shalat ashar. Selesai shalat, Rahma bersantai-santai di tempat tidurnya sambil memainkan ponsel pintarnya. Karena dia merasa lelah, tidak lama kemudian matanya terasa berat dan akhirnya mengkantuk. Rahma pun tertidur.

Dua puluh menit tertidur. Baru saja Rahma ingin bermimpi. Suara berisik yang berasa dari lantai bawah membangunkannya. Rahma segera mencari kerudungnya dan memakainya sebelum keluar dari dalam kamarnya. Sudah seminggu ini, Rahma membiasakan diri memakai kerudung dirumah, kecuali saat tidur. Dia belum terbiasa.

"Kak Zaki," Rahma memanggil kakak laki-lakinya sambil menuruni anak tangga. Rahma melihat jam di dinding. Masih ada waktu setengah jam hingga kakaknya sampai dirumah.

Kakaknya tidak menjawab. Rahma memeriksa ke dapur. Tidak ada orang. Lalu, dia berpindah tempat ke ruang tamu. Rahma membungkam mulutnya sendiri. Pupilnya bergetar karena takut. Ada dua orang berbadan besar dengan wajah yang tertutup topeng berwarna hitam masuk ke dalam rumahnya.

Pencuri. Satu kata yang terlintas dipikiran Rahma. Pencuri itu menutup pintunya dan menguncinya ketika melihat keberadaan Rahma. Pencuri itu menyimpan kuncinya di dalam saku celana jeans.

Rahma berlari menuju ruang keluarga. Berniat ingin pergi ke kamarnya yang berada di lantai dua. Tapi, tangan salah satu dari pencuri itu berhasil menggapai tangan Rahma.

Rahma memberontak. Menepis tangannya pencuri itu dengan kasar. Air matanya mengalir membasahi pipi. Rahma sangat takut. Dan parahnya lagi, Rahma tidak membawa ponsel di genggamannya.

"TOLONG!" Hanya kata tolong yang bisa Rahma lakukan. Rahma terus berteriak minta tolong. Berharap para tetangganya bisa mendengar suaranya yang meminta pertolongan.

"Jangan sakiti saya, tolong lepasin!" Suara Rahma terdengar parau. Dia tidak bisa berteriak lagi. Suaranya hampir habis karena terus berteriak sambil menangis.

Rahma tidak melihat pencuri yang satunya lagi. Pencuri yang menghilang itu memakai baju berwarna hitam sambil memakai tas ransel berwarna senada dengan bajunya. Lalu, Rahma melihat pencuri itu sedang menaiki tangga yang menghubungkan lantai bawah dengan lantai dua.

Sedangkan pencuri yang memegangi kedua tangan Rahma--tidak menggunakan apa-apa. Di tangannya hanya terdapat sebuah pisau tajam.

"DIAM! Atau kamu mau saya diamkan dengan cara lain?!" Bentak si pencuri yang memegangi Rahma.

Ya Allah, tolong lindungi hamba. Semoga kak Zaki cepat pulang, batin Rahma.

"Sudah semua di ambil?" tanya si pencuri yang memegangi Rahma. Pencuri yang memakai tas itu mengangguk. Dia kembali setelah lima belas menit berada di lantai atas.

Bersanding DenganmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang