"Kau sudah menjadi keluarga yang baik untuknya. Jangan kecewa pada diri sendiri." Seru Mark sambil tetap memainkan gamenya.

Perlahan senyuman terukir diwajah Keirin.

"Aku akan menjaganya juga!" Serunya semangat.

Menit demi menit berlalu hingga tak terasa sudah sejam berlalu.

"Baiklah, kami harus pergi sampai jumpa." Dwight melambai pada Keirin yang juga dibalasnya.

"Kami pergi dulu." Ucap Mark lalu kembali sibuk pada Game.

Keirin bermaksud melambai pada Mark.

"Sampai jum-

Mark hanya berlalu pergi bahkan sebelum ia menyelesaikan kalimatnya dengan tangan yang masih melambai diudara.

"-pa.."

Keirin hanya memandang punggung sahabatnya yang berlalu itu dengan tatapan datar.

.

.

.

Seya duduk dibawah pohon sambil memandang langit biru dan menikmati musik yang ia dengarkan menggunakan headphone ditelinganya.

Sesekali ia memejamkan mata untuk menikmati melodi indah dan angin yang bertiupan disekitarnya.

musik adalah teman yang mampu mengisi kesendirian.

Setidaknya itu yang dipikirkannya.

Sekelompok anak yang datang bermain volley di lapangan sebelah memecah keheningan yang lama terjadi.. Ia tak memedulikannya..

Langit membuatnya terlalu nyaman karena kagum hingga ia tak peduli dengan kebisingan itu

Musik terlalu nyaman untuk membuatnya mendengar bunyi yang lain

Pohon terlalu membuatnya nyaman untuk bersandar

Dan Angin terlalu membuatnya nyaman untuk mengalihkan perhatian.

Hingga ia tak sadar ada sebuah bola melaju mendekatinya. Sepertinya anak-anak yang bermain volley itu salah memukul bola.

Bola itu sepertinya akan menghantamnya.

Anak-anak itu berteriak.

Namun Seya sama sekali tak menyadarinya.

DUAGH!

Seolah tersadar, Seya menatap kaget Dwight yang berlutut didepannya dengan lengan yang mendekap kepalanya.

Ia menatap bola volley yang menggelinding dibawah kaki mereka.

Dengan cepat Seya melihat bahu Dwight. Dan benar saja, bahunya Lebam. Bahu memang mudah terkilir.

Seya memandangnya khawatir.

"Aku tak apa-apa. Kenapa kau asik melamun sih." ucap Dwight dengan nada mengejek seolah-olah dirinya tak terluka.

Tiba-tiba Seya menyesali kecerobohannya yang tak terlalu peka pada keadaan sekitar.

Tadi ia terlalu berada dalam kenyamanan yang membuatnya melamun sangat lama.

Haah..

Itulah sebabnya terlalu nyaman kadang membahayakan.

Mata Seya mulai berair.

"Hei Hei aku tak apa-apa jangan menangis." dia tiba-tiba khawatir melihatnya menahan tangis.

Seya berdiri lalu menariknya entah kemana.

.

.

Rumah sakit. Ya, mereka berakhir pergi ke sana karena kekhawatiran Seya.

"Kenapa kesini?"

"Kau harus diobati."

Dwight menghela napasnya.

"Sudah kubilang tak apa-AAA

Dwight tiba-tiba berteriak sakit saat Seya memukul pelan bahunya.

" katanya tak sakit" decih Seya lalu menariknya kedalam untuk diobati.

.

.

Seya sedang menunggu diluar saat Dwight diobati.

Ia menatap sekitar. Ia Berniat membeli minum namun saat ia berbalik

Orang yang tak ingin dilihatnya muncul dihadapannya.

"Seya.. Sedang apa disini?" Tanya Mario. Orang itu.

"Bukan urusanmu."

Mario mendecih

"Tiba-tiba dingin begini. Jangan bilang kau mengikutiku--

"Maaf sekali tak seperti ekspektasimu" Suara berat dari belakang Seya membalas ucapan Mario.

Mario menatap sosok didepannya yang kini berdiri tegap disamping Seya.

"Siapa dia?" Tanya Mario.

Dwight menggenggam tangan Seya .

"Aku?.. Aku penjaganya. Jadi kuperingati jangan mendekatinya lagi" Bisik Dwight sambil tersenyum kecil lalu menarik Seya keluar dari tempat itu meninggalkan Mario yang memandang punggung mereka dengan terdiam.

.

.





DWIGHT (Completed - Revised)Where stories live. Discover now