"Mama, Bang Dika udah mau sampai nih. Makanannya udah jadi belum?" teriak Anya nyaring dari ruang makan.
"Ya, sebentar sayang," sahut Tante Rinda. "Ne, ini tahunya ditiriskan. Kamu taruh piring ya habis itu. Mama mau siapin nasi."
Ane hanya mengangguk dan menuruti. Beginilah yang selalu terjadi ketika ia pulang ke rumah. Tante Rinda selalu mengajaknya memasak. Ane benci itu. Ia benci hawa panas yang menyeruak dari masakan di atas kompor, yang menurutnya hanya membuat tubuhnya bau. Ane tidak suka memasak, namun Tante Rinda tak menyadarinya. Salah Ane juga yang tidak sampai hati menolak permintaan Tante Rinda.
Minyak panas masih meletup-letup saat Ane mengangkat satu persatu tahu yang sudah berubah warna jadi kecokelatan. Satu per satu ia angkat menggunakan pencapit besi. Tekanan yang diberikannya terlalu keras menekan tahu goreng yang baru matang itu hingga beberapa isi tahu menghambur keluar.
"Astaga Ane. Udah-udah, ini biar Mama aja. Kamu ke depan aja sana angkatin makanan yang udah jadi ke meja," Tante Rinda kembali menyuruh. Tanpa banyak bicara, Ane mengangkat satu per satu piring berisi makanan. Tante Rinda masak banyak hari ini. Aromanya menguar ke mana-mana. Ane selalu mengakui, perempuan itu pandai dalam hal memasak. Keahliannya itu mendatangkan pundi-pundi rupiah untuk keluarganya juga sejak 10 tahun silam Tante Rinda mendirikan usaha catering. Masakan nusantara buatan Tante Rinda adalah andalannya. Ane selalu rindu rasa masakannya yang kaya akan bumbu rempah-rempah bila sudah berminggu-minggu tidak pulang ke rumahnya.
Anya sedang sibuk mengelap meja makan—yang bahkan menurut Ane sudah sangat bersih—saat Ane menaruh satu per satu makanan sudah matang.
"Mbak Ane, kok masih kecut sih? Aduh Mbak Ane mandi gih buruan. Ini biar aku aja," ujar Anya yang mengambil alih sepiring ayam rica-rica dari tangan Ane.
"Kamu nih bawel. Mentang-mentang mau didatengin pacar," jawab Ane sambil mengacak rambut Anya. Meski status Anya sebagai adik tirinya, namun Ane sangat sayang dengan Anya. Masa kecil Ane diwarnai dengan kehadiran Anya. Meski rasa iri terkadang hadir saat sang Papa lebih peduli pada Anya, namun Ane tak pernah membenci Anya. Baginya, Anya sama sekali tidak salah. Hanya Papa dan Tante Rinda saja yang salah.
"Aku harus wangi. Malu sama Bang Dika kalau kakak sendiri bau asem. Mandi dong Mbak," perintah Anya.
"Iya-iya," jawab Ane lalu pergi ke kamarnya untuk mandi. Hari ini Ane harus tampil rapi dan cantik. Ia harus merias sedikit wajahnya agar tidak terbanting dengan cantiknya Anya dalam polesan makeup. Hari ini adalah hari spesial bagi Anya. Sudah sejak minggu lalu ia meneror Ane untuk pulang ke rumah di akhir pekan ini. Katanya, Dika—sang kekasih yang merupakan perwira angkatan udara—akan bertandang ke rumah. Dika dan Anya sudah menjalin kasih selama 6 tahun. Kalau kulihat dari semangat Anya dan persiapan hari ini, sepertinya akan ada pembicaraan bahwa mereka hendak melanjutkan hubungannya ke tahap yang lebih serius.
***
"Saya serius sama Anya, Om, Tante. Saya juga sudah membicarakannya dengan Anya. 6 tahun kami menjalin hubungan, kami banyak belajar. Kami sama-sama merasa bahwa kami sudah siap dan mampu untuk menuju jenjang yang lebih tinggi. Mengingat masa pendidikan saya yang sudah selesai, saya berkeinginan untuk menikahi Anya secepatnya," ujar Dika mantab setelah sesi makan. Pria dengan potongan rambut cepak itu tampak sungguh-sungguh menatap manik mata Ardi—sang ayah—dan Tante Rinda bergantian.
Kulihat Anya yang duduk di samping Dika sedang mengulum senyum sembari menundukkan kepalanya. Tante Rinda menatap Anya dan Dika bergantian dengan sorot mata haru bahagia. Sedangkan Ardi masih mengatupkan bibirnya. Garis mulutnya datar, jakunnya naik turun tak berirama. Cukup lama keheningan ini tercipta hingga akhirnya Ardi angkat bicara.
"Dika, Om menghargai niat baik kamu. Om juga bahagia mendengar kalian berdua yang sudah memiliki visi dan misi yang sama. Om senang dengan keseriusan kamu," ujar Ardi menjeda. "Bukannya Om menolak. Tapi.."
Ardi menjeda kata-katanya lagi. Ia menatap Ane dengan tatapan yang sulit diartikan. Ane yang bingung mulai mengerutkan dahi, merasa tak enak ditatap seperti itu oleh Papa.
"Apa tidak lebih baik kalau menunggu Ariadne terlebih dahulu? Mau bagaimana pun, Ane kakak perempuan dari Anya. Saya tidak pernah berpikir sebelumnya bahwa Anya akan melangkahi Ane," Ardi memelankan nada bicaranya. Hembusan napasnya nyata terdengar di akhir bicaranya.
Ane menggelengkan kepala lalu menatap semua yang hadir di meja makan. Anya semakin menundukkan kepala. Terlihat sekali raut kecewa dari parasnya. Dika menatap Ane dengan raut tidak enak hati, sedangkan Tante Rinda memilih bungkam. Sementara itu Ardi menatap Ane dengan tatapan sendu yang membuat Ane tidak suka berada pada situasi ini.
"Pa, aku nggak apa-apa. Dika udah berniat baik loh. Anya juga udah siap. Nggak perlu lah nungguin aku. Aku sama sekali enggak masalah kalau Anya mau duluan. Jangan tunggu aku, aku juga belum tau kapan menikah," ujar Ane dari lubuk hati.
"Iyalah nggak tahu. Pacar aja gonta-ganti," Anya mencibir pelan dengan suara tercekat. Papa melirik Anya sekilas. Apa yang dikatakan Ane sangat benar.
"Kamu perempuan Ane. Papa nggak mau kamu dilangkahi. Papa bukannya tidak merestui Dika dan Anya. Papa juga bukannya menolak niat baik mereka. Tapi sabarlah dulu. Apa sih susahnya menunggu sebentar lagi? Usia mereka juga masih muda kan?" ujar Papa.
"Pa, kalau ada niat baik kenapa harus ditunda-tunda? Aku nggak apa-apa. Ane tetap bahagia kok kalau Anya duluan. Ini udah zaman modern. Untuk apa sih kita percaya pamali-pamali gitu?" Ardi menggeleng kuat. Kulihat rahangnya semakin mengeras.
"Pokoknya sampai kapan pun, Papa nggak mau Ane dilangkahi. Ane harus menikah dulu baru Anya menikah," tegas Ardi. Bersamaan dengan itu, suara tangis Anya pun pecah. Dika langsung mengusap punggung Anya, mencoba menenangkan perempuan itu.
"Pa, apa nggak—" ujar Tante Rinda yang langsung dipotong Ardi.
"Nggak, Ma. Ane tetap harus menikah dulu. Papa nggak ada kompromi."
YOU ARE READING
The Only Exception [END]
RomancePesahabatan yang dibangun Ane, Genta, dan Karen hancur lebur kala Karen-calon istri Genta-secara tiba-tiba membatalkan pernikahan saat persiapan sudah rampung 85%. Sakit hati Genta yang begitu mendalam serta kekecewaan Ane pada Karen, membuat trio s...
1. Impuls
Start from the beginning
![The Only Exception [END]](https://img.wattpad.com/cover/200767549-64-k174844.jpg)