TJWM.-21

6.7K 765 24
                                    


Happy reading...

Jimin Pov.

Matahari perlahan meninggi menyinari seluruh sisi dari gedung Apartement ini.

Aku masih setia terududuk di depan meja rias yang terdapat di kamar Taehyung. Tak banyak yang ku lakukan sesekali aku hanya menyisir rambutku dan berulang ulang mengoleskan lip balm di atas bibirku.

Entah hal apa yang sebenarnya terjadi hingga membuat hatiku berat melupakan wajah Jungkook di dalam ingatanku, suaranya yang berat selalu terngiang di dalam telingaku, Sorot mata tajamnya tak pernah sekalipun terlupakan dan takkan pernah hilang walaupun mataku tertutup sekalipun.

Kata kata kasar yang terlontar dari mulutnya membuatku kembali menggoreskan sedikit lengkungan indah di bibirku.
Bukan karena aku senang, hanya saja aku merasa bahwa betapa mudahnya aku di gapai hanya dengan kata kata kasar dan umpatan yang terlontar dari mulutnya.

Tak sedikit hinaan yang terlontar dari mulutnya, hingga suatu hari hatiku merasa tenang, saat pertama kalinya kata Istri terlontar dari belah bibir tipisnya. Namun walaupun itu terucapkan tetap sikap kasarnya padaku masih saja ada.

Yang hingga kini tak pernah ku lupakan juga dimana mataku membulat tak percaya kala hari pernikahan yang seharusnya manis malah berujung tragis. Banyak korban amarah Jungkook yang tewas di tempat.

Ahhh.. Apakah ia manusia? Aku seharusnya menanyakan itu langsung pada Jungkook. Namun keberanianku hanya sekedar mencalar punggungnya saat ia terlalu kasar menghantam bagian bawahku.

Aku mengingat kembali Jungkook dan aku tersenyum hambar.

Betapa bodohnya aku kala itu, mempercayai seseroang yang hanya akan berujung menewaskanku juga.  Pantas ia mencariku, dendamnya mungkin belum sepenuhnya terbalaskan.

Haha, bodoh. Aku bodoh. Sudahlah mengingat laki laki itu membuat aku semakin gila.

Aku mengambil ponselku dan memasangkan earphone ke telingaku. Lantunan lagu Clouds dari penyanyi Before you exit. Selalu menjadi rasa penenangku. Aku selalu merasa bahwa kedua orang tuaku baik baik saja~.

Terlebih ibu.

Ibuku yang tak pernah sedikitpun memperlihatkan lengkungan sedih di bibirnya. Ronanya selalu bahagia dengan jiwanya yang tegar. Ibuku selalu membuat aku tertawa dan bahagia dengan caranya sendiri. Ibu selalu memperkenalkanku akan indahnya hujan. Bagaimana cara menyampaikan rasa alam kepada manusia sangat bisa ia rasakan. Tuturnya.

Aku yang pada saat itu belum mengerti apapun hanya bisa tersenyum dan bertepuk tangan kala ibu menceritakan sebuah kenangan seseorang yang sempat terjebak hujan bersama di salah satu halte bus.

Mata ibu selalu memancarkan sorot bahagia saat menceritakan kenangan tersebut hingga akhirnya aku tau bahwa orang yang ia ceritakan adalah Ayah dan Ibuku sendiri.

Mulai dari itu ibu selalu berkata padaku. Jangan pernah memandang Hujan sebagai tangisan sang langit yang sedang sedih. Coba lihat sisi lain bahwa langit memberikan bahagia pada kita, menularkan sedikit rasa nyaman pada kita.

Bahwa hujan tak selamanya buruk. Lihatlah buktinya dengan adanya Hujan Ibu dan Ayah bisa bersatu.

Serunya sambil tersenyum menatapku dalam.
Semua perkara tentang kehidupan selalu ia sampaikan padaku. Yang mana intinya bahwa aku harus menjadi sosok yang baik, baik, dan baik.

Ibu selalu mengajarkanku kebaikan dari hal apapun. Aku bahagia saat mendengarkan ceritanya. Saat aku di tegur olehnya aku sempat sedih, namun di akhir tegurannya ia selalu memeluk dan mencium keningku lama. Ibuku selalu menyayangiku dengan caranya.

The Jerk Wants Me - KM.ᴱⁿᵈ [ Revisi ]Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt