BAB 34: Sudut Pandang Ibram

18.6K 789 132
                                    

Selamat membaca😊

***

Langit kebiruan di atas sana sudah sempurna diselimuti gelap. Kerutan di dahiku kian dalam kala Moira tak kunjung merespons panggilanku setelah tadi ia menolaknya.

Merasa janggal, aku memutuskan untuk turun dari mobilku dan masuk ke dalam apartemen menyusulnya. Di dalam tampak sepi, seperti tak ada kehidupan, dan hal itu malah membuatku kian khawatir. Moira penakut dan di tempat sepi begini apa mungkin dia tersesat?

Aku mendengkus dan menggelengkan kepala cepat, mengenyahkan pikiran tololku sendiri. Walau perawakannya seperti anak kecil, tetapi tetap saja dia adalah wanita beranjak dewasa yang tak mungkin menjadi konyol harus tersesat di apartemen.

Sesampainya di pintu kamar yang menjadi tujuanku, segera kuketuk pintunya. Untungnya tadi siang Moira memberi tahu nomor apartemen milik temannya. Maka, aku tidak terlalu sulit untuk menemukannya.

Hanya butuh waktu dua menit untuk aku menunggu pintu coklat itu terbuka. Kemudian, muncul dua orang gadis yang salah satunya bertinggi badan sama dengan Moira, tetapi kepalanya tak terlindungi kain tudung. Sedang, gadis satunya lagi masih menggunakan mukena, entah dia hendak salat atau sudah, tetapi yang pasti aku jadi tidak enak hati karena sudah mengganggunya.

Namun, sejurus kemudian alisku bertaut dan hatiku menjadi kalut. Di mana wanitaku?

"Moira ada?" tanyaku langsung.

Dengan kompak ke dua gadis itu mengerutkan dahinya dan saling berpandangan. "Moira udah pamit dari tadi," jawab gadis yang menggunakan mukena, dengan sedikit kebingungan.

Sejenak, napasku tertahan. Pikiran jelek pun tak bisa terelakan dalam benak.

"Emang enggak ketemu? Padahal udah pamit kurang lebih 20 menit yang lalu." Gadis yang tak berkain tudung menambahkan, yang sontak membuat pikiranku kian kacau. Selama itu? Ke mana perginya ia!

Tak bisa berkata apapun, aku hendak pergi tanpa permisi pada ke dua teman Moira tersebut. Namun, baru saja aku hendak berbalik, tiba-tiba suara pintu yang dibuka dengan kasar mengalihkan perhatianku. Ke dua teman Moira pun ikut tersentak dan melihat ka arah suara itu berasal.

Tepat di ujung sebelah kiriku, terlihat pria yang amat familier. Bukankah itu Andi? Penglihatanku tidak mungkin salah, bukan?

Tetapi, detik berikutnya ia kembali menutup pintu tersebut dengan panik kala kami bertemu pandang. Hal tersebut tentu membuatku curiga. Satu hal yang tersemat dalam benakku saat ini adalah... Moira dalam bahaya.

Tidak terasa rahangku mengeras, mataku sempurna melotot ke arah pintu darurat tadi dengan kaki yang terus terayun berlari. Amarah sudah menguar dalam tubuhku, meski hal tersebut belum tentu, namun, perasaanku kuat menjelaskan bahwa Moira ada di sana. Demi apapun, jika prasangkaku benar, tak segan akan kuhabisi dia!

Aku membuka pintu darurat tersebut dengan kasar. Di sana temaram, mataku sedikit menyipit untuk mencari keberadaan Andi. Sayup-sayup aku mendengar keributan di bawah sana, kuturuni tiap anak tangga dengan cepat. Detik berikutnya, aku seperti melayang, kakiku terasa ringan tak berpijak. Hatiku seperti baru saja terkena busur panas dan lebur tak berbekas.

Orang-orang di bawah sana yang sudah mengetahui keberadaanku, kini tengah menatapku dengan ngeri. Di pandangan mereka mungkin saat ini aku adalah monster yang siap melahap mereka.

Beberapa saat aku diam mematung dengan lutut yang terasa lemas. Namun, kala netraku berhasil mengetahui siapa orang-orang di bawah sana, dan lagi siapa orang yang tengah mereka kerumuni, di situlah darahku mendidih.

"B*NGSAT!!" Aku berlari ke arah Andi dan mengacungkan kakiku dengan tinggi, mendorong perut Andi kuat-kuat hingga pria itu terpental membentur tembok dengan suara erangan tak terelakan.

IKRARKde žijí příběhy. Začni objevovat