BAB 14: Menumbuhkan Renjana

14.8K 730 21
                                    

⚠⚠Romance Act⚠⚠

۞۞۞

"Mas." Moira ragu mulanya memanggil pria yang tengah focus pada ponselnya itu.

"Hmm," jawab Ibram dengan mata yang tak teralihkan.

Moira menggigit bibirnya menimbang. Haruskah ia mengatakannya? Tetapi kalau tidak rasanya seperti dihantui penasaran. Lebih baik dihantui penasaran daripada penyesalan, mungkin itu prinsipnya yang harus dibumi hanguskan dalam kamusnya sekarang.

"Moira mau tanya sesuatu." Netra yang sedari tadi focus pada layar ponsel kini menatap Moira dengan ekspresi penasaran, seketika hatinya berdesir. Sungguh kalimat terkutuk yang membuat siapa saja mendadak bak tengah ketahuan melakukan kejahatan.

"Ap-apa?" Ibram gelagapan.

Mendadak Moira terkekeh melihat ekspresi Ibram. "Kok tegang banget, sih? Kayak lagi ujian matematika."

Ibram mendengus sambil memutar kedua bola matanya. "Apa?" tanyanya enggan.

Moira mencebik sambil menatap Ibram jenaka lalu berkata, "Jangan marah gitu dong, nanti tambah tua lho!"

"Mau tahu enggak marahnya orang yang udah tua gimana?"

Ibram mendorong tubuh kecil Moira hingga membuat tubuh gadis itu terjatuh ke sofa. Terlihat wajah Moira yang terkesiap atas tindakan tiba-tiba yang dilakukan Ibram. Tangan besar Ibram mengurungnya, wajahnya ia majukan agar menghilangkan jarak diantara mereka berdua. Satu gerakan saja, kening dan hidung mereka dapat bertemu.

Moira menelan ludahnya susah-susah, jantungnya berdegup kencang, darahnya berdesir, perutnya terasa mulas. Gadis itu dapat merasakan hembusan napas Ibram yang hangat menerpa wajahnya. Terlihat Ibram menyeringai di atasnya. Kemudian, sebuah ide muncul dari dirinya. Pria itu mau bermain-main dengannya.

"Gimana?" tanya Moira sambil mengalungkan tangannya ke leher Ibram, jari-jarinya mengusap tengkuknya samar.

Ibram tentu terkesiap mendapatkan serangan balik dari Moira. Gadis kecil yang selama ini ia kenal sering malu-malu itu mengapa bisa berbuat demikian? Ah, tiba-tiba libido Ibram tak terkontrol digoda seperti ini. Mengalah, Ibram menarik tubuhnya hingga tangan Moira terlepas.

"Mau tanya apa cepet. Aku udah ngantuk," kata Ibram dengan nada sedikit kesal yang dibuat-buat.

Moira terkekeh lagi sambil membangunkan tubuhnya, ia berhasil menggoda suaminya. Entah keberanian dari mana, tiba-tiba saja terdorong begitu saja. Tapi bukankah satu kemajuan lagi untuk hubungan mereka? Moira harus sering-sering menggoda pria itu agar dinding es yang menghalanginya mencair. Eh, tapi bukan menggoda dalam hal 'itu' tetapi lebih kepada untuk mencairkan hubungan mereka.

"Moira mau tanya soal Anindira." Lagi, Ibram terkesiap. Pupil matanya sempurna membesar. "Kenapa Mas Ibram tidak menikahinya dulu?"

"Bukan urusanmu," jawab Ibram datar.

"Eh, jelas urusan Moira." Gadis itu menunjukkan cincin pernikahan yang melingkari jari manisnya pada Ibram, siapa tahu pria itu lupa.

Ibram menatap Moira dengan tatapan menyelisik. Malam ini istrinya begitu aneh, benarkah dia Moira? Mengapa sikapnya berubah 360 derajat. Apa tadi dia salah makan? Seingat Ibram makan sup ayam tak akan membuat orang kehilangan identitasnya.

"Jawab dong, Mas," tuntut Moira tak sabaran.

Ibram berdehem membersihkan kerongkongannya. Bercerita tidak ada salahnya, dan mungkin saja 'kan dengan dirinya bercerita gadis itu bakal mengerti posisi Anindira.

IKRARWhere stories live. Discover now