BAB 20: Titik Kata

14.8K 760 38
                                    

⚠⚠Romance Act⚠⚠
Selamat membaca😊
🌹🌹🌹

"Lho, mau kemana?"

Fara membawa nampan berisi dua porsi makanan pesanannya. Keningnya berkerut, heran sebab Moira mengajaknya untuk ke luar dari restoran itu.

"Kita makan di tempat lain aja," ajak Moira sambil menarik siku Fara.

"Ini 'kan makanannya udah ada," protes Fara tetapi mengikuti juga tarikan dari tangan Moira.

"Bungkus aja."

Fara tak bisa menolak. Penasaran, kepalanya menoleh ke belakang sekadar mencari tahu apa yang membuat sahabatnya bertingkah demikian. Padahal tadi sangat semangat untuk makan siang. Pasti ada sesuatu pikir Fara.

"Kenapa sih harus makan di sini?" tanya Fara setelah mereka tiba di food court yang berada di mal yang sama.

"Gak ada kursi," terang Moira singkat sembari membuka kotak yang membungkus makanannya.

"Perasaan tadi ada deh." Fara menautkan kedua alisnya seraya beripikir. Sepenglihatannya pada saat masuk ke restoran dirinya melihat tempat yang kosong.

"Iya ada, cuman udah diduluin. Orangnya gak mau ngalah." Moira menghembuskan napasnya pelan, mengingat kejadian tadi bersama Anindira. Terbayang tatapan wanita itu, pun dengan suaranya yang terus terngiang-ngiang.

Tidak puas kamu merebut semua hakku?

"Jahat banget sih tuh orang, padahal mau enak wifi-an di sana," gerutu Fara.

"Orang jahat adalah orang baik yang dikecewakan." Moira bergumam pelan setengah melamun. Matanya menatap kosong pada nasi yang berada di depannya.

"Hah?! Ngomong apa sih lo?"

Fara terheran, matanya menyelisik pada Moira yang kini dilihatnya sedang memikirkan sesuatu. Fara ingin bertanya namun tak ia lakukan dan memilih menyantap makanannya.

***

Moira mengendap-endap berjalan ke dapur. Dilihatnya Ibram sedang memasak. Kalau didengar dari suaranya, agaknya pria itu sedang memasak telur. Moira jadi menyesal tak mengecek lagi pesannya yang ternyata belum dikirim.

Pasti Ibram sangat lelah setelah lembur pulang jam 8 malam tadi dan mengetahui fakta tidak ada makanan apapun. Lalu, Moira dengan cueknya mengabaikan Ibram yang mengadu kelaparan, sebab dipikirnya pria itu sudah membaca pesannya yang menyuruh untuk makan di luar.

Pikirannya hari ini sungguh kacau, perkataan Anindira terus menghantuinya membuat mood-nya hancur. Bahkan semangat belajarnya pun hilang. Tak ada perisapan apapun untuk UTS esok hari, mungkin subuh nanti ia akan coba untuk belajar.

"Jangan cuma ngintip, sini bantuin," ujar Ibram yang mengetahui keberadaan Moira.

Moira nyengir lalu melangkahkan kakinya mendekat pada Ibram yang sibuk di depan kompor. Memberanikan diri, Moira memeluk Ibram dari belakang dan sedikit merasakan tubuh Ibram yang menegang sesaat. Moira menempelkan wajahnya pada punggung Ibram dan menghirup aroma tubuh pria itu yang maskulin.

"Maaf," ucap Moira pelan. Ia sungguh menyesal.

Terdengar Ibram menghembuskan napasnya pelan. "Jangan ulangi," peringatnya.

Moira mengangguk pelan. Kemudian ia mengigit bibir dan menimang apakah ia ceritakan apa yang ada dipikirannya? Sebab jika tidak rasa-rasanya ia tak nyaman, dan tak sanggup sembunyikan perasaan gelisahnya. Toh masalah ini pun ada sangkut pautnya dengan Ibram. Ralat, pria itulah sumber masalahnya pikir Moira.

IKRARWhere stories live. Discover now