BAB 16: Bunga Tidur

15.4K 727 41
                                    

Selamat membaca 😊

🌹🌹🌹

Jika kesalahanmu seluas danau, maka maafku seluas lautan.

🌹🌹🌹

Buku jari-jari Ibram memutih, ia cengkeram kuat-kuat kemudinya. Kali ini bukan kuda besi tunggangannya.

Berkali-kali ia mendengus, mendecak, lalu mengacak rambutnya frustrasi. Bagaimana bisa Moira membuatnya semarah ini? Jika dipikir-pikir bukankah ini seperti perasaan... cemburu? Ah, persetan dengan cemburu!

Memangnya suami mana yang tak akan berang jika melihat istrinya disentuh laki-laki lain? Tak terasa rahang Ibram mengeras, cengkeramannya pada kemudi kian kuat. Mengingat wajah bocah ingusan itu membuatnya ingin melayangkan tinju sekarang juga. Sungguh menyesal membiarkan bocah ingusan itu bebas tanpa ia tinggalkan tanda kepalannya.

Wanita berambut pendek yang sudah 10 menit Ibram tunggu akhirnya menampakan batang hidungnya. Kulitnya tetap bersinar ketika berjalan menyusur tempat parkir rumah sakit yang kurang pencahayaan ini. Ia cantik seperti biasanya.

Anindira menghentikan langkah kakinya ketika sampai di hadapan Ibram. Dilihatnya pria itu sedang asyik memainkan kunci yang ada di genggamannya. Tubuhnya terduduk di bagian depan mobil.

Netra Anindira menyelisik, merasa ada yang lain dari prianya. Ia hafal betul bagaimana perangai pria yang sudah ia pacari selama 10 tahun itu. Jelas Ibram sedang dalam kondisi yang tak baik. Terlihat dari keningnya yang berkerut dalam, tatapan matanya yang kelam, dan bibirnya yang terkancing diam.

"Kamu sedang ada masalah." Itu jelas bukan pertanyaan melainkan pernyataan yang keluar dari mulut Anindira.

Ibram menatap Anindira lekat. "Kamu sangat mengenalku dengan baik."

Anindira menghembusakan nafasanya pelan kemudian berkata, "Aku kekasihmu, ingat?!" Anindira duduk di sebelah Ibram, matanya menatap langit yang saat ini sedang ramai oleh kehadiran bintang.

"Um... kamu mau langsung pulang?" tanya Ibram ragu. "Mau temani aku habiskan waktu malam ini?"

Anindira menolehkan pandangannya pada Ibram sehingga pandangan mereka bertemu. Sejak Ibram menikah inilah pertama kalinya pria itu menjemputnya selepas pulang bekerja, pun pertama kalinya pria itu mengajaknya pergi lagi setelah ke mal waktu itu bersama Mama. Hati Anindira kemudian tergelitik untuk mengetahui lebih jauh masalah apa yang sedang menimpa pria ini sehingga menjadi dirinya yang lain−setelah dirinya menikah tentunya.

"Kamu kenapa? Maksudku sedang ada masalah apa?"

Sebetulnya Ibram tak mau bagi tahu persoalan apa yang sedang mengacaukan pikirannya, tetapi rasanya batinnya meronta ingin diungkapkan. Ia butuh teman bercerita saat ini. Anindira... tidak apakah? Nuraninya berteriak untuk katakan saja, jangan pedulikan dulu perasaan orang lain. Saat ini perasaannya yang tengah butuh pertolongan. Berharap semoga Anindira mengerti.

"Aku sedang ada masalah dengan Moira."

Anindira bereaksi tak sesuai dengan ekspektasi Ibram. Wanita itu berdiri dari duduknya, tubuhnya seolah tersengat kala mendengar nama gadis yang tak ingin ia dengar itu mengudara dari mulut Ibram.

"Ap-apa?!" Telinganya tak mungkin salah dengar, bukan?

Ibram mengusap wajahnya kasar. Keputusannya sangat salah. Ia malah memperkeruh keadaan, membuat pikirannya kacau kian kalut.

"Ja-jadi kamu datang ke aku karena kamu sedang ada masalah dengan bocah itu?!" Marah Anindira sambil menunjuk Ibram. "Kamu pikir aku ini seperti rumah sakit yang dikunjungi ketika butuh pengobatan saja?!" Kali ini telunjuk Anindira menunjuk bangunan bertingkat yang berada di belakangnya.

IKRARTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang