BAB 8: Lurus Hati

14.9K 856 40
                                    

Selamat membaca 😊

۞۞۞

"Maafkan aku juga yang akan egois, Moira," timpal Ibram lemah. Sejujurnya dia tidak ingin mengatakan ini, tetapi akan lebih baik jika dikatakan daripada diam menimbulkan kesalahpahaman. "Aku belum bisa memutuskan, apakah kamu atau Anindira."

Kali ini Moira menarik nafas dalam seolah parunya kehabisan oksigen. "Moira perlu kejelasan dari Mas Ibram." Moira menatap Ibram, air matanya terlihat membasahi wajah bulatnya. "Sebagai istri tentu Moira tidak mengharapkan kehadiran wanita lain di pernikahan kita."

"Justru kamu yang tidak kami harapkan kehadirannya di hubungan kami," ujar Ibram seraya mengusap wajahnya frustrasi. Tentu yang dimaksud pria itu adalah hubungan dirinya dan Anindira. Hati Moira kian menganga dibuatnya, bisa-bisanya pria itu berujar demikian.

"Mas Ibram tentu tahu pernikahan ini bukanlah suatu hal yang kebetulan," tegas Moira seraya melengos tak mau menatap suaminya.

Ibram mendengus. "Aku tahu itu," jawab Ibram sinis. "Kalau kamu mau mempertahankan pernikahan ini maka kamu harus memberiku waktu. Kamu harus menerima kondisiku sekarang. Kamu harus mau menerima hubunganku dengan Anindira.

"Jangan pernah memaksaku, apalagi mengekangku," pungkas Ibram.

Moira terbelalak mendengar penuturan Ibram. adakah seorang istri yang mau menerima semua perkataan Ibram barusan? Tentu tidak!

Tetapi Moira terlalu sadar diri. Ibram benar. Kehadiran yang tidak diharapkan bukan wanita itu, akan tetapi dirinyalah. Sejurus kemudian Moira mengangguk lemah berbarengan dengan air matanya yang kembali turun.

Daripada harus mengekang lalu yang dikekang hengkang. Lebih baik berdoa minta pertolongan Allah, semoga kelak ada jalan yang terbentang. Jalannya bersama Ibram tanpa wanita lain yang hadir di kehidupan mereka.

"Tapi bisakah Moira minta satu hal?" tanya Moira penuh harap.

"Apa?"

"Surat An-Nisa' ayat 19." Moira berkata sambil berlalu meninggalkan Ibram. Gadis itu berlari kecil menaiki anak tangga seraya memegang dadanya, menahan agar lubang dihatinya tak semakin menganga.

Sementara Ibram bergeming di tempatnya. Otaknya sedang bekerja untuk mencerna perkataan Moira barusan.

Ibram meraih ponselnya untuk membuka aplikasi Al-Qur'an di dalamnya. Kemudian jarinya mengetik sesuai dengan ucapan Moira. Ibram termenung kala membaca terjemahan pada dua kalimat terakhir.

"...Dan bergaullah dengan mereka (para istri) secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak." (QS. An-Nisa': 19).

Mengapa Allah menempatkan dirinya pada posisi sulit seperti ini?! Keluh Ibram frustrasi.

***

"Moira,"

Moira yang sedang terfokus pada ponselnya terlonjak kala suara laki-laki yang begitu familier mengusik telinganya.

"A-Akmal," ucapnya terbata. Sejak kejadian di mal itu hubungan Moira dan Akmal menjadi canggung. Entah mengapa Moira sendiri tidak mengerti, kini bertemu Akmal saja rasanya tidak ingin kalau bisa.

"Fara belum datang?" tanya Akmal berbasa-basi. Tentu laki-laki itu sudah tahu kalau Fara belum datang sebab di kelas ini tak terlihat keberadaannya.

"Iya," jawab Moira singkat, lalu fokusnya kembali pada ponsel. Walau sebetulnya ia tidak sedang berbuat hal penting di ponsel itu. Hanya melihat-lihat insta story tanpa betul-betul tertarik untuk membaca maupun menontonnya.

IKRARWhere stories live. Discover now