BAB 23: Jelajah Hati

14.8K 674 20
                                    

Tubuh Moira sulit untuk digerakan, seperti ada yang menjerat tubuhnya. Sekuat tenaga ia coba lepaskan, tetapi nihil hingga kesadaran ia dapatkan. Matanya mengerjap beberapa kali. Objek yang pertama kali ia tangkap adalah hidung mancung seseorang yang sudah tak asing baginya.

Moira mengerang pelan tatkala menyingkirkan tangan dan kaki orang yang melilit tubuhnya. Ibram jadikan dirinya guling. Kini pandangan Moira beralih pada jam weker yang berada di atas nakas. Pukul setengah 3 dini hari.

Agaknya tubuh gadis itu seperti sudah diset tak ubahnya alarm, bangun diwaktu yang tepat untuk melesatkan anak panah ke langit. Dengan sedikit limbung gadis itu paksakan tubuhnya untuk turun dari petiduran dan segera tunaikan tahajud.

Dalam sujud panjang terakhir dua rakaatnya, Moira dengan sungguh dan hati lurus ungkapkan harapannya.

Illahi Rabbi.

Hamba-Mu ini akan panjatkan pinta.

Lebih dari sebuah garam maupun sandal jepit yang diidam.

Illahi Rabbi.

Syukurku hanya setetes tirta, sedang nikmat-Mu seluas segara seolah tak peduli banyaknya kesilapan yang sudah tak terkira.

Illahi Rabbi.

Lapangkanlah hati ini untuk terima segala ketentuan-Mu.

Sempitkanlah prasangka buruk yang membelenggu kalbu.

Illahi Rabbi.

Lembutkanlah hati mereka yang berselimut dengki.

Lunakanlah hati ini yang sering kali merasa basau tak terima kicau mereka yang tak bisa kuhalau.

Illahi Rabbi.

Berkahilah pernikahan kami sebagaimana Engkau berkahi pernikahan Rasulullah dan Ummu Abdillah, pun Sayyidina Ali dan Sayyidah Fatimah.

Illahi Rabbi.

Satukanlah kami selalu apabila itu adalah suatu kebaikan, dan pisahkanlah kami apabila itu adalah suatu kebaikan.

Illahi Rabbi.

Andai ini layak bagiku, penuhilah pinta ini dengan rida-Mu.

Tak terasa air mata penuh pengharapan terurai. Kepada Sang Pemberi Harapan-lah sepatutnya segala harapan digantungkan, sebab berharap pada manusia sama dengan menggantungkan kecewa.

***

"Um... Moira ke toilet dulu ya," izinnya.

"Gue ikut," ujar Nadin yang langsung dapat anggukan dari Moira.

Sepulang kuliah, Moira kembali mengantar Nadin dan calon tunangannya untuk membeli cincin atas permintaan Bunda.

Moira dan Nadin meninggalkan Andi−calon tunangan Nadin−di toko perhiasan yang sedari tadi mereka singgahi. Nadin dan Andi masih memilih cincin yang akan mereka tukar nanti saat pertunangan. Cara Andi meminang Nadin sungguh berbeda dengan cara Ibram meminang Moira. Semua ini atas permintaan dari pihak Andi untuk gelar pertunangan.

Moira berdehem. "Nadin," panggilnya ragu pada Nadin yang kini tengah mencuci tangannya di wastafel.

Nadin mengarahkan pandangannya pada pantulan Moira di dalam cermin besar yang ada di depan mereka. "Apa?"

"Nadin udah lama hubungan dengan Andi?"

"Enggak, baru 2 bulan." Mata Nadin kembali teralih pada kedua tangannya yang basah, gadis itu kemudian mengarahkannya pada alat pengering tangan. Suara bising alat tersebut memadati toilet yang berukuran 5m x 3m ini.

IKRARWhere stories live. Discover now