PART 3

2.4K 401 32
                                    

🥀 Skill berbohongmu membuatku tertawa. 🥀


Pukul sepuluh malam, Tori baru selesai dari acara makan-makan dengan rekan kerjanya.

Ia banyak makan malam ini. Tori bisa merasakan betapa berat kakinya melangkah karena kekenyangan, dia juga mengantuk. Ini menyebalkan, padahal dia harus berjalan kaki menuju halte bus.

Tori merasa seperti babi.

"Uh?" silau sekilas cahaya reflek menarik perhatian Tori. Ia mendongak dan menemukan kalau cahaya itu datang dari papan LED yang terpajang di atap depan sebuah cafe. Lampunya yang berkedip-kediplah yang menarik perhatian Tori.

T&A cafe, Taste and Amaze yourself.

Tempat itu, cafe yang biasa Tori kunjungi setiap pulang kerja. Belakangan ini ia tidak datang kesana karena Chanyeol, teman minum-minumnya sedang ongkang-ongkang kaki di Hongkong. Minum wine di hotel mewah dan berjabat tangan dengan artis luar sesuka hatinya.

Tch. Tori jadi semakin iri.

Andai saja ia punya skill di bidang musik, dia pasti sudah bekerja di agensi Chanyeol. Bertemu artis-artis keren dan keluar negeri semaunya seakan tiket pesawat harganya sama dengan sebungkus snack.

"Ah! Apa yang aku pikirkan barusan!" Tori menepuk dahinya kencang. "Tidak boleh iri, tidak boleh iri! Bekerja di penerbitan buku itu keren kok. Aku bisa bertemu dengan banyak penulis legendaris, terlibat dalam membuat karya-karya yang luar biasa..., yah, walaupun gajiku tidak sebanyak royalti Chanyeol sih."

Bosan bermonolog di depan cafe, Tori akhirnya memutuskan untuk masuk. Mungkin minum segelas bir tidak akan membuat perutnya meledak.

Melangkah lurus menuju meja bartender, Tori akhirnya membuat pesanan. Si bartender yang sudah terbiasa dengan eksistensinya, tersenyum hangat dan menyerahkan segelas bir kepada Tori.

"Hari ini sendirian?" tanyanya basa-basi.

Tori mengangguk, matanya tertuju ke layar televisi yang sedang menyiarkan festival musik yang sedang diselenggarakan di Hongkong.

"Di mana temanmu?" tanya si bartender lagi.

"Di sana." sahut Tori, dagu mengendik ke arah televisi.

"Heh? Hongkong, kah?"

"Umm. Biarku beritahu satu rahasia..., temanku itu..." Tori menyeringai. "Fanboy."

"Haaa?"

"Tentu saja. Dia penggemar berat Ina, kau tau penyanyi pendatang baru itu. Dia mengikuti wanita itu kemana-mana dengan kamera sebesar bazoka." Tori berapi-api.

"Stalker?"

Menggeleng. "Tidak, tidak... Tidak seperti itu..." ia nyaris tertawa melihat si bartender yang menanggapinya serius.

"Apa mungkin dia pengelola fansite?"

"Nah, yah, sesuatu seperti itu." menenggak minumannya, Tori kembali menatap televisi.

"Dia itu sangat menyukai Ina."

Senyum Tori mengembang tipis.

Duduk santai sambil menikmati lagu yang terputar di televisi, getaran ponsel Tori tiba-tiba saja menginterupsi. Kakinya yang tadi terayun bebas di bawah bangku putar yang tinggi akhir berhenti.

"Halo?" jawabnya pada panggilan itu. "Apa? Oh, iya..., iya. Aku akan segera kesana."

Dalam hitungan detik, raut jenaka Tori berubah kesal seusai menerima panggilan itu. Ia menutup teleponnya dan menyelipkan benda itu pada tas kerjanya.

RESONATE (PCY)Where stories live. Discover now