Chapter 33 Hadiah ✔

293 52 26
                                    

Uhuk uhuk

“Papa gpp? perlu Mayra panggilin dokter?” Mayra terlihat panik melihat kondisi papanya yang semakin hari kian memburuk.

Adi menggeleng sembari menepuk-nepuk punggung tangan Mayra. Memang kondisinya semakin melemah, bahkan untuk berjalan sekarang dia memerlukan tongkat bantuan. Tapi tak apa, walaupun fisiknya tidaklah sehat, tapi hatinya penuh dengan kedamaian setelah hubungannya dengan sang anak semakin membaik.

“Papa sebenarnya sakit apa? Mayra khawatir sama Papa. Dokter juga gak mau ngasih tahu Mayra.” Mayra menekuk bibirnya setelah hanya menerima senyuman dari ayahnya.

“Sakit ringan kok. Kamu gak perlu khawatir,” ujar Adi sambil terus menggenggam tangan Mayra. Mau tak mau Mayra hanya bisa menampilkan senyumannya. Ia juga tak akan memaksa papanya untuk memberitahukan segalanya padanya. Yang dapat dia lakukan hanya berdoa agar papanya kembali sehat sedia kala.

*♡*

Mayra berjalan dengan penuh kewaspadaan di tengah koridor sekolah. Takutnya, dia akan menerima perlakuan tak menyenangkan dari murid lainnya. Dari mempermalukannya, menjahilinya, dan juga dengan kekerasan pun dilakukan oleh teman lainnya.

Mungkin memang karma sedang berlaku padanya. Dulunya, Mayra selalu bertindak seenak hatinya tanpa mempedulikan perasaan orang lain. Dan sekarang itu semua kembali padanya, bahkan dengan perlakuan yang lebih parah dari yang dulu ia lakukan. Langkahnya kini sudah tepat di depan kelasnya. Anak-anak lainnya sedang heboh melihat ponsel mereka. Mungkin ada gosip atau hal-hal menghebohkan lainnya sedang terjadi. Mayra tak mempedulikan itu. Ia terus saja berjalan sampai akhirnya dia duduk di bangkunya.

Bruuk

Seseorang menendang pelan bangkunya. Mayra menolehkan kepalanya ingin melihat sosok yang mencari masalah dengannya.

“Berdiri!”

“A—apa?”

“Lo budek? Gue bilang berdiri!” Mayra dengan segera berdiri setelah melihat raut wajah tak bersahabat padanya.

“Pindah tempat duduk!”

“Eh?” Mayra melongo.

“Pindah!”

Mayra pun bergeser dari tempat duduknya. Sungguh ia tak bisa melawan jika sudah berhadapan dengan lelaki itu.

“Jadi gue duduk dimana?” cicit Mayra.

“Bukan urusan gue.” Tara memalingkan wajahnya. Tak peduli lagi dengan Mayra.

Mayra menahan tangisannya, tak kuat dengan perlakuan Tara padanya sekarang. Bahkan lelaki itu sudah tak sudi untuk duduk dengan dirinya. Mustahil rasanya Mayra bisa kembali seperti dulu pada Tara.

Mayra berpindah tempat dengan Lusi yang sebelumnya duduk sendiri di pojok kanan belakang. Anak itu terkenal dengan keanehannya. Aksinya yang suka berbicara sendiri membuat dirinya dijauhi oleh teman lainnya. Sekarang, Tara lebih memilih duduk bersama anak aneh itu dibandingkan dengan dirinya.

Mayra mengalihkan perhatiannya dari teman lainnya yang tengah menatap dirinya bingung. Bingung melihat Tara yang sekarang sudah duduk bersama Lusi. Mayra pun mengeluarkan ponselnya, itu lebih baik daripada duduk terdiam melihat Tara duduk bersama gadis lain.

Tak Pernah Berpaling (SUDAH TERBIT)Onde histórias criam vida. Descubra agora