Chapter 32 Bingung✔

268 57 13
                                    

“Ini mau sampai kapan kita berdiam diri di sini? Kalau Kakak diam terus, mendingan aku ke kamar papa aja. Papa pasti nungguin aku.” Mayra memerhatikan mimik muka Kak Tara yang terlihat sedih. Sudah hampir 15 menit mereka duduk diam di kantin rumah sakit yang tengah sepi.

“Kak ...”

“Mayra, gue bakalan pergi.” Kak Tara berhasil membuatnya terkejut. Ini persis seperti beberapa tahun yang lalu.

Mayra menggigit bibir bawahnya, memilih bungkam dengan memendam semua pertanyaan dan larangan. Matanya pun tak sanggup untuk menatap lelaki yang sudah sangat dikenalnya itu.

“Gue pergi ngurusin perusahaan papa di luar negeri. Dan ... mungkin gue gak akan pulang."

“A-apa?” Dengan susah payah Mayra mengeluarkan suaranya.

“Maafin gue, May. Maaf karena ninggalin lo untuk kedua kalinya.” Ia merengkuh Mayra ke dalam pelukannya dari seorang pria kepada seorang wanita. Mayra menangis tak tahu harus berbuat apa. Dia tak bisa melarang untuk lelaki itu bertahan di sisinya, tapi di samping itu dia juga tidak rela Kak Tara pergi meninggalkannya lagi.

*♡*

“Maafkan aku telah menceritakan semuanya pada Mayra.”

“Tak apa. Itu lebih baik dan seharusnya aku berterima kasih padamu. Karena berkat kau, hubunganku dengan anakku menjadi lebih baik.”

Surya menepuk pelan bahu sobatnya. “Hilangkan semua rasa kesalmu, belajarlah untuk hidup bersama anakmu dengan damai.” Surya melangkah menatap taman rumah sakit melalui jendela. “Keluargaku akan pindah ke Bern. Dan, mungkin kami menetap di sana.”

“Kapan? Kenapa kau tidak memberitahukanku sebelumnya?”

“Besok. Tidak penting kapan aku memberitahumu, aku juga pasti akan pergi pada akhirnya.” Adi menghela napas melihat sikap sahabatnya yang memang sedari dulu begitu.

Cklek

“Kau ...” Adi terkejut melihat seorang lelaki di samping Mayra. Sekelebat bayangan tentang anak laki-laki remaja yang dulu sempat dianiayanya terbayang di benaknya.

“Iya Om. Saya teman Mayra yang dulu pernah ke rumah Om." Tentu Kak Tara tidak akan memberitahu hal yang sebenarnya terjadi, karena itu hanyalah masa lalu. Dan juga ia tak mau persahabatan kedua orang paruh baya itu hancur karenanya.

“Di-dia anakmu?”

“Ya, kau pernah melihatnya di saat umurnya 2 tahun. Tak kusangka dia berteman dengan anakmu.”

“Pa ... ini makanannya.” Mayra meletakkan dua bungkus makanan di nakas, lalu ia terduduk di sofa dengan pandangan kosong.

“Apa yang terjadi dengannya?” Adi memelankan suaranya. Surya hanya menggedikan bahunya.

“Aku sudah menjengukmu dan kuharap kau cepat sembuh. Kunjungi aku jika kau sudah sembuh. Jaga kesehatanmu ... dan juga anakmu.” Mereka tersenyum dan berjabat tangan. Persahabatan tak kenal waktu, tempat, dan jarak.

“Mayra, antar mereka.”

Gelinang air mata kembali muncul di sudut mata Mayra.

Tak Pernah Berpaling (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now