Chapter 34 Aku Pergi ✔

321 56 28
                                    

Beberapa hari sudah Mayra lewati dengan penuh kesengsaraan. Teman-teman yang semakin brutal padanya, Tara yang seolah-olah tidak melihatnya ada, dan juga kondisi sang ayah yang kian menurun.

Penderitaan Mayra masih saja berkelanjutan, ditambah dengan berita yang didapatkannya dua hari yang lalu mengenai penurunan bisnis ayahnya yang sebelumnya di serahkan oleh Adi pada tangan kanannya. Siapa sangka dia telah dikhianati oleh orang kepercayaannya sehingga membuat bisnisnya diambang batas. Kini Mayra juga harus berhemat dalam segala hal, mengingat biaya perobatan sang ayah yang terbilang mahal.

Mayra sangat ingin membantu papanya mencari jalan keluar dari keterpurukan yang menimpa, namun Adi selalu menyuruh Mayra untuk fokus pada sekolahnya. Anak remaja memang seharusnya fokus untuk belajar dan menikmati masa muda. Apalagi sebentar lagi Mayra akan lulus sekolah.

Sekarang, Mayra memutar-mutar badannya di depan sebuah cermin setinggi tubuhnya. Memastikan apakah penampilannya sudah sempurna untuk menghadiri acara ulang tahun sang idaman. Mayra mengenakan setelan dress sepanjang lutut bewarna carnation dengan motif floral yang bewarna puce dan mahogany. Sepasang single sole ankle strap heels bewarna putih. Rambutnya dipelintir rapi, ditambah dengan jepitan kecil ungu berbentuk rose menambah kesan anggun padanya.

Sebelumnya, ada perdebatan yang terjadi antara Mayra dan Adi. Gadis itu ingin menemani sang ayah karena firasat buruk yang dirasakannya. Namun, Adi mengingat bahwa anaknya harus menghadiri ulang tahun temannya, sehingga ia berusaha meyakinkan Mayra untuk pergi. Mau tak mau Mayra memutuskan untuk pergi dan sebelumnya Mayra sudah berpesan untuk menghubunginya jika terjadi sesuatu.

Kini, taksi yang dinaiki oleh Mayra sudah sampai di depan rumah mewah yang sudah di hiasi dengan lampu-lampu indah. Ia mematung melihat banyaknya tamu yang hadir di pesta itu. Mulai dari teman seangkatan hingga adik kelas.

Dia melangkah dengan mantap memasuki perkarangan rumah yang sudah disulap menjadi tempat pesta itu. Banyak yang menatapnya dengan wajah yang mengejek dan sejenisnya. Mungkin saja mereka iri dengan penampilan Mayra yang begitu indah di malam ini. Mayra tak berkeinginan untuk menanggapi orang lain yang dengan sengaja memancing emosinya. Tujuannya hanya mencari pemilik acara ini dan mengucapkan semua doanya untuk lelaki tersebut.

“Kak, Kakak undang Kak May juga?” tanya Rena yang tengah bersama Tara menikmati minuman mereka.

“Gue undang semua orang.”

“Apa dia bakalan datang?"

“Gue gak tahu dan gue gak peduli.” Tara merasa marah jika seseorang menyebut nama Mayra. Dia selalu terbayang akan foto dan ciuman Mayra dengan Beni. Apalagi akhir-akhir ini Mayra tak pernah menyapanya atau melihatnya. Mungkin saja gadis itu sudah melupakannya.

Mayra memiliki alasan tersendiri. Dia hanya tidak mau membuat Tara semakin marah padanya. Pernah dulu ia menyapa dan selalu memberikan senyuman terbaiknya pada Tara, namun lelaki itu malah memberikan ekspresi jengah dan marah padanya. Padahal diwaktu itu dia selalu dianiaya oleh murid lainnya, dan sebenarnya ia berharap Tara dapat memberikan senyuman balik padanya. Tentu itu menjadi penguat bagi dirinya untuk menghadapi semua hal. Ditambah lagi dengan masalah keluarganya, itu membuat Mayra tampak uring-uringan di sekolah.

“Hai sayang~” Beni tiba-tiba datang dan tangannya tanpa beban merangkul Mayra.

“Eh, itu Kak May.” Rena berhasil membuat Tara memberikan atensinya pada dua orang yang tak jauh berdiri di belakangnya.

Iya, Mayra sudah mendengar ucapan Tara yang tidak peduli padanya. Mungkin lebih baik untuk segera pulang, percuma rasanya dirinya ada disaat orang yang menjadi alasannya untuk datang malah tak menginginkan kehadirannya.

“Lepas!” Mayra menggeram marah. Melihat wajah Beni selalu berhasil membuat emosinya memuncak.

“Kenapa malu, sayang? Gak mau orang lain tahu hubungan kita?”

“Maksu—” Ucapannya terpotong oleh Beni yang untuk kedua kalinya mencicipi bibir ranum itu.

“Gak usah malu, sayang. Gue pergi ke toilet dulu ya, ntar kita lanjut lagi.” Tak lupa Beni mengedipkan matanya.

Tinggallah Mayra yang tampak shock. Begitu juga dengan orang lain yang tertarik dengan drama yang baru saja dimulai.  Tara menunjukkan tatapan mengerikan pada Mayra yang berdiri di hadapannya. Rahangnya mengeras serta tangannya terkepal kuat.

“Niat lo datang ke sini buat pamer kalau lo udah jadi pelacurnya Beni, iya?” Semua orang terdiam.
Mayra merasakan tangannya sudah mulai bergetar. “Bu-bukan gitu.”

“Atau lo di sini mau nyari mangsa baru?” Tara semakin merendahkan suaranya. Membuat orang yang hadir menjadi takut setelah melihat sosok Tara yang berbeda dari biasanya.

Sungguh Mayra sudah tak tahan berada di sini. “Tara, bukan gi—”

“Oh, gue tahu. Lo pasti kekurangan duit.” Tara mengambil dompetnya dari saku belakang celananya, lalu mengambil uang ratusan beberapa lembar. “Nih, ambil. Lebih baik lo pergi. Pelacur tempatnya bukan di sini.” Tara melempar uang-uang itu tepat di depan Mayra.

Lolos sudah air mata Mayra. Apa serendah itu dia bagi Tara? Selama tiga tahun Mayra mencintai lelaki itu. Lelaki yang selalu diberikannya senyuman walaupun selalu disakiti olehnya. Lelaki yang selalu diperjuangkannya setiap hari. Lelaki yang selalu ada dipikirannya. Lelaki yang menjadi penyemangat hidupnya. Dan sekarang, lelaki itulah yang berhasil membuatnya terjatuh. Berhasil membuatnya terluka ...

Tara tertegun melihatnya. Melihat air yang mengalir di kedua pipi indah itu. Ini adalah pertama kalinya dia melihat gadis itu menangis. Dan ia sadar betul bahwa dirinyalah yang membuat Mayra menangis dalam diam. Hati kecilnya menyuruhnya untuk merengkuh gadis itu dalam pelukannya, meminta maaf atas perlakuannya.

Belum Tara bertindak apapun, dilihatnya Mayra melangkah ke arahnya. Dengan kepalanya yang tertunduk dan air mata yang terus keluar tanpa isakan. Kini gadis itu tepat berdiri di hadapannya.

Tangan kecil itu meraih tangan hangat Tara dan memberikan sebuah kado kecil yang sudah dibungkus rapi. Senyuman merekah di wajah tangisnya. “Selamat ulang tahun.” Hanya itu yang dapat Mayra katakan. Apa lagi yang dapat Mayra lakukan? Tidak ada lagi dan inilah waktu Mayra untuk pergi dari pesta yang berhasil mematahkan hatinya. Ia berjalan gontai keluar dari sekumpulan anak-anak yang memandanginya dengan berbagai artian.

Amarah menghantui Tara. Tak tahu marah pada orang lain atau pada dirinya sendiri. Ia meninggalkan pestanya sendiri dan ingin menyendiri, memikirkan apa yang harus ia lakukan nanti. Begitu ia ingin menaiki tangga menuju kamarnya, terlihat olehnya bayang dua orang di dekat kolam renang. Dengan perlahan-lahan, Tara mendekati dua orang itu.

“Nih upah lo.”

“Makasih cantik. Kapan-kapan pakai jasa gue lagi ya.”

Lelaki yang tak lain adalah Beni melahap rakus bibir seorang gadis yang baru saja memberinya imbalan. Tak lama kemudian ia pergi meninggalkan gadis itu sendirian.

'Sepertinya kali ini gue berhasil ngedapetin Tara.' Batin Rena.

Suara tepuk tangan menggema di pendengaran Rena. “Hebat banget ya. Ada iblis buruk rupa yang menyamar jadi peri cantik,” ujar Tara sembari menampilkan wajah menyeramkannya.

“K-kak Tara? Kakak sejak kapan di situ?”

“Masih mau pura-pura baik?! BANGSAT!” Tara sangat ingin melayangkan pukulannya. Memang Tara adalah sosok yang menghargai wanita, tapi kali ini tidak bisa ditoleransi lagi olehnya. Tara mendorong Rena dan ternyata tanpa disengaja gadis itu tercebur di kolam di belakangnya.

BYUUUUR

“To-tolong.”

Tara tak mempedulikan suara Rena yang meminta tolong. Dengan cepat ia bergegas keluar, tidak peduli dengan orang-orang yang memandanginya aneh.

'May, lo dimana? Maafin gue, May ...'

*♡*

Apa yang lo lihat, bukan berarti semuanya benar. -Mahendra Regantara

***

Udah mau ending aja

Tak Pernah Berpaling (SUDAH TERBIT)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu