Chapter 10 Memahami Mayra ✔

483 198 65
                                    

Suara lantang kini terdengar di rumah bercat putih nan luas itu. Dia terus mengedarkan pandangannya mencari sosok yang memerintahkannya membawa gadis menyebalkan yang tengah berdiri di belakangnya.

“MAAAAA, ini barangnya udah Tara bawa, Ma.”

'Barang? Perasaan Tara gak bawa apa-apa deh.' Linglung Mayra.

Mama Tara turun dari lantai atas dan matanya tertuju pada gadis cantik yang mengekor di belakang tubuh anaknya. Sejenak diperhatikannya Mayra dari atas sampai ke bawah, sedangkan gadis yang dipandang mengeluarkan keringat dingin yang sudah menghiasi wajahnya.

“Siapa namamu, Nak?” tanya Lily dengan nada keibuan.

“Mayra, Tante.” Lidahnya terasa kelu untuk menjawab sehingga hanya kata-kata itu yang dapat dilontarkannya.

“Kamu suka sama Hendra ya?” To the point.

“Ma ... Kok nanya gitu sih? ucap Tara yang sedikit malu dengan pertanyaan mamanya.

Awalnya Mayra merasa canggung untuk berbicara dengan Lily, tapi setelah mendengar pertanyaan itu, ia melupakan kecanggungannya dan mulai bersemangat berbicara dengan Lily. Tentu saja karena topik pembicaraannya adalah Tara sang dambaan hati.

“Iya Tante. Mayra sukaaaaaaa banget sama Tara. Bahkan Mayra sukanya dari kelas 1 SMA.”

“Hahaha anak yang gak jelas gitu kok kamu suka sih.” Sambil mengerlingkan matanya ke anaknya itu.

“Wah Mama parah ih. Anak sendiri dijelek-jelekin.” Tara menggeleng.

“Btw, kamu juga manggil Hendra dengan panggilan Tara, ya? Tante pikir cuma Rena yang manggil dia dengan sebutan Tara. Si Hendra kalau di rumah juga manggil diri sendiri dengan sebutan Tara.”

Mayra tertegun mendengarkannya. Mungkin saja si Tara menggunakan panggilan Tara karena dirinya yang selalu memanggil "Tara" dari sejak dulu. Perasaan hangat menjalar dihatinya memikirkan hal tersebut.

“Mayra udah manggil Hendra dengan sebutan Tara sudah dari sejak awal SMA, Tante,” jawab Mayra.

Lily terkejut mendengarnya. Ia ingat saat itu, saat dimana Hendra mengubah panggilan untuk dirinya sendiri dengan sebutan Tara. Waktu itu anaknya baru saja masuk SMA. Apa karena gadis ini?

Sesudah mereka bercakap-cakap, Lily mengajak Mayra untuk memasak, berkebun, mengajarkan Mayra menjahit, dan hal-hal lainnya. Banyak hal yang mereka lakukan yang membuat Mayra senang. Bahkan, Tara sendiri diabaikan, saking senangnya dia melakukan aktivitasnya bersama Lily.

Begitu juga dengan Lily. Ia menilai Mayra adalah anak yang baik dan juga ceria. Satu hal yang sangat Lily suka dari Mayra, yaitu kejujuran yang dimilikinya. Itu terlihat disaat mereka mengobrolkan banyak hal. Mayra mengatakan apapun yang disukainya dan juga yang tidak disukainya. Bahkan, Mayra menceritakan dirinya yang suka berkelahi di sekolah karena banyak yang melirik Tara. Lily merasa memiliki seorang anak perempuan. Ia sangat bahagia.

Lain halnya dengan Tara, ia sungguh merasa diabaikan oleh kedua wanita yang asik dengan dunia mereka sendiri. Jadi Tara hanya memainkan ponselnya, tapi sebenarnya matanya tertuju kepada Mayra. Entah kenapa sosok Mayra saat ini sungguh berbeda dibandingkan dengan di sekolah. Gadis yang kasar, jahat, manja, dan pembangkang. Itulah definisi Mayra yang dia kenal di sekolah. Tapi nyatanya saat ini sosok yang dilihatnya yaitu gadis yang dewasa, murah senyum, ceria, namun juga terlihat rapuh.

Tidak terasa matahari sore sudah terlihat dan memperlihatkan sinar indahnya kepada tiga orang yang tengah menikmati udara sejuk di tepi kolam renang. Lily, Mayra, dan Tara duduk sejajar sambil memainkan air dengan kaki mereka.

"Mayra harus sering-sering ke sini ya,” pinta Lily yang pandangannya masih mengarah ke kolam renang.
Mayra bimbang menjawab apa. Ia takut Tara akan marah jika ia sering ke rumahnya. Tapi disaat Mayra melirik Tara, lelaki itu hanya memberikan senyum kecilnya yang jarang Mayra lihat untuk dirinya.

“I-iya Tante.”

“Mamamu sangat beruntung memiliki anak secantik dan sebaik kamu, Mayra,” ucap Lily sambil tersenyum.

“Semoga saja begitu, Tante,” jawab Mayra dengan lirih. Sedih rasanya memikirkan sesosok yang disebut ibu.

Tara melihat manik mata yang biasanya diselimuti dengan keceriaan, sekarang hanyalah menjadi mata yang sendu. Seseorang yang spesial? Lagi-lagi kata itu yang mengusiknya.

Ada satu permintaan yang ingin diajukan Mayra kepada Lily dan Tara. Suatu hal yang bisa membuatnya rapuh tapi juga memberikannya kehangatan. “Boleh jika Mayra panggil Tante dengan sebutan bunda? Boleh, Ra?" pinta Mayra dengan penuh harapan.

Permintaan yang sederhana. Tentu Lily sangat senang dipanggil bunda oleh Mayra, yang berhasil memberikan kehangatan seperti putrinya sendiri. Sedari dulu Tara mengenal Mayra dan ini merupakan permintaan yang paling tulus yang diucapkan oleh Mayra. Seperti ada tali yang menyambungkan kedua hati. Rasa sesak penuh harap dirasakan oleh Tara ketika memandang seseorang yang tanpa ia sadari perlahan-lahan memasuki hatinya.

Senyuman tipis itu terpatri jelas di wajah Tara. “Boleh kok, May.”

*♡*

Udara sejuk menusuk pori-pori Mayra yang tengah berlari menghindari rintik-rintik hujan yang mulai turun. Ia merasa nasibnya sangat buruk hari ini karena ban mobilnya bocor lalu angkot semuanya penuh, dan sekarang ia harus berlari dikejar hujan.

Tetesan demi tetesan air sudah bergelinang di sepanjang koridor sekolah. Siapa pelakunya? Mayra. Dari atas kepala hingga kakinya sudah basah kuyup yang membuatnya seperti ratu air. 

BRUKK

“AWWWW ...”

“INI SIAPA YANG MEMBASAHI LANTAI?” itu Pak Reno. Ia melihat ke segala penjuru mencari pelaku yang membuatnya terjatuh dan ditertawakan murid-muridnya.

“MAYRAAAAAA ...”

*♡*

Waktu berjalan dengan lamban bagi Mayra. Ingin rasanya ia pulang dan berbaring di kasur empuknya. Matanya menatap tajam jam di atas papan tulis yang dianggapnya seperti kura-kura.

Tara tak henti-hentinya memandang wanita yang berada di sebelahnya itu. Wajah pucat dan rambut yang sedikit berantakan menghiasi wajah Mayra hari ini. Dan jangan lupakan tingkah konyolnya yang menatap jam sedari tadi sampai waktunya jam pulang.

“Akhirnyaaa ...”

“Udah tau keujanan, tapi gak mau lepas jaket yang udah basah gitu. Oon jangan sampai segitunya juga , May.” Sebenarnya Tara khawatir, tapi kesal juga.

Mayra tak menghiraukan ejekan Tara dan memutuskan untuk pulang. Langkah kakinya melambat dan ia merasa benda di sekitarnya berputar-putar tak karuan. Tak lama kemudian, Mayra sudah tak bisa lagi menyeimbangkan tubuhnya.

Dilihatnya gadis yang tepat berada di depannya terhuyung, Tara segera berlari ke arah Mayra. Namun, ada tangan mungil yang memegang lengannya, ia menoleh ke belakang dan melihat sekilas seseorang yang menghentikannya lalu mengarahkan pandangannya kembali kepada Mayra. Jantungnya berdetak tak karuan melihat seseorang yang tengah menyentuh kedua pipi Mayra dengan lembutnya.

*♡*

Ada lelaki lain yang mencintai lo dengan tulus, sedangkan gue selalu nyakitin lo dengan kejamnya. Seharusnya gue senang karena ada yang bisa jadi pengganti gue, tapi gue gak bisa. Gue gak rela. -Mahendra Regantara

***

Tugas kuliah sudah mulai menumpuk manteman 😭😭

Tak Pernah Berpaling (SUDAH TERBIT)Where stories live. Discover now