30. First Kiss

28.7K 1.2K 100
                                    

30. First Kiss


"Tidak perlu."

"Tapi Mas, aku ingin mengantar Mas sampai ke Bandara."

Ilyas menggeleng, lagi-lagi ia tidak mengizinkan. Ilyas bukannya tidak mau Malaika mengantarnya sampai ke Bandara. Ilyas hanya tidak bisa. Ia tidak bisa meninggalkan Malaika di Bandara sebelum ia pergi. Rasanya akan semakin terasa berat. Padahal Ilyas hanya pergi ke negara tetangga, dan mungkin kurang dari satu minggu saja. Namun rasanya sangatlah berat, karena ia sudah mencintai Malaika. Sedangkan Malaika adalah cinta pertamanya. Jadi tolong jangan dibayangkan seberat apa rasanya meninggalkan seseorang saat sedang sayang-sayangnya. Beraaaat.

Malaika sudah berdiri di ambang pintu apartemen. Ia ingin sekali mengantar Ilyas sampai ke Bandara. Tapi apalah daya kalau suaminya tidak mengizinkannya meski tanpa memberi alasan jelas. Malaika hanya bisa menghela napas pasrah.

"Baiklah, Mas hati-hati, yah. Kalau sudah sampai, jangan lupa hubungi aku."

"Iyah. Nanti Ibu akan ke sini."

"Iyah, kemarin Ibu sudah bilang padaku."

Ilyas mengangguk. Lalu mendekat untuk memeluk Malaika. "Kalau mau pergi ke luar apartemen, tidak perlu menunggu mendapat izinku. Karena aku tidak bisa mengangkat telfon atau membalas pesan setiap waktu."

Malaika masih belum membalas pelukan Ilyas. Ia masih shock dengan yang Ilyas lakukan. "Kamu dengar?"

"I-iyah, Mas."

"Kamu sudah aku izinkan untuk pergi ke mana pun. Dan akan selalu ada orang yang menjagamu," kata Ilyas lagi. Malaika mengangguk dalam peluknya. Mungkin orang yang Ilyas maksud adalah sang pemilik mobil hitam yang selalu mengikutinya.

"Kamu tidak ingin membalas pelukanku, Malaika?" tanya Ilyas, dengan nada harap yang tak terdengar jelas.

Mendengar pertanyaan itu, Malaika segera mengangkat tangannya dan membalas pelukan Ilyas. Ilyas yang mendapati itu hanya bisa tersenyum geli. Istrinya manis sekali, begitu lugu dan penurut.

"Mas tidak akan terlambat?"

"Pesawatnya akan berputar balik kalau aku belum naik."

Malaika terkekeh. Padahal Ilyas berkata benar. Pesawat jet pribadinya akan berputar balik kalau ia belum naik. Dan lagipula sekarang baru jam setengah delapan, sedangkan keberangkatannya jam delapan. Itu pun masih bisa Ilyas undur.

Ilyas melepaskan pelukannya dengan sangat tidak rela. Lalu ia menatap lekat wajah Malaika yang beberapa hari ke depan tak akan bisa ia tatap secara langsung. Ilyas sadar kalau kini dirinya selalu ingin melihat paras Malaika, setiap saat.

Ilyas sangat menyesal dengan segala yang terjadi di awal pernikahan mereka. Andaikan waktu bisa terulang, maka sejak awal Ilyas akan membuka hatinya lebar-lebar untuk wanita seperti Malaika.

"Mas?"

Ilyas menghela napasnya ketika Malaika mengulurkan tangan untuk menyaliminya. Seperti mengusirnya untuk cepat-cepat pergi. Tapi Ilyas tahu kalau Malaika hanya tidak ingin dirinya terlambat. Ya, syukurlah kini Ilyas bisa lebih berpikir positif.

Malaika mencium punggung tangan Ilyas.

"Jaga kesehatan yah, Mas. Jangan kehujanan!"

Ilyas tersenyum dan menganggukkan kepalanya. "Semoga selama aku pergi, tidak ada suara petir yang datang. Kalau pun ada, pergi ke ruang baca! Di sana kedap suara."

Malaika sudah tahu itu. Ilyas sudah pernah mengatakannya.

Sekali lagi Ilyas memperhatikan dengan seksama dan teliti setiap inci paras Malaika. Netra coklat yang indah dengan bulu mata lentik, hidung mancung namun begitu mungil, dan bibir tipis kemerahan tanpa lipstik yang seringkali Ilyas katai berisik. Malaika sangat cantik. Namun kalimat panjang Malaika membuat Ilyas kehilangan fokusnya.

"Sebaiknya Mas berangkat sekarang. Mas bisa terlambat. Perjalanan ke Bandara memakan waktu. Belum lagi kalau macet di jalan. Sekarang sudah jam setengah delapan. Mas bilang pesawatnya akan berangkat jam delapan. Bagaimana kalau pesawatnya sudah—"

"Malaika!"

Malaika tahu kalau Ilyas akan mengatainya berisik. Malaika pun tidak menjawab panggilan itu, namun kini bibirnya mengukirkan sebuah senyuman manis yang membuat Ilyas mengikis jarak wajahnya dan berhenti meneriaki dirinya sendiri sebagai pecundang.

Malaika terkesima. Ia membuka lebar kedua matanya bahkan sampai Ilyas menarik wajahnya kembali.

"Jaga diri baik-baik! Setelah aku pulang, kita akan berangkat ke Paris. Aku pergi dulu, assalamu'alaikum."

Malaika baru sanggup menjawab ketika pria yang memakai setelan jas hitam itu sudah berjalan menjauh.

"Wa... 'alaikumussalam."

Paras cantik Malaika merona. Ia sangat malu, namun juga bahagia, tapi sepertinya rasa malu lebih mendominasi. Pasalnya, tadi adalah ciuman pertama semasa hidupnya. Dan kekasih halalnya telah mencurinya.

Ya Allah, sepertinya Malaika salah. Bukan rasa malu, tapi rasa bahagia lah yang lebih mendominasi perasaan Malaika kini.







❤❤❤

Singkaatt bangeeettttt

Iyah iyah tau aku juga 😶

Besok up lagi kok
Hehehe

The Perfect Wife For IlyasWhere stories live. Discover now