21. Pengakuan Diri

25.2K 2.1K 87
                                    

21. Pengakuan Diri

Malaika tidak tahu apa yang terjadi. Saat hendak masuk ke dalam ruangan ibunya, seorang suster menahannya. Malaika lihat dari kaca ruangan itu, ada beberapa suster dan seorang dokter sedang menangani sang ibu.

Malaika takut, sepertinya telah terjadi sesuatu pada ibunya.

***

Pukul lima sore, Ilyas sudah sampai di apartemennya. Namun ia tidak menemukan Malaika dimana pun. Ia mengetuk pintu kamar Malaika. Saat tidak mendapat jawaban, Ilyas membukanya dan sama saja hasilnya, Malaika tidak ada.

Ilyas berdecak. Kemana perginya wanita itu? Untuk pertama kalinya Malaika seperti ini. Tidak memberinya kabar dan pulang terlambat. Katakan saja Ilyas khawatir, namun pria itu tetap saja tak mengakuinya. Ia malah berencana akan marah pada Malaika kalau wanita itu pulang.

Tapi kemudian, pikiran waras Ilyas bekerja. Bagaimana kalau terjadi apa-apa pada Malaika? Harusnya dia tetap menyuruh orang untuk mengikuti kemana pun perginya wanita itu. Ilyas berusaha menelfon Malaika. Namun suara dering ponselnya malah muncul di saku jasnya. Ia lupa kalau ponsel Malaika ada di dirinya. Baiklah, sekarang Ilyas jujur kalau ia mengkhawatirkan Malaika. dan tempat terakhir Ilyas meninggalkan wanita itu adalah rumah sakit. Jadi Ilyas bergegas pergi ke sana.

***

"Ibumu sudah melewati masa kritis. Beberapa saat lalu jantungnya sempat berhenti berdetak."

Malaika mengusap pipinya yang sempat berlinang air mata. Kedua tangannya menggenggam erat tangan sang ibu seakan ia sangat takut kehilangan.

"Terima kasih, Dokter Faisal."

"Tidak papa, Malaika. Ini sudah tugas saya."

Malaika mengangguk dan tersenyum dengan raut sedih yang tidak bisa ia hilangkan.

Faisal tidak menyangka kalau takdir akan mempertemukannya dengan Malaika di sini. Wanita yang selalu terlihat berseri-seri kini nampak begitu sedih. Namun kecantikan itu tetap tak luntur dari parasnya.

"Pihak rumah sakit berusaha menghubungi pihak keluarga, namun tidak tersambung."

Malaika lupa memberikan nomor barunya.

"Kalau terjadi apa-apa lagi, bisa hubungi saya. Dokter ada pena dan kertas?"

Faisal malah memberikan ponselnya. "Ketik saja di sini. Biar saya simpan."

Malaika pun menuliskan nomornya di sana. Lalu Faisal menyimpannya dengan senyum samar di wajah.

"Kalau ada apa-apa, bisa langsung hubungi saya."

Faisal menganggukkan kepala. "Oh iyah, tadi siang saya ke toko kamu. Tapi tokonya tutup."

"Maaf, saya ada urusan, jadi tokonya ditutup. Besok Dokter bisa ambil bunganya."

"Baiklah. Kalau begitu saya pergi dulu. Kalau ada apa-apa, kamu bisa mencari saya."

"Terima kasih sekali lagi, Dokter Faisal."

Setelah mengucapkan sama-sama, Faisal keluar dari ruangan itu. Tinggalah Malaika bersama sang ibu. Malaika menatap wajah yang tak lagi terlihat muda itu. Sudah ada kerutan yang Malaika lihat. Ibunya pasti sangat lelah bertahan sampai sekarang. Namun Malaika yakin kalau ibunya pasti masih kuat dan berusaha untuk bangun kembali.

"Umi, Malaika sayang Umi. Umi bangun, yah. Umi harus kuat. Malaika percaya kalau suatu hari Umi pasti bangun."

Malaika menangis lagi. Kalimat itu sebenarnya juga untuk menguatkan dirinya sendiri. Wanita itu tertunduk dengan deraian air mata yang membasahi wajahnya. Ia takut kehilangan sang ibu meski ia tahu kalau setiap manusia pasti akan menghadapi maut. Yang membuat Malaika tak siap adalah, bahwa ia belum sekalipun meminta maaf dan berterima kasih. Malaika sangat takut tidak bisa berpamitan dengan ibunya sebelum benar-benar pergi meninggalkan dunia.

"Umi bilang mau liat Malaika berkeluarga. Umi bilang mau liat anak-anak Malaika, mau liat Malaika hidup bahagia sama keluarga Malaika. Jadi Umi harus bangun. Malaika udah menikah, Mi. Malaika udah punya Mas Ilyas."

Pria yang sejak beberapa detik lalu membuka pintu ruangan itu terdiam di tempatnya berdiri.

Malaika terisak. "Umi jangan pergi dulu. Jangan tinggalin Malaika! Malaika belum siap kehilangan Umi sekarang. Malaika masih takut sama suara petir, Malaika butuh Umi yang selalu ada buat nemenin Malaika. Malaika masih sering nangis, Malaika butuh Umi buat peluk Malaika. Umi, Malaika belum jadi perempuan yang kuat. Malaika butuh Umi yang selalu bisa kuatin Malaika."

Wanita itu tidak sanggup lagi berkata-kata. Isak tangisnya terdengar pilu. Pria itu masuk ke dalam, berjalan mendekati Malaika dan mengusap kepalanya. Sontak saja Malaika segera mengangkat wajahnya untuk menatap pria tersebut.

"Kamu lebih cantik saat tersenyum, Malaika. Berhentilah menangis! Kamu tidak sendirian. Aku suamimu. Aku akan menemanimu saat kamu takut. Aku akan memelukmu saat kamu menangis. Kamu bisa bersandar padaku kalau kamu merasa lemah. Jangan seperti ini!”

Malaika tak percaya kalimat itu baru saja ia dengar sampai menyentuh relung hatinya. Air matanya kembali berderai, ada haru di setiap tetes yang terjatuh.

Pria itu berlutut sehingga tingginya lebih rendah Malaika yang duduk pada kursi. Ia mengusap pipi lembut Malaika yang basah karena air mata dengan wajah tampannya yang mengukirkan senyuman menenangkan.

"Mas Ilyas."

Dan yang bisa Malaika lakukan sekarang hanyalah memeluk Ilyas.

Ilyas tersenyum sendu di balik punggung Malaika yang bergetar. Wanita yang selalu begitu tegar ketika dimarahi dan dicaci olehnya kini terlihat begitu rapuh. Ilyas percaya kalau Malaika wanita yang begitu kuat dan penyabar, namun ia juga tahu kalau Malaika tetap membutuhkan seseorang yang bisa selalu menguatkannya. Dan Ilyas ingin menjadi seseorang itu.

Ilyas sudah jatuh. Segala kesabaran dan kebaikan Malaika sudah tidak lagi di pandang sebelah mata oleh Ilyas. Kalau memang Malaika memiliki niat yang buruk dalam pernikahan mereka, wanita ini pasti akan selalu mengadukan sikap buruknya pada sang ibu. Namun nyatanya, Malaika selalu menceritakan setiap sisi baiknya saja pada Rosa. Padahal sisi baik Ilyas masih dapat dihitung dengan jari. Lain dengan Malaika yang Ilyas sendiri tak dapat menghitungnya.

Jadi telah Ilyas akui kalau ia sudah jatuh cinta pada Malaika, yang merupakan istrinya dan juga cinta pertamanya.



❤❤❤
Uhuk uhuk hiks

Tapi Ilyas masih belum ngakuin ke Malaika kalau dia cinta

Gimana doooong???

Gimana doooong???

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
The Perfect Wife For IlyasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang