1. Malaika Haniyah

90.2K 3K 49
                                    

Cerita ini pernah dipublish pada tanggal 29 Juli 2019 dan selesai pada tanggal 3 September 2019

Sudah pernah naik cetak dan sekarang akan dipublish ulang. Yang udah pernah baca, jangan kasih spoiler yaah 😁

Selamat membaca ❤

1. Malaika Haniyah

"Terima kasih sudah membeli bunga di sini. Silakan datang kembali."

Setelah tersenyum dengan ramahnya, wanita pemilik toko bunga itu kembali ke belakang meja. Dia menaruh uang yang diberikan oleh pembelinya ke dalam laci. Suara lonceng yang berada di atas pintu berbunyi kembali, pertanda ada yang masuk ke dalam toko. Wanita itu kembali tersenyum dengan ramah dan mendatangi pelanggan setia yang baru saja masuk ke dalam tokonya.

"Selamat pagi, Ibu Rosa. Mencari lili putih lagi?"

Wanita paruh baya bernama Rosa itu senang sekali ketika melihat sosok yang berdiri di depannya. "Malaika, apa kamu tahu?"

"Tahu apa, Bu?"

"Dari sekian banyak wanita muda yang pernah saya lihat, kamu yang paling suka saya pandang. Rasanya hati saya sejuk kalau melihat kamu."

Wanita itu bernama Malaika Haniyah, ia kembali menampilkan senyuman manisnya. Wanita berkhimar hijau daun tersebut memang sangat cantik. Tubuhnya dibalut dengan gamis berwarna krim yang membuatnya terlihat begitu manis. Dia adalah penjual bunga di salah satu toko pinggir jalan yang menarik perhatian Rosa saat setahun yang lalu dia melintas. Hingga kini, Rosa berlangganan di tempat Malaika sang penjual bunga.

Malaika pun sudah tahu kalau setiap bulan Rosa pasti membeli bunga lili berwarna putih. Katanya, bunga itu untuk diletakkan di makam ibunya yang menyukai bunga lili.

"Saya sudah siapkan bunganya untuk ibu. Biar saya ambilkan."

Rosa menganggukkan kepala. Sambil menunggu Malaika mengambil bunga, dia berkeliling untuk menghirup harumnya bunga-bunga yang ada di toko berdinding kaca itu.

"Berapa usiamu, Malaika?"

Malaika yang sudah memegang sebuket lili kini berdiri di belakang Rosa. "Bulan depan usia saya dua puluh satu tahun, Bu."

"Apa kamu memiliki kekasih?"

Malaika tersenyum, "Saya tidak menjalin hubungan seperti itu."

Rosa berbalik dan kembali bertanya. Tas branded yang tadi digantung di lengannya kini ia genggam. "Jadi kamu sudah menikah?"

"Belum. Saya masih sendiri."

"Kamu tidak ingin menikah?"

Rasanya aneh mendengar pertanyaan seperti itu. Memang ada manusia yang tidak ingin menikah? Ah, mungkin ada. Tapi Malaika bukan salah satunya.

"Tentu saya mau."

"Sudah punya calon?"

Malaika bingung mengapa mendadak Rosa menanyakan perihal hubungan percintaannya. Namun dia tetap menggeleng sebagai jawaban atas pertanyaan itu.

"Kamu mau menikah dengan putra saya?"

Malaika sontak terkejut. Tapi kemudian, ia menganggap pertanyaan ini sebagai gurauan. Malaika tahu siapa wanita yang ada di hadapannya kini. Rosa Malinda Aryatama, istri dari seorang konglomerat kaya yang sering Malaika lihat wajahnya di sampul majalah dan surat kabar. Malaika juga tahu kalau Rosa memang memiliki seorang putra, hanya saja usia putra Rosa terpaut jauh dengan dirinya. Lagipula, sangat tidak mungkin Rosa serius dengan pertanyaannya barusan.

"Saya belum ada niatan untuk menikah, Bu. Masih banyak yang harus saya tanggung."

"Kamu tidak perlu menanggung apapun lagi jika menikah dengan putra saya."

Malaika hanya tersenyum, dia sendiri bingung harus menjawab apa. Karena rasanya candaan Rosa sudah tidak terdengar seperti candaan.

"Bahkan biaya rumah sakit ibumu dan bayar sewa toko ini."

Sepasang mata indah itu menunjukkan betapa terkejutnya ia mendengar apa yang baru saja Rosa katakan. Bagaimana Rosa mengetahui itu semua? Bahkan Malaika tak pernah menceritakan apa-apa padanya.

"Kalau kamu menikah, perawatan rumah sakit ibumu akan ditanggung oleh suamimu. Dan toko ini bisa menjadi milik kamu. Kamu tidak perlu pusing lagi memikirkan biaya hidup dan memikirkan biaya sekolah adik-adik kamu."

"Kamu bisa menebus rumah kamu kembali supaya adik-adik kamu bisa tinggal di sana dan tidak perlu berdesakan di kontrakan sempit yang pemiliknya selalu menagih bayar sewa."

Kedua mata Malaika berkaca-kaca. Tiba-tiba saja ia ingat dengan adik-adiknya yang tidur berdesakan dalam satu ruangan. Terkadang mereka tidak makan, namun tidak terdengar mengeluh. Sekolah pun tidak pernah membawa uang. Mereka menjalani kehidupan yang sangat berbeda dari anak-anak lainnya.

"Saya tahu kamu wanita yang kuat. Tapi jika seterusnya kamu mengandalkan penghasilan dari sini, adik-adikmu terancam putus sekolah. Kalian bisa kehilangan tempat tinggal. Perawatan ibumu bisa dicabut jika kamu tak mampu membayar pihak rumah sakit."

Malaika tahu hal itu. Karenanya, akhir-akhir ini ia merasa sangat terpuruk. Dan tak ada yang bisa membantunya. Malaika hanya bisa mengandalkan penghasilan dari toko bunga ini yang tak seberapa. Ia percaya karena Allah lah kini dirinya bisa bertahan sampai sekarang. Tapi entah kalau esok, lusa atau seterusnya. Pasti akan ada pengorbanan yang lebih banyak.

Malaika sudah menggadaikan rumahnya untuk biaya perawatan sang ibu. Karenanya kini ia dan dua adiknya yang masih kelas dua SMA dan tiga SMP tinggal di kontrakan sempit yang ia rasa juga tidak begitu layak, namun biaya sewanya bisa dikatakan lebih murah, karenanya Malaika memilih kontrakan tersebut. Beruntungnya, pemilik toko bunga ini berbaik hati padanya. Meski Malaika sering telat membayar sewa, sang pemilik toko tidak marah padanya.

Di tengan keterpurukannya ini, Rosa datang memberikan pertanyaan yang tak Malaika sangka. Apakah Rosa jawaban atas do'anya? Apakah Rosa jalan keluar yang Allah berikan untuknya?

"Kenapa Ibu ingin saya menikah dengan putra Ibu?"

Rosa tersenyum, lalu mengulurkan tangannya menyentuh wajah Malaika yang jelita.

"Karena kamu sebaik-baiknya wanita yang pernah saya temui selama ini."

Malaika tidak bisa menerima sepenuhnya jawaban tersebut. Ia tidak merasa sebagai wanita yang baik. Banyak kesalahan yang sering dilakukannya. Namun ada pertanyaan lain yang mengganjal benak Malaika.

"Apa putra Ibu mau menikah dengan saya?"

Rosa menerbitkan senyumannya. Senyuman lebar yang menyiratkan jutaan rasa bahagia. Kedua bola matanya berbinar. Ia seperti baru saja mendapatkan berlian di tumpukkan batu krikil yang menggunung.

"Dia tidak akan menolak. Jadi kamu mau?"

Apapun jawaban Malaika, semua ini ia berikan untuk keluarganya. Bahkan, jika ia harus menikah dengan pria asing yang tidak pernah dia temui sekali pun.

"Insyaa Allah, saya mau, Bu."

Ya Allah, aku tahu bahwa menikah adalah sunah dari kekasihmu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Sesungguhnya, aku ingin mendapatkan suami yang baik akhlaknya dan mampu menuntunku menuju Surga. Semoga pria yang akan menikah denganku adalah sosok yang sering bersimpuh di sepertiga malam dan merayu-Mu untuk mendapatkan surga-Mu. Aamiin.













REVISI & REPUBLISH
Minggu, 6 Juni 2021

The Perfect Wife For IlyasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang