BAB 18 :. Ketika Dimas Marah

Mulai dari awal
                                    

Juna tertawa. "Gaya lo!" Cowok itu kemudian tersenyum mengejek Dimas. "Ditolak ya ditolak aja gak usah pakai sok kecewa. Gak cocok lo jadi puitis!"

Dimas berdecak. "Gue gak ditolak bangsat."

Bukannya menganggap ucapan Dimas serius. Juna malah mengangguk-angguk sambil menepuk bahu Dimas. "Yang sabar. Suka cewek modelan Salsha emang banyak saingan."

"Ada yang ngomongin temen gue nih." Suara dari atas tangga tahu-tahu terdengar.

Dimas dan Juna langsung mendongak mendapati Gia yang melipat tangannya dengan tatapan menyelidik ke arah Dimas.

🐾

"Gia, astaga."

"Udah ah! Lo mau ngikutin gue sampai mana? Sampai kosan?"

Gia berhenti berjalan menatap Dimas kesal. Karena sepanjang kerja kelompok tadi Dimas terus-terusan mengusiknya untuk tidak mengatakan apa-apa pada Salsha soal pembicaraan cowok itu dengan Juna.

"Oke!" jawab Dimas tegas.

Gia mencibir. "Ketemu Salsha loh, ntar ngambek lagi."

"Astagfirullah." Dimas mengusap wajahnya kasar karena Gia sudah tahap menggodanya. "Gi, sumpah gue serius."

"Ck! Lagian takut banget sih gue cerita ke Salsha?"

"Ya... malu lah kambing!"

"Lo kok ngatain gue sih?!" bentak Gia dengan nada tinggi kemudian buru-buru melangkah.

"Ya Allah." Dimas mengejar Gia yang berjalan ke parkiran meskipun berkali-kali diabaikan dan mendapat ancaman akan menceritakan semua yang dia dengar pada Salsha. Dimas tetap tidak menyerah untuk mendapat 'iya' dari Gia.

Sampai di parkiran tanpa diduga Gia meneriakkan nama Salsha membuat Dimas berbalik dan langsung mencari sosok yang dipanggil Gia barusan.

Benar saja, Salsha tampak sudah menunggu kedatangan Gia. Perempuan itu bersandar di depan mobilnya sambil menatap Gia dan Dimas yang berjarak beberapa meter dari tempatnya bergantian.

Dimas langsung memalingkan wajahnya pada Gia. Memelas pada cewek itu sekali lagi. "Please, Gi. Lo cantik banget sumpah, Jordan beruntung punya cewek baik kayak lo."

"Dih! Gak mempan!" Gia menatap Salsha yang masih memperhatikan mereka sebelum kembali melihat Dimas. "Jawab gue dulu."

"Apa?"

"Lo suka sama Salsha?"

"Engg... iya?"

Gia mengernyit mendengar jawaban ragu-ragu Dimas. "Yang yakin dong!"

Dimas memejamkan matanya. Berusaha merasakan apa yang dia rasakan terhadap Salsha. "Eng.. gak." Cowok itu kemudian mengangguk mantap. "Enggak."

Gia menaikkan alisnya. Tidak percaya karena mata Dimas bergerak gelisah. "Iya atau enggak?"

"Enggak... iya." Dimas menggaruk kepalanya bingung sendiri membuat Gia mengulum senyum. Dimas yang melihat itu langsung sadar telah dipermainkan oleh Gia. "Ah, bangsat lo Gi!"

"Dih? Kasar ceritanya?"

"Bodo!"

Gia terkekeh kemudian menepuk bahu Dimas. "Santai, gak bakal gue ceritain kok."

Dimas langsung menghela napas lega. Gia sekali lagi tertawa mengejeknya sebelum melangkah menuju Salsha.

Dimas menatap Gia kemudian beralih pada Salsha yang ternyata juga menatapnya lurus.

"Dim!"

Mata Dimas beralih pada Gia yang berjalan mundur. Cowok itu menaikkan sebelah alisnya saat mendapati kembali cengiran jahil Gia.

"Tapi, kalau gue gemes. Gue ceritain ya?"

🐾

Sepanjang perjalanan ke kos, Salsha tidak bisa berhenti melirik Gia yang tampak sibuk dengan ponselnya. Gia tampak asik chating dengan Jordan, pacarnya.

Salsha kemudian menghela napas berat membuat perhatian Gia teralih.

"Kenapa lo?"

Salsha menggeleng. "Gak apa-apa."

"Yakin?"

Salsha menoleh pada Gia sejenak kemudian kembali fokus menyetir. "Iya."

"Kalau gue bahas Dimas lo masih mau bilang gak apa-apa?"

Mendengar itu Salsha langsung menepikan mobilnya kemudian menatap Gia lamat. "Sumpah. Gue gak ngerti Gi, harus gimana."

Gia mengernyit. "Maksudnya?"

"Gue jadian sama Faros," kata Salsha sambil menelungkupkan kepalanya ke setir.

"HAH?!" Gia mengerjap. Dia kesusahan sendiri menelan ludahnya. "Ngap- maksud gue, kok bisa?"

Salsha menggeleng lemah. "Gue gak ngerti, gue bingung."

"Terus Dimas?" tanya Gia tanpa berpikir.

Salsha mengangkat kepalanya. Menatap pada Gia dengan mata berkaca-kaca. "Dimas... gue- gue kayaknya... " Salsha mendengus keras saat tahu dia tidak mampu mengungkapkan perasaannya.

Gia langsung mengusap-usap punggung Salsha. "Iya-iya gue ngerti kok." Gia pernah merasakan diposisi Salsha, bingung siapa yang sebenarnya diinginkan hatinya.

Salsha kembali menelungkupkan kepalanya di setir. Mengatur napasnya agar lebih tenang sebelum bergumam menanyai Gia.

"Dimas kenapa?"

To be continue 🐾

About DimasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang