twenty one ° gallantry

Comenzar desde el principio
                                    

“Lo kenapa semalem?”

Asap terhembus dari mulut yang lebih muda.

“Gak tau,”

Brian mendekat pada Changbin. Ikut duduk di atas ottoman berwarna biru tua di samping pemuda Seo itu.

“Eh, semalem gue nemu anak baru,” ujar Brian yang membuat Changbin menoleh.

“Masih polos kayaknya. Lucu gitu soalnya" sambungnya lagi.

Changbin tampak tak tertarik. Brian memang sering menceritakan tentang pengunjung yang ia temui di club. Menjadi hal wajar apabila Brian cukup terkenal karena mudah bersosialisasi.

“Dengerin gue napa sih, Bin”

“Iya iya lanjut, Bang.”

Brian tertawa sekilas. Kemudian memposisikan tubuhnya menghadap pada pemuda yang mengenakan hoodie coklat di sampingnya itu.

“Ternyata Felix pacar lo itu manis juga ya.”

Uhukk

Changbin tersedak asap rokok yang tak sengaja ia telan.

“Orang yang gue ceritain ini tuh Felix. Semalem gue ngobrol sama dia.”

“Anjir. Jangan bercanda lo.”

“Lah lo gak percaya? Gak tau kan kalau Felix itu temennya Seungmin?”

“Seungmin yang barterder itu?”

Brian mengangguk. Membuat Changbin membuang rokoknya dan menginjaknya sekali.

“Kok gak kasih tau gue semalem?!”

“Usaha sendiri dong.” jawab Brian santai. Mulutnya menguap lebar karena belum tidur sejak kemarin.

Changbin berdecak keras. Rambutnya ia acak dengan kasar. Memikirkan kesempatan bertemu Felix sangat kecil. Ia merasa bodoh karena tidak mengejar Felix tadi malam. Salahkan saja tubuhnya yang berlebihan dalam merespons rasa terkejutnya.

“Udah lah. Berdoa semoga Felix balik lagi ntar malem,”

“Felix anak baik-baik. Gak mungkin ngulang khilaf sampe dua kali main ke club.”

Tawa Brian terdengar sarkas.

“Lo kira waktu lima taun gak bisa ngubah seseorang? Gak inget dulu lo berubah jadi rusak dalam waktu seminggu?”

Ada jeda dalam kalimatnya

“Siapa tau Felix udah beda. Lagian opini gue juga rasional.”

Changbin terbungkam. Ditinggal sendirian oleh pemuda satunya.

 

•••


Felix duduk sila di atas ranjang milik Bangchan. Masih menunggu kakak sepupunya itu menanggapi ucapannya. Jendela di kamar itu masih terbuka. Memperlihatkan langit yang mulai menggelap dengan bulan yang hanya separuh.

“Minum apa kamu kemaren?”

“Gak minum apa-apa.”

“Gak usah bohong, Lix.”

Felix menghela napas.

Milkshake coklat. Gak bohong, Kak.”

Bangchan menggigit bibirnya menahan tawa. Kemudian berbalik menghadap Felix dengan memasang wajah datarnya kembali.

PURZELBAUM [Changlix]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora