one ° we've met

9.6K 1.2K 118
                                    

Kedua netra itu bersitatap. Yang lebih muda menundukkan wajahnya.

"Besok, cat rambutnya lagi jadi hitam"

"I-iya, kak" cicit Jisung.

Pemuda itu masih berjalan, menelusuri satu persatu mahasiswa yang membuat sepuluh barisan lima banjar di aula tersebut. Almamater hitam dengan lencana emas di pundak menandakan pemuda itu memiliki jabatan penting.

Lee Minho. Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa. Tentu saja seluruh warga kampus mengenal mahasiswa tingkat tiga jurusan hubungan internasional itu.

Felix melirik sedikit.

"Kamu juga. Ganti warna pirang rambutmu jadi hitam, dek" ucap Minho.

"Tapi ketua BEM angkatan sebelumnya juga pirang, kak" sahut Felix.

Minho membatalkan niatnya untuk beranjak.

"Kamu bandingkan dirimu sama mahasiswa tingkat empat? Wah hebat hebat ya anak tingkat satu"

Suara tepukan tangan Minho bergema. Sang pelaku kemudian meninggalkan tempat tersebut setelah berbicara pada salah satu rekannya.

Sebelas anggota komisi kedisiplinan segera membubarkan barisan. Namun ada dua anggota komdis di depan barisan Felix.

"Cukup untuk hari ini. Besok harus sudah kumpul di aula setelah kelas terakhir selesai,"

"Siap, kak" jawab kelima mahasiswa dalam barisan dengan serempak. Felix salah satunya.

Para mahasiswa berhamburan keluar setelah bubar barisan.

Puk

Bahunya ditepuk. Felix menoleh sekilas.

"Dek, ke markas komdis sekarang" itu suara Mark lee, mahasiswa tingkat dua jurusan sastra Inggris.

Felix mengikuti langkah kakak tingkatnya itu. Markas komisi kedisiplinan tampak sepi. Mungkin hanya dirinya saja terciduk hari ini.

"Tunggu di dalam, duduk dulu"

Mark Lee berbalik dan melangkah menjauh.

"Kak! Saya gak dihukum nih?"

Langkahnya terhenti, Mark menoleh sekilas.

"Bukan saya, dek. Ketua komdis yang ambil peran"

Felix terdiam. Mengingat apa yang sudah ia lakukan tadi.

Menurutnya, ini cukup berlebihan.

Semenjak ospek dan bahkan setelah tujuh bulan lamanya ia berkuliah, tak pernah sekalipun ia berurusan dengan komdis. Terlebih lagi dengan sang ketua komisi.

Seo Changbin.

Dan dia datang.

Suara tapakan sepatu menggema. Felix enggan melirik sedikit pun. Pandangannya terpaku pada ujung kemeja putih yang ia kenakan.

Felix tahu, kakak tingkatnya itu sudah berdiri di depannya. Keduanya hanya berbatas meja kayu.

Masih saling bungkam. Hingga-

"Ada masalah apa?" Suara Changbin memenuhi seisi ruangan. Rendah. Namun tak seberat suara Felix.

"Siapa nama kamu?"

Dengan ragu pemuda pirang itu mendongak.

"Lee Felix"

Dan untuk pertama kalinya mereka bertemu. Butuh beberapa detik untuk keduanya bersitatap. Saling memandang wajah satu sama lain.

"Atas dasar apa kamu berani menjawab teguran dari ketua badan eksekutif?" tanya Changbin kembali pada topik.

"Tapi saya menjawab dengan fakta yang benar, kak" jawab Felix.

PURZELBAUM [Changlix]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang