• IGATT - 14 •

Start from the beginning
                                    

Kali ini, diamlah yang menyambut pertanyaannya.

"Aku cuma anak angkat papa, sedangkan dia darah daging papa. Seenggaknya, aku pingin ngeliat kalian baik-baik aja selagi aku masih punya waktu."

••••

Lalisa melambaikan tangan kepada Ibunya yang baru saja pergi, dijemput dengan alasan kalau Nenek Lalisa sedang sakit, jadi beliau langsung berniat untuk menjenguk sekarang juga.

"Sekarang lagi musim orang sakit, ya?" Gumam Lalisa.

Lalisa sebenarnya diajak, namun ia menolak dengan alasan bahwa ia harus belajar, menyiapkan Ujiannya yang kian mendekat.

Baru beberapa langkah Lalisa menjauh dari pintu yang tertutup, benda itu kembali diketuk oleh seseorang.

Mendengar itu, tanpa pikir panjang, Lalisa segera membukanya, karena berpikir jika mungkin ada barang milik Ibunya yang tertinggal.

Namun bukannya wajah familiar sang Ibu yang dijumpai, suara decit pintu yang terbuka mengantarkan mata tebelalak Lalisa saat itu. Sang Ayah, yang sudah lama hilang, menjenguknya.

Lalisa benci keadaan seperti ini, ketika ia harus mati-matian membangun pertahanan batinnya melawan kehendaknya sendiri, untuk memeluk sang Ayah.

Lalisa bahkan hampir lupa, jika pria paruh baya yang masih tegap dengan balutan jas kerja kusut itu pernah bahagia dalam satu kesatuan bernama keluarga bersamanya; dulu.

Cewek itu masih membeku sambil memegang kenop pintu sebelum sesosok disisi luar pintu itu tersenyum sambil bicara.

"Kangen nggak sama papa?"

Lalisa masih diam seribu bahasa.

"Lisa, kamu pasti kangen kan sama papa? Sini peluk."

Cewek tetap diam ditempat, namun meringsut untuk menutup wajahnya dengan kedua tangan, menunduk.

Pria yang berstatus Ayah Lalisa itu tak kalah emosional, ia merangkup putrinya ke dalam pelukannya yang khas, merasa bersalah atas apa yang terjadi.

"Maaf, papa pingin hubungan antara anak dan Ayah ini nggak renggang lagi, maafin papa."
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀

•••••

⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
Satu minggu kemudian.

Selepas kedatangan Ayahnya hari itu, hubungannya dengan Sang Ayah tak lagi serenggang dulu. Meski awalnya ia berpikir justru akan semakin jauh, tapi ternyata malah kebalikannya.

Mereka sering menghabiskan waktu bersama, sedikit mengembalikan memori antara anak dan Ayah dimasa lalu.

Bahkan Ibu Lalisa, beliau cukup senang dengan jengukan itu. Meski keduanya nampak saling menghindar dan enggan bertemu, Lalisa sedikit memaklumi.

Seperti sekarang, Lalisa dijemput oleh Ayahnya saat pulang sekolah.

"Lisa."

Perempuan itu menoleh. "Hm?"

"Mau ketemu sama seseorang nggak?"

Lalisa mengernyit. "Siapa?"

Pria paruh baya itu membelokkan stir kearah sebuah Rumah sakit daerah Jakarta.

"Tapi janji, jangan berpikir Papa ngedeketin kamu cuman buat ini, oke?"

Lalisa semakin bingung, berniat kembali bertanya namun terpotong.

Ice Girl And The TroublemakerWhere stories live. Discover now