"Masa anak panorama ngefotoin vila, sih? Mau jadi seller apa gimana?"

"Yee, tujuan utama kan makrab. Gak masalah kali ke vila."

Ditengah perdebatan tidak berujung itu, Ebi menghentikannya dengan berkata, "yang setuju vila angkat tangan!"

Beberapa orang langsung angkat tangan. Rata-rata dari mereka adalah perempuan termasuk Salsha dan Mala.

Di tengah rapat tiba-tiba Dimas datang. Sambil menyengir pada Ebi lalu mengisyaratkan kalau dirinya terkena macet.

Dimas duduk di ambang pintu di depannya ada Salsha dan Mala. "Mal?" panggil Dimas.

Mala menoleh kemudian menggeser badannya agar Dimas bisa masuk ke dalam lingkaran diskusi. "Kok telat?

Salsha menoleh ke belakang, melihat Dimas cewek itu buru-buru kembali mengalihkan pandangannya.

"Macet, mobil gue pakai acara mogok segala," jelas Dimas disambut anggukan dari Mala.

Dimas kemudian beralih pada Salsha. "Sal?"

Salsha melirik Dimas, tatapannya tidak bersahabat membuat cowok itu terkekeh pelan. "Salah mulu gue, perasaan."

"Diem lo ah! Gak lihat lagi rapat?"

"Kan gue lagi lihatin elo," kata Dimas sambil menaik-turunkan alisnya.

Salsha mendengus mendengarnya, sementara Mala terkekeh geli mendengar interaksi Salsha dan Dimas.

"Yang setuju pantai?"

Dimas mengacungkan tangannya. Mala langsung bertanya, "tahu emang lagi bahas apa?"

"Makrab, kan?"

"Kok tahu?"

"Yoi, gue kan punya kenalan orang dalem."

Mala kemudian mengangguk mengerti. Mengingat cowok itu adalah adik kelas Ebi semasa SMA.

"Sepuluh, sebelas, dua belas. Dua belas banding delapan. Fix kita ke pantai," ucap Ebi disambut sorakan dari yang lain.

Selanjutnya adalah menentukan pantai mana yang bisa dikunjungi sekaligus pembentukan panitia untuk makrab agar bisa lebih terkoordinir karena pengurus Panorama sendiri hanya ada lima orang. Yang lain sudah tidak aktif lagi karena skripsi.

"Nanti malem gue share ya pembentukan panitianya," ujar Bia yang menjabat sebagai sekertaris.

"Gak boleh ada yang protes pokoknya," tambah Ita.

🐾

Langit mulai mendung saat Salsha baru saja selesai memberikan laporan pada Dosen di fakultas. Cewek itu berjalan sambil menatapi langit, dalam hati berharap hujan tidak akan turun sebelum dia masuk ke dalam mobilnya.

Salsha berjalan setengah berlari saat suara petir terdengar. Kampus juga sudah mulai sepi karena sudah jam lima sore juga.

Salsha sampai di parkiran, cewek itu hanya melihat empat mobil termasuk mobilnya. Saat dia membuka pintu, matanya tidak sengaja menangkap ban belakangnya yang kempis. Mata Salsha menyipit.

Dia memeriksa bannya, padahal tadi pagi masih baik-baik saja. Cewek itu kemudian membuka bagasinya.

Tidak ada dongkrak di sana, ada pun Salsha tidak bisa membenarkan. Lantas yang dilakukannya kini adalah mengontak beberapa temannya untuk dimintai tolong.

Setelah lima belas menit menunggu, tidak ada satu pun dari mereka yang ada di kampus. Salsha kemudian teringat Panorama, setidaknya pasti ada beberapa di antara mereka yang masih di kampus.

Baru saja Salsha akan mengetikkan pesannya, suara berat dari depan mobilnya membuat cewek itu mendongak kaget.

"Ban lo kempes?" kata laki-laki berambut cepak dengan tas ransel yang dibiarkan tersampir dibahu kanannya. Itu Juna yang memandangi Salsha dan ban mobilnya bergantian.

Salsha menghela napasnya lega. "Jun bantuin gue dong!"

Juna mengangguk dia kemudian mendekat, melihat kondisi ban mobil Salsha. "Lo ada dongkrak nggak?"

"Enggak."

Juna mengernyit. "Terus gimana gue gantinya?"

Salsha nyengir lebar. "Nah itu makanya."

Juna menatap Salsha sejenak kemudian berkata, "lo tunggu sini bentar. Gue mau cari orang yang bawa dongkrak di parkiran depan."

Salsha hanya mengangguk mengiyakan. Cewek itu kemudian duduk berjongkok sembari memainkan ponselnya. Beberapa menit kemudian terdengar suara langkah mendekat. Salsha langsung semangat berdiri.

"Udah dap-" ucapannya terhenti saat bukan Juna yang dia lihat melainkan Dimas.

Dimas menatap Salsha dan ban mobil cewek itu bergantian, sama seperti yang dilakukan Juna beberapa menit yang lalu. "Jadi, elo orang bikin susah?"

Dahi Salsha berkerut. "Juna bilang gitu?"

Dimas menggeleng. "Dia cuma bilang gak bisa ketemuan sama kasurnya. Sedih gitu ekspresinya."

Salsha mendengus kesal. "Lo ngapain sih ke sini?"

Dimas berjongkok memeriksa ban mobil itu sambil berkata, "disuruh nemenin lo." Cowok itu kemudian mendongak, menatap Salsha dengan raut wajah penasaran. "Lo punya haters ya?"

"Maksudnya?"

Dimas menunjuk salah satu bagian diban mobil Salsha yang robek akibat sayatan. Salsha ikut berjongkok mengamati. "Apalagi kalau bukan karena lo punya haters atau jangan-jangan lo tukang rebut pacar orang?"

"Enggak!" jawab Salsha geram.

Saat itu hujan mulai turun. Dimas menengadahkan tangannya. "Sial banget emang gue kalau deket lo."

Salsha diam saja tidak menjawab karena akan panjang jika dia memilih berdebat dengan cowok itu.

Tak lama hujan langsung turun deras. Salsha langsung panik, Dimas segera membuka pintu mobil Salsha. "Masuk."

"Enggak!"

Dimas berdecak cowok itu segera masuk ke dalam sementara Salsha masih bimbang harus masuk atau tidak meskipun itu mobilnya sendiri.

Bukan apa-apa tapi berdua dengan Dimas membuat rasa cemas Salsha meningkat.

Baju Salsha sudah basah kuyup, tapi dia masih ragu sampai Dimas kembali keluar dan menariknya untuk masuk ke dalam lalu membentak Salsha. "Lo mikir apa sih?!"

Salsha diam saja tanpa mau melihat Dimas.

Lima belas menit kemudian Salsha mulai menggigil kedinginan. Dia mendekap badannya sendiri, menggosok-gosokan tangannya ke lengannya berusaha mencari kehangatan.

Melihat itu Dimas segera membuka jaket jeansnya lalu melemparkannya ke pangkuan Salsha. "Pakai."

Tangan Salsha bergerak untuk mengembalikan, tapi ucapan Dimas membuatnya terkesikap. "Pakai, gue gak mau nambah dosa."

Salsha mengernyit dia kemudian melihat bagian dadanya. Pipi cewek itu menghangat, bagaimana bisa dia lupa memakai hem putih!

Dimas melemparkan pandangan keluar jendela. Seharusnya tadi dia pulang saja bersama Ebi dan tidak menuruti Juna yang menyuruhnya ke parkiran dengan embel-embel akan memberikan contekan saat kuis statistika besok. Cowok itu kemudian merogoh sakunya dan menekan nomer Juna lalu saat suara cowok itu terdengar dari seberang, Dimas segera berkata, "lo nyari dongkrak dimana, bangsaaat?!"

To be continue 🐾

About DimasWhere stories live. Discover now