.

Felix terbangun. Ia bermimpi lagi. Masih sama seperti malam sebelumnya.

Keringatnya ia seka dengan punggung tangan. Matanya berpencar mencari saklar lampu kamarnya.

Tangannya membuka nakas. Diraihnya bungkusan obat dan segera menelan beberapa butir obatnya tanpa bantuan air minum.

Kepalanya menoleh. Mencari sesuatu lain dalam nakas. Tangannya meraih sebuah cutter disana. Kemudian tawa pelan terdengar dari mulut pemuda Lee itu.

'Ctakkk'

Benda tajam itu terlempar jauh mengenai tembok kamarnya.

"Gue gak selemah itu,"

Dan Lee Felix kembali tertidur dengan rasa nyeri yang mulai menjalar di sekujur tubuhnya.

•••

Minho bergeser sedikit kala Jisung terus mengganggu tidurnya. Kepala adiknya terus bergerak di atas perutnya.

"Kamu kenapa sih?" tanya Minho dengan suara seraknya.

"Ayo mandiii! Kapan mau berangkatnya kalo gini, kak"

Yang lebih tua kembali memejamkan mata. Lengannya ia gunakan untuk memeluk kepala adiknya.

"Mau bolos aja hari ini"

Jisung mendongak. Bibirnya mengerucut lucu.

"Trus Jisung berangkat sama siapa?"

"Kalo kakak bolos ya artinya kamu juga," jawab Minho santai.

Jisung menyingkirkan tangan kakaknya. Badannya ia dudukkan di atas ranjang.

Tak ada suara yang terdengar. Membuat Minho membuka matanya, mencari keberadaan Jisung yang kini tengah menatap ke arah pintu kamar.

"Dek?"

Jisung menoleh.

"Mamah sama Papah kapan pulang?"

Minho mendudukkan dirinya di samping adiknya.

"Kangen sama mereka, hm?"

Dagunya dipegang. Jisung mengangguk singkat. Tatapan itu kembali ia lihat. Minho menatapnya teduh.

"Ada kakak disini. Jangan sedih ya?"

Jisung segera berhambur memeluk kakak tirinya. Menenggelamkan wajahnya di dada Minho. Sedangkan yang dipeluk hanya tersenyum sambil menyisir rambut Jisung dengan jari-jari tangannya.

•••

Felix melirik sekilas ke arah luar pintu. Memastikan hanya ada dirinya di dalam rumah. Tangan kirinya membawa sebuah seragam putih milik Ayahnya.

Blam

Pintu kamar sudah tertutup. Badannya merosot ke lantai. Seragam ditangannya sudah ia remas dengan kuat. Aroma khas dari pakaian tersebut ia hirup dalam-dalam.

Felix menyeka air matanya yang sudah lolos. Bibirnya berkedut menahan isakan.

"Ayah kapan pulang?"

Badannya meringkuk di lantai. Matanya menangkap sebuah cutter yang tadi malam ia lemparkan.

'Jangan, Lix. Lo gak selemah itu'

Felix menggeleng cepat. Lalu merangkak menuju nakas dan meraih korek api disana.

Selalu seperti ini. Rasa cemas itu hilang seiring api yang menyala.

Bibirnya mengulas senyum. Namun mendadak panik saat ujung baju seragam milik ayahnya tersambar api. Dengan cepat Felix melempar pakaian tersebut ke lantai kamar. Kakinya menginjak api yang menyala dengan brutal.

PURZELBAUM [Changlix]Where stories live. Discover now