***

Waktu sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Maira masih di ruangan kedua bayi kembarnya, masih terjaga sembari bersholawat menunggu si kecil terlelap. Entah kenapa hati Arman terenyuh mengingat betapa besar pengorbanan wanitanya itu. Dulu, entah seberapa banyak kesakitan yang dia torehkan di hatinya, sebesar apa rasa luka yang ia buat. Arman beranjak mendekati Maira kemudian memeluknya dari belakang.

Maira kontan menoleh, sepertinya sedikit terkejut dengan pergerakan tiba-tiba dari suaminya.

"Mereka sudah tidur?" tanya Arman yang sudah menjatuhkan dagunya di pundak sang istri.

Maira menelan ludah, dia merasa terkesiap, sentuhan suaminya tidak pernah berhenti membuat debar. Selalu ada degub yang bertalu-talu padahal bukan lagi pengantin baru. Selalu di buat jatuh cinta padahal bukan lagi pasangan remaja.

Arman sedikit tergelak, menurutnya lucu sekali saat Maira bersemu malu seperti itu.

"K-kenapa Mas ketawa? Mereka sudah tidur," jawab Maira terbata.

Lelaki itu membalik tubuh istrinya. "Aku suka ketika melihatmu tersipu malu. Rona di wajahmu membuatku selalu rindu. Ya ... meskipun kamu sangat cerewat." Arman menoel ujung hidung Maira.

"Iiihh ... kebiasaan deh muji-muji tapi akhirnya di jatuhin lagi."

Kedua tangan Arman menangkup pipi Maira, sedikit mengakatnya agar menatap jelas apa yang akan Arman katakan. "Siapa yang ngejatuhin? Justru aku bersyukur Allah menghadirkan sosokmu yang cerewet, yang berisik, yang juga tidak pernah pergi. Dan aku selalu jatuh cinta akan itu."

Demi apapun hati Maira meleleh rasanya, ingin sekali ia terbang. "Dulu kan aku pernah pergi, aku pernah menyerah, Mas."

"Itu karena dulu aku yang bodoh telah mengusirmu. Kalau aku tidak mengusirmu apa kamu akan pergi?"

Maira menggeleng, "aku sudah janji tidak akan pernah pergi kecuali Mas yang memintanya."

"Itulah kenapa aku Cinta."
Kecupan hangat dari Arman mendarat di kening Maira. "Zhira di mana?" tanya Arman memastikan.

"Sudah tidur duluan tadi, Sepertinya dia kecape'an. Kenapa, Mas?"

"Tidak."

"Berarti sekarang free, kan?" Arman menarik pinggang Maira agar lebih dekat. Beberapa saat hening, menikmati debar masing-masing yang saling bersahutan. Perlahan wajah Arman mendekat dan semakin dekat.
Maira memejamkan matanya, mencoba hanyut dengan kehangatan yang ada. Namun seketika tersentak sebab tangis salah satu bayi menggelegar di ruangan itu.

Suara yang berasal dari box bayi dengan kelambu pink. Ya, Izza menangis dengan keras.

"Huh! MasyaaAllah ...," desah Arman memejamkan matanya. Salah sendiri dia tidak membawa kabur dulu Bundanya anak-anak itu. "Sayang, kita sewa baby sitter ya?" saran Arman.

Sembari menimang Izza, Maira menjawab. "Tidak perlu, Mas. Aku bisa kok, lagian ada Bi Inah, Mbak Yesi, Lastri sama orang tua kita juga. Mending uangnya buat anak-anak panti dari pada buat sewa baby sitter." Maira selalu saja seperti itu, selalu merasa bisa walaupun lelahnya luar biasa. Selalu merasa bangga sebab ia yakin lelahnya akan menjadi Lillah.

"Sayang,"

"Hhmm?"

"Sudah baca chatku belum?" tanya Arman, entahlah dia sedikit gugup mengingat pesan sore tadi. Sebab dia tidak pandai merangkai kata, tidak pandai membuat syair, semoga setelah ini Maira tidak menertawakannya.

"Chat?"

"Iya."

Maira menggeleng.

"Aku tunggu di kamar." Arman tersenyum.

Chat? Apa Mas Arman ngirimin aku pesan? Tumben. Maira meraih ponselnya di atas nakas, kemudian duduk di sofa tunggal dekat ranjang baby Izza.

Ada beberapa Chat dari teman dan keluarga, juga dari Mr Cool is My Husband yang tak lain adalah nomer suaminya. Maira membacanya lalu tersenyum, bait demi baitnya seakan memiliki makna yang luar biasa. Sekarang Maira bisa tersenyum lega, sebab Allah masih memberinya kesempatan menikmati manisnya sebuah pengharapan. Dia berharap semoga keluarga kecilnya ini akan selalu memiliki perwujudan rasa syukur yang tiada tara atas limpahan kebahagian yang Allah berikan.

Ya Allah ...,

begitu luar biasa Engkau timpakan kebahagiaan ini untuk hamba. Hamba mohon, jangan jadikan hati ini lalai untuk mensyukurinya.

_______________________

Alhamdulillah Akhirnya ada Epilog. Wkwk.. Semoga kalian masih betah dengan cerita ini. 😆

Baca juga sequel Lentera Humaira

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Baca juga sequel Lentera Humaira

Jangan lupa Vote dan komen.

Oh iya, masih belum berakhir, ada Extra part juga loh... jadi, jangan hapus dulu ya..😉 Kalo perlu tambahkan ke reading list.😅
Btw, di extra part bakalan ada A' Ilham loh, ada yang kangen nggak?

Udah dulu ah... pokoknya tungguin A' Ilham ya😉👌

Syukron
Jazakumullahu khairan katsir..

Wassalamu'alakum..

Lentera Humaira ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang