5 - Malu (Maluin)

Start from the beginning
                                    

"Nyariin gue, Kat, ada apa?" Reihan yang berdiri tepat di depannya membuat Katrin dapat melihat langsung postur tinggi tersebut. Reihan begitu menawan. Rambutnya berpotongan spike. Mata sayunya begitu meneduhkan. Dan Katrin begitu menyukai bagaimana cara Reihan berinteraksi dengannya. Senyum manis tak pernah absen dari wajah cowok itu. Hal yang membuatnya terkesan begitu ramah dan sopan.

"Lo dipanggil Bu Maya, Rei," balas Katrin berusaha senormal mungkin. Padahal dia yakin, beberapa detik yang lalu wajahnya pasti mupeng berat menatap Reihan.

"Sekarang? Bu Maya nya dimana?"

"Iya, sekarang. Bu Maya ada di ruangannya."

"Oh, ok. Gue beresin laptop gue dulu. Bentar lagi gue kesana. Thanks ya, Katrina."

Dan Katrin juga senang bagaimana Reihan selalu menyebut nama awalnya dengan lengkap.

Katrin mengangguk sambil tersenyum manis. "Ok, gue balik dulu kalau gitu."

"Yup, sekali lagi, makasih, ya." Setelah mendengar itu, Katrin langsung berbalik pergi menuju kelasnya dengan hati berbunga-bunga. Kalau begini kan, Katrin makin semangat menyematkan nama Bu Maya sebagai guru favorit-nya sepanjang masa.

***

Setelah Bu Eli, guru kimianya berjalan meninggalkan kelas karena berakhirnya jam pelajaran hari ini, Katrin langsung maju ke depan kelas dan memotret papan tulis yang dipenuhi dengan jawaban dari soal latihan kimia yang diberikan Bu Eli selama pelajaran.

"Emang yakin tuh Kat bakal dicatet di rumah?" Tanya Oka yang tahu-tahu berdiri di belakangnya.

Katrin mencibir ke arah ketua kelasnya itu. "Catet dong!" jawabnya.

"Kalau inget," tambah Garvin yang tahu-tahu muncul dan berdiri di samping Oka. Oka tertawa sambil mengangguk menyetujui.

"Katrin! Ntar kirim ya fotonya!" teriak Tiana yang langsung disambut dengan acungan jempol. Sedangkan Dewi, langsung ngacir keluar kelas ketika bel berbunyi tadi karena ditungguin sama gebetannya, cewek itu nggak mencatat dan nggak berniat memfoto. Jadi, masih mendingan Katrin kan?

Ya walaupun belum tentu juga Katrin mencatat apa yang dia foto ini di rumah. Kadang foto ini hanya memenuhi galerinya saja tanpa berniat ia sentuh. Tapi setidaknya, dia punya jejak apa yang dipelajari hari ini.

Kemudian Garvin berjalan melewatinya begitu saja. Katrin mencebik. "Mentang-mentang pinter, jadi songong."

"Wah ngomongin siapa tuh? Gue tersinggung," ucap Oka.

"Emang ngomongin lo juga, Oka. Lo sama Garvin sama aja."

"Smart is sexy. Gue yakin songong-songong begini, lo bakalan naksir juga."

"Naksir lo maksudnya? Sorry menyinggung ego lo, gue nggak doyan brondong."

Oka memang lahir satu tahun di bawah Katrin. Soalnya waktu SMP dia masuk kelas akselerasi. Meskipun begitu, Oka jauh lebih tinggi, dia juga terlihat cukup dewasa, terbukti dengan posisinya sebagai ketua kelas sekarang.

"Dih, bilangin orang songong, lo nya juga nggak kalah songong," sungut Oka. "Maksud gue tadi, Garvin, Kat. Kalian kan pasangan di kelas matematika," jelasnya kemudian.

"Mana mungkin gue naksir Garvin. Ngaco lo," tegas Katrin dengan nada nggak nyantai sama sekali. Dia nggak memedulikan kenyataan bahwa mungkin aja
teman-teman sekelasnya yang sedang berbondong-bondong meninggalkan kelas turut mendengar.

"Kenapa? Nggak pede ya?"

Katrin langsung bersungut. "Ngapain nggak pede? Walaupun nggak pinter-pinter amat, gue kan cantik, baik, ramah, rajin sholat, rajin nabung, lucu, berbakat..."

"Eh, stop-stop, mau muntah dengernya," potong Oka sambil mendengus.

Katrin tersenyum penuh kemenangan. Salahkan Oka yang seakan mengatakan levelnya dan Garvin berbeda. Ya, walaupun emang rada beda sih. Tapi tetap saja, Katrin gengsi mau mengakuinya di depan cowok tengil itu.

Oka menepuk bahu Katrin kasual. "Kalau lo naksir Garvin, kasih tau gue, ya. Gue bisa makcomblangin kalian."

"Gue nggak bakal naksir."

Oka tersenyum. "Garvin tuh cakep, tinggi, pinter, reputasinya bagus. Kurang apalagi sih, Kat?"

"Kurang ajar. Mulutnya suka kurang ajar!" balas Katrin berapi-api.

Oka yang sepertinya menyadari kebenaran perkataan Katrin itu langsung tertawa ngakak. Katrin geleng-geleng kepala dan berlalu dari hadapan cowok yang menduduki peringkat kedua di kelas itu.

Katrin melangkahkan kakinya ke luar kelas. Ia nyaris terjengkang kaget melihat Garvin yang ternyata masih berdiri di ambang pintu kelas.

"Kapan gue ngomong kurang ajar ke lo?" tanya Garvin dengan sebelah alis terangkat.

Seharusnya Katrin merasa bersalah karena ketahuan ngatain cowok itu dari belakang. Tapi mendengar ucapan Garvin barusan berhasil memancing rasa sebal. "Heh, ternyata bukan gue aja punya ingatan buruk kayak Dori. Lo juga. Lo nggak inget ya sering banget ngatain gue? Lo bilang otak gue isinya dengkul semua lah, dan masih banyak lagi."

Garvin merasa tak terima disalahkan. "Itu bukan ngatain. Itu cara gue memotivasi lo."

"Itu cara memotivasi orang yang buruk."

"Bukan caranya yang buruk, tapi emang lo nya aja nggak pernah mau memperbaiki diri lo." Setelah mengatakan kalimat menyebalkan itu dengan raut tenang, Garvin membalik badannya dan mulai melangkah.

Dengan sigap, Katrin mengangkat kakinya, berlagak mau menendang sosok yang masih tak jauh dari depannya. Namun kakinya yang pendek itu hanya mampu menjangkau angin. Satu kakinya yang lain malah kehilangan keseimbangan. Dan dalam waktu kurang dari satu detik, bokongnya menghantam lantai. Dia jatuh terduduk dengan bunyi yang cukup keras, di belakang makhluk yang paling menyebalkan di muka bumi.

"Adawww!" teriak Katrin refleks.

"Astaga Dragon, ngagetin aja lo Katrin, lantainya nggak licin tapi kok lo bisa kepeleset, sih?" seru Beno, cowok melambai yang super ceriwis. Lalu si Beno bukannya membantu, malah terkikik geli.

"Kesandung kaki sendiri," kekeh Lala. Teman sekelasnya yang lain.

Orang-orang di sekitar yang menyadari tingkah laku Katrin kontan tertawa. Bahkan ada yang langsung mengeluarkan ponselnya dan memotret Katrin yang tampangnya makin keliatan bego.

Garvin menoleh, sambil memandang Katrin yang kini meringis kesakitan plus malu dia mengembuskan napas pelan. Didekatinya kembali cewek berponi kepanjangan yang disampirkan ke belakang telinga itu. Dia menarik sebelah lengan Katrin, membantunya berdiri.

"Lo selain bego, ternyata berbakat malu-maluin diri sendiri juga," gumam Garvin pelan, hanya mampu didengar oleh Katrin yang sudah sepenuhnya berdiri.

Wajah Katrin sudah semerah tomat saking malunya. Dan sialnya, Garvin berlagak jadi superhero sekarang. Hal yang membuat Katrin makin jadi bual-bualan dan nggak bisa membela diri lagi.

Tiba-tiba saja, Garvin mengacak poninya. Hal yang membuat mata Katrin langsung memelotot kaget. "Tutupin tuh muka. Malu banget pasti kan, ya?"

Dan Katrin tak bisa menahan diri untuk nggak berteriak. "NYEBELIN!"

***

***

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Karena KatrinaWhere stories live. Discover now