"125."

"Lho, lumayan gede. Kok lo keliatan kayak punya IQ 60?"

"Sial! Gue nggak bego-bego amat, tau! Emang IQ lo berapa? Pasti di atas 200, ya? Lo keliatan kayak alien yang nyasar di bumi soalnya."

"Itu terdengar kayak hinaan. Nggak nyampe 200 kok," balas Garvin. "Cuma 145."

"Oh. Lumayan," balas Katrin sok santai. Padahal sebenarnya kata lumayan saja nggak cocok mewakili ketersimaannya sekarang.

"Mengingat IQ lo nggak jongkok-jongkok amat, lo bakal bisa dengan mudah memahami materi ini. Materi ini berdasarkan penalaran soalnya."

Garvin memberikan Katrin buku kumpulan rumus matematika. Di halaman 20, ada penjelasan mengenai materi ini. Disitu juga ada penjelasan mengenai modus ponens, modus tollens dan segala yang ditanyakan Garvin tadi.

Dan yang semakin mempermudah Katrin, ada contoh soal dan penyelesaiannya disana. Selama Katrin membaca, Garvin juga menerangkan beberapa bagian yang membuat Katrin makin memahami materi ini.

Ternyata memang mudah. Nggak pake itung-itungan yang bikin rambutnya cepat tumbuh uban.

Katrin menyelesaikan 6 dari 10 soal yang diberi Pak Anjar dengan baik. Sisanya dibantu campur tangan Garvin.

"Mudah banget, kan?" kata Garvin memastikan.

Katrin mengangguk. "Nggak ketemu hitungan, jadinya gampang."

Tiba-tiba, ada siswa kelas sebelah yang mengetuk pintu kelas yang terbuka. Dia permisi masuk dan langsung berbicara pada Pak Anjar. Dari lagatnya, kayaknya Pak Anjar sedang dicari oleh guru yang lain.

Setelah menyampaikan amanat entah dari siapa, siswa itu permisi keluar. Pak Anjar berdiri dari duduknya.

"Bapak tinggal sebentar, ya. Jangan ribut! Kerjakan soal-soal itu dengan baik. Lima belas menit lagi Bapak kembali." Setelah pamit, Bapak itu langsung melangkah meninggalkan kelas.

Katrin melirik jam tangannya, ternyata masih ada banyak waktu sebelum jam istirahat. Dari pada gabut, Katrin memilih mengeluarkan Ipad-nya. Dia belum menyelesaikan komikstrip-nya kemarin.

"Ini lagi pelajaran matematika, Kat," peringat Garvin.

"Pak Anjar lagi ke luar," balas Katrin sambil menambahkan detail-detail kecil tapi penting di kanvasnya.

"Tapi lo ada di bawah pengawasan gue."

Jawaban bernada tenang Garvin itu sukses membuat Katrin langsung menoleh.

"Gue mentor matematika lo sekarang," Garvin menambahkan hanya untuk menjelaskan maksudnya.

Katrin menghela napas. Nih cowok kaku-nya kelewatan! "Gar, lo nggak perlu ngerasa punya tanggung jawab buat menyelamatkan nilai matematika gue."

"Gue memang punya tanggung jawab."

"Santai aja, Gar. Nggak usah terlalu dipikirin. Gue yakin kita bakal lulus-lulus aja dengan selamat sentosa dari sekolah ini nantinya. Nilai matematika bukanlah segalanya."

"Lo anaknya terlalu santai, Kat," sahut Garvin.

"Lah, memang harusnya gitu, kan? Serius mulu bikin lo cepet tua, tau! Mending habisin waktu lo untuk melakukan hal lo suka."

"Hal yang gue suka?" Garvin bergumam tidak jelas.

"Kayak gue ini." Katrin mengangkat Ipadnya di depan dada. "I do what I love. I love what I do."

Karena KatrinaWhere stories live. Discover now