6. niat

1.7K 189 6
                                    

Ari menatap kesal wanita di hadapannya ini. Wanita itu tampak begitu cantik dengan dress bunga-bunganya. Namun, wajahnya begitu sendu dan terlihat gurat ketidaknyamanan dengan tatapan Ari.

Raisa bisa merasa jika Ari menjaga jarak dengannya. Ya, mungkin wajar karena penampilannya sekarang. mungkin Ari merasa jijik dan ia seorang pendosa. Namun, inilah pilihannya saat ini. Lebih baik ia melepas jilbab karena ternyata ia belum siap untuk melalui semua ini.

" Ari tak bisa berkata-kata apa-apa, karena sejujurnya Ari merasa kecewa dengan pilihan mbak. Ari merasa seperti mbak mempermainkan agama " kesal Ari " namun, balik lagi itu semua pilihan mbak. Tak ada hak Ari untuk campur tangan dengan pilihan mbak"

"Maaf, tapi semuanya jadi semakin sulit saat mbak pake jilbab. Semua masalah datang bertubi-tubi. Mulai dari keluarga hingga usaha mbak, saat ini semuanya diambang kehancuran. Semua teman meninggalkan mbak, bahkan orang kepercayaan mbak pun berkhianat" ujar Raisa putus asa "mungkin mbak emang enggak cocok untuk seperti kamu, hati mbak masih belum siap untuk melalui semua ini" jawab Raisa menatap lurus pada Ari

"Tak ada kata tak cocok untuk sebuah kewajiban mbak"

"Kamu yang lahir dari keluarga baik-baik dan memiliki kehidupan yang damai tak akan pernah tahu apa yang kami rasakan. Walau luka telah menjadi teman selama bertahun-tahun, namun saat aku memutuskan untuk berhijab semua masalah terasa semakin berat dan sejujurnya aku aku tak sanggup untuk menanggung nya" Raisa tak bisa mencurahkan semua isi hatinya secara gamblang. Ia hanya memberikan sekilas gambar pada Ari

"Mbak mau aku kenalkan pada seseorang nggak?" Tanya Ari, entah kenapa ia saat ini ia mengingat kata-kata teh Euis yang pernah mengatakan hal yang sama padanya, namun dengan nada dan suasana berbeda.

Raisa menatap Ari, istri dari mantan gebetannya itu mendekat dan mulai menggenggam tangannya. Ada binar ketenangan di dalam matanya."aku menyukai mbak Raisa, mbak cantik dan seksi. Aku tak ingin fakhry tergoda dengan mbak" canda Ari yang dihadiahkan pelototan oleh Raisa.

🍑🍑🍑

"Ari tinggal dulu ya mbak, bentar lagi bang Fakhry pulang " Ari meninggalkan Raisa yang saat ini sedang duduk canggung bersama teh Euis yang menatapnya seperti seseorang anak perempuan yang menatap boneka Barbie

" mbak Raisa cantik banget?" Puji teh Euis, membuat Raisa salah tingkah. Bukan karena ucapan Euis namun lebih karena tatapan wanita menjelang empat puluh itu,

"Makasih mbak, mbak juga cantik " balik Raisa memuji. Ia menatap wajah Euis yang terlihat familiar, sepertinya ia pernah memandang wajah ini tapi dimana

"Kenapa?" Tanya Euis

"Enggak, cuma kayanya saya pernah lihat wajah teteh"

"Banyak kok yang bilang begitu, mungkin kemarin terlanjur terkenal jadi wajah saya masih ada yang familiar" canda wanita berhijab Dongker itu

Raisa menghela nafas berat. Kenapa tadi ia harus mengikuti Ari untuk datang kesini. Menatap euis seperti ia menatap Ari, wanita alim yang tak punya masalah. Mereka bisa menjalani hidup dengan nyaman karena tak ada masalah yang membelit hati dan pikiran

"Kalau saya bilang, saya sama seperti kamu kamu percaya?" Tanya Euis mulai serius. Ia bisa menatap dirinya sepuluh tahun yang lalu dalam diri Raisa

"Maksud teteh?" Tanya Raisa

" Saya butuh waktu sepuluh tahun untuk bisa seperti ini, seperti apapun yang yang kamu lihat sekarang. Dulu tuh sekitar sepuluh tahun yang lalu saat saya melihat orang yang berjilbab besar kaya gini rasanya tuh kalau mereka Mandang saya rasanya seperti mereka mencemooh saya" kenang Eis, " pengen banget saat itu saya teriak, kalian itu Enggak tahu apapun yang terjadi pada saya. Kalian tak tahu apa yang menimpa saya dan kalian tak tahu siapa saya. Tapi kalau sekarang rasanya malu banget kalau ingat saat-saat itu, mungkin pepatah bilang 'maling teriak maling' cocok untuk situasi saya saat itu" eis menutup mata nya merasa malu dengan tingkahnya dimasa lalu

" Bagaimana teh Eis bisa tahu?" Tanya Raisa mulai tertarik

" Karena saya sama seperti kamu, bahkan mungkin lebih parah dari kamu" ujar eis yang menangkap pandangan tak percaya Raisa " sebelum saya menceritakan masa lalu saya pada kamu, bolehkah saya bertanya?" Tanya Eis

"Apa?" Tanya Raisa refleks, sebenarnya ia tak ingin berlama-lama disini. Ada bagian dalam hatinya yang ingin dia untuk undur diri dari hadapan Eis namun ada juga bisikan untuk dia bertahan mendengarkan cerita Eis

"Apa kamu telah berhijab sebelumnya?" Tanya Eis

"Ya"

"Apa yang kamu rasakan perbedaan menggunakan hijab dengan tidak"

" Menggunakan hijab jelas lebih panas dan sesak" jawab Raisa asal

"Trus kenapa kamu milih berhijab kalau lebih panas dan sesak?" Tanya Eis lagi, dengan gaya penasaran dan antusias tinggi membuat Raisa jadi serba salah untuk menolak menjawab pertanyaan wanita yang lebih tua darinya itu

"Mungkin ikut trend, sekarangkan hijrah dan hijab sedang booming" jawab Raisa

" Apa hanya itu? Karena sejujurnya dari penampilan, pakaian dan brand yang kamu pakai bukanlah brand pasar yang hanya akan meniru mode yang sedang trend ataupun yang yang paling sering digunakan oleh artis di tv" bantah Eis, membuat raisa semakin bertanya tentang siapa Eis yang terlihat familiar

" Saya iri melihat Ari yang selalu terlihat tenang dan nyaman dengan jilbabnya. Dan saya juga ingin merasakan hal yang sama karena itulah saya memutuskan menggunakan hijab" akhirnya Raisa menjawab jujur pertanyaan Eis

" Jadi itulah niat kamu yang sebenarnya, pengen mendapatkan ketenangan hati. Berarti kita sama,sepuluh tahun yang lalu saat pertama kali saya menggunakan hijab juga karena saya merasa lelah dengan kehidupan saya yang selalu dikejar-kejar oleh apapun yang saat ini sayapun tak tahu apa yang saya pikirkan saat itu"

Raisa menatap eis dengan pandangan heran. Apa yang sedang dipikirkan oleh wanita ini? Apa wanita ini sedang curhat atau hanya sekedar keinginan tahuannya tentang pribadinya

" Bagaimana dengan sekarang? Apa yang teteh rasakan dengan berhijab saat ini dan sepuluh tahun yang lalu?" Tanya Raisa

"Kalau dulu ini adalah beban namun sekarang ini adalah kulit kedua bagi saya dan insyaallah juga bagi anak saya" Eis mantap mengatakannya dengan tangan menunjukkan jilbab yang dikenakannya

"Kapan itu semua berubah?"

"Saat saya meluruskan niat, merubah alasan berhijab dan alasan hidup saya" ujar  Eis dengan senyum penuh arti

🐝🐝🐝

hanan dan RaisaWhere stories live. Discover now