And the Journey Begin...

1.6K 45 0
                                    

"Mala... Mamah mau nikah lagi ya?"

Diam. Aku hanya bisa duduk mematung sembari benak terus mengulang ucapan orang yang paling kucintai itu.

Sampai kapanpun, siapapun orang yang akan menikahi Mamah, dia tidak akan pernah dapat menggantikan posisi Ayah dalam hatiku, bahkan hidup dan matiku.

"Mah... hmm. Maaf, tapi Mala..."

Seolah dapat membaca resah di wajah, Mamah memegang erat tanganku. Hangat. Tatapan mata keriputnya pun sangat lembut, dengan binar cahaya teduh yang mampu membuatku luluh.

"Mala, Mamah mengerti, Ayah dan Kakak Fatima sudah hampir lima tahun meninggalkan kita di dunia ini," Mamah menghela nafasnya dengan tenang dan teratur sambil tersenyum penuh keyakinan,

"...percayalah, nak. Mamah seperti ini bukan karena tidak sayang Ayah, atau Mamah berniat menggantikan posisi Ayah, tapi..."

"Iya Mah, Mala mengerti,"

Tok tok tok

"Masuk..." Ucapku sambil menahan air mata yang tadinya akan tumpah, tapi tidak jadi karena ada suara pintu diketuk.

"Assalamu'alaikum. Selamat siang, Dik Mala... gimana kondisi Mamah sekarang?"

"Waalaikumsalam. Eh, ada Kak Suster cantik... Oh Mamah? Mamah baik kok."

"Alhamdulillah, syukur kalau begitu... oh ya, katanya Mala mau jadi dokter yaaa?"

"Iyaaa Kak Suster cantiiik."

"Naah... bantu Kakak yuukk... Mala mau bantu?"

"Siap Kak! Sini Mala bantu dengan senang hati."

Aku membantu suster itu untuk mengecek kondisi Mamah yang baru saja menjalani cuci darah.

~~~

Aku termenung, memutar kembali memori ketika dulu Mamah jatuh sakit. Waktu itu aku masih kelas dua SMP. Kami sama-sama berjuang tanpa kehadiran Ayah, Kak Fatima, bahkan Kakek dan Nenek.

Keadaan memaksa Mamah untuk cuci darah, membuatku yang masih sangat muda selalu berfikir keras. Aku berinisiatif membuka toko roti dan kedai kopi yang menyatu dengan taman bacaan milik Kak Fatima. Sepulang sekolah, aku mengelola usahaku dan juga taman bacaan milik kakakku itu. Penghasilannya lumayan, karena taman bacaan yang di kelola Kak Fatima, sudah ada sejak aku TK. Taman bacaan terus ku kelola, karena sebelum wafat, Kak Fatima berpesan agar aku menjaga semua buku-buku di taman bacaannya itu.

Sekarang, well, kesehatan Mamah mulai meningkat. Walaupun penyakit Mamah masih menghantui, ketulusan hati Papa merupakan setetes penawar yang mampu melupakan betapa sulitnya perjuangan Mamah melawan penyakitnya.

Semenjak Papa hadir, selain membahagiakan Mamah, ia menghadiahkanku seorang Kakak baru. Tentu saja, the one and only, Kak Amel. Awalnya, sangat menyenangkan memiliki Kakak seperti Amel. Ia mengajari aku tentang make up dan memberiku tips kecantikan. Namun, tidak ada yang mengertiku selain Kak Fatima. Aku memang memaklumi usia Kak Fatima dan Kak Amel yang terpaut cukup jauh. Kak Fatima luar biasa bijak, sementara Kak Amel masih nampak kanak-kanak.

Perbedaan sifat  mereka kontras, Kak Fatima cenderung pendiam, sementara Kak Amel adalah Queen of Socmed yang selalu mengumbar cerita, buktinya Kak Fatima lebih bisa menjaga rahasia yang ku ceritakan, ketimbang Kak Amel. Itulah yang membuatku kurang respect pada beliau, ketidak-amanahannya. Selain itu beliau juga bukan pendengar yang baik.

Aku dipermalukan oleh Kak Amel di depan Mamah. Ia menceritakan pada Mamah tentang Kak Anton yang menembakku tapi ku tolak dengan cara membentaknya, padahal tidak begitu kejadiannya. Jujur, Aku memang kurang terbuka pada Mamah soal perasaanku pada lawan jenis. Kalaupun bercerita, aku tidak pernah melebihkan ceritaku. Kukira Kak Amel mengerti tentang apa yang ku ceritakan, tapi ternyata aku salah. Sejak saat itu, aku hanya berbicara seperlunya dengan Kak Amel.

Walaupun mungkin sepele dipermalukan seperti itu bagi sebagian orang, tapi ini tentang kepercayaan dan janji yang di ingkari.

"Tétéh? Halo? Téh Mala? Noni pinjam buku ini, Téh. Jadi berapa totalnya?" Noni melambaikan tangannya pada wajahku.

"Astaghfirullah hal adzhim... punten, Non..."

"Aduh, Téh Mala dari tadi ngahuleng nya? Cie... ngelamunin siapa téh?"

"Mala mah ngantuk, Non. Lagi mikirin kumaha carana peureum sabari beunta."

"Hahahaha. Téh Mala mah ih, bisa aja ngelesnya."

"Ih Mala mah ikutan Bimbel aja, Non. Ga ikut les."

"Ah... heureuy waé si Tétéh mah... pantes awet muda."

"Hahahaha, masih muda keleus..."

"Jadi berapa Tétéh harga semuanya? Pinjamnya sehari aja. Lagi tanggal tua nih... hehe."

"Lima buku lama, totalnya 4500. Member nomor berapa?"

"N-215."

"Okee... ini struknya. Seperti biasa, di bawa yaa waktu pengembalian besok."

"Okay... sampai ketemu besok, Téh Mala..."

"Iya Noni, sama-samaaa..." ucapku sambil melambaikan tangan.

Aku kemudian merapikan beberapa komik yang sudah dibaca oleh pengunjung di tempat. Baru saja menunpukkan buku, datanglah "beliau".

"Malaaaaa..." teriaknya bersemangat. Memalukan. Dia pikir ini hutan yang bisa seenaknya teriak kayak Tarzan gitu?

Sebentar, tumben sekali ia mampir ke taman bacaan? Biasanya ia ogah kalau ku ajak. Ada angin apa yang membuat ia kemari?

Kulihat dari kejauhan, sepertinya ia sedang bersama seseorang. Mungkin itu temannya. Ah, tapi masa iya ada lekong salon yang mau diajak kemari.

Damn! Kemana kacamata kudaku!

"Mala... hei...! Gue disini…"

"Ohh... hai Kak. Tumben kemari. Ada apa? Mamah baik-baik aja kan?" Aku bertanya sambil mencari kacamataku. Tanpa kacamata, pandangan jadi kacau. Aku mencoba meraba-raba disekitar meja.

"Iya, Mamah baik-baik aja, kayaknya. Lagipula gue belum masuk rumah."

"Kan Kakak bawa temen. Nggak di ajak ke rumah aja?" Masih sambil mencari kacamata.

Yeah! Gotcha! Ketemu! Tanpa menunggu lama, kupakai kacamata itu. Pandangan yang tadinya kacau, seketika berubah menjadi HD alias High Definition. Sempurna!!!

"Oh... ehm... ini bukan temen,  Kenalin Mal, ini..."

Oh... aku tetiba lemas dan menyesal menemukan kacamataku.

Karena dihadapanku bukan lekong salon... tapi...

Pria itu...

Sakti!

~•°•°•°•°•°•~

Hai hai..

Hhaha, ending chapternya rada sinetron. Ga apa-apalah yaa... kali-kali.

Ada beberapa kata-kata berbahasa Sunda, ini ya artinya:

Punten: Maaf

Ngahuleng: Melamun

Kumaha Carana Peureum sabari Beunta: Bagaimana caranya terpejam sambil membuka mata

Heureuy: Bercanda

Pantes : Pantas saja

Sekiaaan. Moga terhibur.

Jodohkan Aku!Where stories live. Discover now