Plan in (e)Motion

718 24 0
                                    

POV Saktian

"Mala... setelah gue tau lo itu adiknya Amel, Gue... jadi merasa bersalah sama lo."

"Apa? Setelah tau? Oh jadi kalau Amel bukan kakak tiri gue, lo nggak akan ngerasa bersalah?"

Amukan Mala di cut dengan datangnya pesenan gue. Secepat itu pesanan datang, dan secepat itu pula Aa waitress berlalu. Pelayanan yang baik.

"Makan dulu, Mal."

"Maaf gue shaum!"

Hah... "Yang bener lo? Perasaan barusan lo ngupil." Canda gue pada Mala.

"Sejak kapan ngupil bikin shaum batal?"

"Ayolah, Mal. Gue tau kok lo lagi nggak shaum. Dari tadi lo kan ngunyah permen karet."

"Uhuk uhuukkkkk!!!" Dia batuk. Kan... gue bilang apa.

"Mala... tuh kan. Lo sih bohongnya bawa-bawa ibadah. Kan jadinya keselek! Nih minum smoothiesnya!!"

Dia pun menuruti gue.

"Makanya, Mala... jangan kufur nikmat gitu. Dosa! Udah kufur nikmat, bohongnya bawa-bawa ibadah pula!" Kataku.

"Iya. Ceramahin gue aja terus seakan akan lo yang paling bener!"

"Oke Mala. Gue ngaku gue yang salah..."

Pengakuan gue sukses membuka perdebatan panas kami di siang yang terik ini. Perdebatan sengit kami semakin menguak pengakuan lain gue yang teramat sangat membuat gue merasa bersalah sama diri gue sendiri.

"Iya Mala... gue ngaku gue memang salah, jadian seminggu setelah kita putus. Makanya gue putus sama Amel karena gue sadar sama kesalahan gue."

"Emang! Salah total! Fatal! Dan sekarang... Kalau lo mau jadi temen gue, lo jadian lagi sama Amel!"

Apa? Jadi temen? Gue kan pengennya sama lo, Mala, "tapi... nanti lo..."

Amel memotong omongan nggak jelas gue dengan tepat ketika gue lengah tanpa amunisi kata, "Semua udah terlanjur salah lo! Dan sadarlah, sekarang Amel yang harus lo bahagiain, bukan gue. Gue nggak mau lihat lo memperlakukan Amel seenak jidat lo! Cukup gue yang lo sakiti!!"

Ya Allah... kata-kata Mala ini selalu berhasil bikin gue tertusuk. Gue yakin lontaran kata itu selalu dari hati yang terdalam, hati tulusnya yang sudah gue sakiti berkali-kali.

Jauh di lubuk hati, gue masih ingin sama Mala. Tapi benar kata Mala, semua udah terlanjur. Kalau gue jadian sama Mala, apa kabarnya hubungan persaudarian mereka yang nggak akur?

Baiklah, Ini sulit buat gue. Gue akan coba tetap menjadi teman Mala, "tapi beneran ya... kalau gue jadian lagi sama kakak lo, kita temenan kayak dulu."

"Iya." Jawabnya, irit banget daripada sebelumnya.

O...ow, dia belum selesai bicara, "tolong Sakti, lo jangan salah pengertian dulu. Kita temenan karena gue tau lo itu pacar kakak gue. Gue anggap lo calon kakak ipar gue."

Apa boleh buat. Demi persaudarian mereka, gue harus rela mengorbankan rasa sayang gue sama Mala.

"Berhubung kemaren lo amnesia, baru mengenal gue lagi... sekarang disini gue sedang bereinkarnasi sebagai adik tirinya Amel. Bukan sebagai mantan kekasih yang tak dianggap sama lo!"

Gue bergeming dan speechless.
Hunusan kata-kata Mala amat mematikan bagi gue.

"Mal... gue bener-bener merasa bersalah banget. Gue... minta maaf ya udah sering nyakitin lo."

"Gak perlu. Udah gue maafin."

Gue menarik nafas, sungguh ini berat buat gue.

"Kalau mau temenan sama gue, lo ikutin skenario gue. Gue punya ide gimana caranya buat bikin lo berdua jadian lagi."

"Tapi Mal..."

"Nah... contohlah gue. Gini nih namanya teman, selalu bantu teman yang kesusahan, kan?"

Sampai kapanpun, lo bukan temen gue, Mala. Lo akan selalu jadi Malaikat di hati gue.

Mala menjelaskan pada gue bagaimana gue harus berperan. Skenario Mala buat gue nggak ada masalah. Nah yang jadi masalah adalah, setelah bisa balikan lagi, yang ada nantinya gue malah nggak betah musti sama Amel.

Oke nggak ada salahnya buat dicoba walaupun sebenarnya gue setengah hati sama keputusan ini. Well, nasi sudah menjadi bubur yang siap gue makan sendiri. Ini sudah jadi konsekuensi gue.

***

Sesampainya di kediaman Amel, ya... bener banget prediksi Mala, pasti ada sedikit dramatisasi dari Amel. Amel memang keras kepala. Sulit gue untuk meyakinkan Amel. Berkat strategi Mala yang tahu cara meluluhkan hati Amel, dengan mudah Amel mau balikan lagi sama gue.

"Amel... ini Mamah bikin sirop buat kalian." Kata Mamah dengan membawa nampan yang kemudian makanan pada nampan disimpan di meja.

"Iya Mamah, Makasih ya Mah..."

"Amel, belum kenalkan mamah... Ini... siapa?"

"Oh.. ehehe.. Mamah.. ini temenku, Sakti."

Hah? Temen?

"Temen atau temen...?"

"Iya Mah... beneran temen kok. Amel kan belum punya pacar."

Oh... jadi... gue dianggap temen doang? Oke fine.

Mungkin ini balasan buat gue karena dulu gue nggak mau dikenalkan ke Mamah Mala. This is fair.

Gue coba tanya Amel seudah Mamah kembali masak ke dapur. Katanya sih mau ada tamu spesial.

"Beb... jadi lo cuma anggap gue temen?"

"Hemmm... untuk sementara aja ya Ay. Please, Gue belum siap cerita ke Mamah tiri gue."

Jawaban yang exactly sama waktu Mala nanya ke gue. Oh... dan gue baru inget lagi kalau Mamah Mala adalah Mamah tiri Amel.

Tak lama kemudian setelah kami menertawakan rayuan gue yang garing, akhirnya tamu itupun datang... dengan Mala...

What? MARIO?

Keluarga mereka itu...

~~°~°°~°°~°°~°°~°°~°~~

Jodohkan Aku!Where stories live. Discover now