Destiny - 2

1.6K 138 126
                                    

Jinyoung perlahan membuka matanya saat ia mendengar suara ribut. Ia mengerjapkan matanya perlahan membiasakan matanya dengan cahaya lampu yang terang.

Putih.

Ia melihat langit-langit diatasnya putih. Perasaan ia sedang berada di club malam tadi, lalu sekarang ia berada dimana?

Ia mengedarkan pandangannya dan ia menemukan Jaebum terduduk dilantai dengan wajah lebam belum lagi sang ayah mertua sedang berkacak pinggang menatap Jaebum penuh amarah.

"Suami macam apa kau ini, Im Jaebum! Kau mengabaikan istrimu dan malah pergi ke club malam lalu bercinta dengan wanita lain. Apa kau sudah gila? Dan sekarang istrimu keguguran itu semua ulahmu, apa kau sudah puas menyiksa Jinyoung huh?" Bentak ayah Jaebum.

Jaebum hanya menunduk tidak berbuat apa-apa. Ia merasa bersalah pada Jinyoung. Tidak seharusnya ia melakukan hal seperti tadi pada Jinyoung. Ia juga seharusnya ingat bahwa Jinyoung sedang mengandung. Meskipun ia tidak percaya jika anak yang dikandung istirnya itu adalah darah dagingnya sendiri.

"K- ke- guguran?" Gumam Jinyoung membuat seisi ruangan sontak melirik ke arahnya yang terbaring di ranjang.

Jaebum berdiri, ia kemudian menghampiri Jinyoung dan menggenggam tangan dingin istrinya itu.

"S- sayang, maafkan aku sungguh.."

Jaebum mencium punggung tangan Jinyoung.

Sementara itu tatapan Jinyoung kosong menerawang ke atas. Perlahan air matanya mengalir saat otaknya sudah bisa mencerna apa yang diucapkan sang mertua tadi. Satu tangannya turun ke bagian perutnya. Ia mengusap pelan perutnya yang kini ia rasakan sedikit mengecil.

Jinyoung menggeleng. "Tidak.. ini tidak mungkin. Bayiku.."

Jinyoung kini menatap nyalang Jaebum yang menangis disamping nya.

"Katakan ini tidak benar, oppa! TOLONG KATAKAN INI TIDAK BENAR! bayiku... Hiks baby..." teriaknya histeris.

"Sayang tenanglah semuanya akan baik-baik saja" ibu Jinyoung yang berada disamping Jaebum mengusap rambut Jinyoung mencoba menenangkan anak bungsunya tersebut.

"Tidak!"

Jinyoung menatap Jaebum tajam. Ia benar-benar marah pada Jaebum.

"Lepaskan aku! Jangan sentuh aku!"

Dengan sekuat tenaga Jinyoung menghempaskan genggaman tangan Jaebum dan berhasil membuat Jaebum terdorong ke belakang. "J- jie"

"Apa kau puas huh? Apa kau bahagia sudah membunuh anak yang menurutmu bukan darah dagingmu sendiri? APA KAU SUDAH PUAS MENYAKITIKU, IM JAEBUM?" Teriak Jinyoung histeris.

Ibu Jinyoung dan kedua orang tua Jaebum membelalakkan mata saat mendengar ucapan Jinyoung barusan. Jadi, Jaebum tidak percaya dengan anak yang dikandung Jinyoung.

"Jie, aku minta maaf-"

"Berhenti disitu! Jangan mendekat!"

Jaebum yang hendak mendekati Jinyoung namun terhenti.

"Kau ingin kita berpisahkan? Baiklah, kali ini aku akan mengabulkan keinginanmu. Kita akhiri saja semua ini, Ceraikan aku, Bum" ucapnya lirih. "Sudah tidak ada lagi yang akan menghalangi keinginanmu, Bum. Pergilah! Kejar wanita yang kau cintai itu. Biarkan aku sendiri"

Jaebum menggeleng. "Apa yang kau bicarakan? Kita tidak akan berpisah-"

"JANGAN BERPURA-PURA TIDAK MENGERTI, IM JAEBUM! aku muak! Berhentilah bersandiwara mulai sekarang!"

Semuanya terdiam, tidak ada satu pun yang berbicara. Mereka semua shock mendengar kenyataan yang selama ini ditutupi oleh Jinyoung. Terutama ibu Jinyoung, ia merasa begitu terluka melihat anaknya menangis dan disakiti oleh Jaebum. Sebagai seorang ibu beliau merasakan apa yang Jinyoung rasakan saat ini.

"Sayang, sudah.." ibu Jinyoung memeluk sang putri dari samping.

"Mulai sekarang jangan pernah lagi muncul dihadapanku. Aku membencimu, Im Jaebum. Pergi dari sini! PERGI!" Jinyoung berteriak kemudian menangis tersedu-sedu dipelukan sang ibu.

Jaebum terdiam, entah mengapa hatinya terasa begitu nyeri. Dadanya sesak, tubuhnya pun melemas. Ia tidak rela melepas Jinyoung. Melihat Jinyoung yang seperti ini kini ia tersadar bahwa Jinyoung mencintainya dengan tulus. Namun dia malah menyia-nyiakan cinta yang tulus dari Jinyoung dan menuduh bahwa bayi yang ada dikandungannya bukanlah darah dagingnya sendiri. Jaebum merasa dirinya bodoh, baru sekarang ia menyadari perasaannya pada Jinyoung.

Ia tidak mau kehilangan Jinyoung.

Jaebum mencintai istrinya itu.

"Tolong jangan berkata seperti itu, sayang. Aku tidak mau berpisah denganmu, Jie. Aku benar-benar minta maaf"

Jaebum yang hendak menghampiri Jinyoung terhenti karena tangannya ditahan oleh sang ayah.

"Apa kau tidak mendengarkannya? Lebih baik sekarang kita pergi. Biarkan Jinyoung sendiri dulu" titah sang ayah.

Jaebum menggeleng. "Tidak! Aku tidak mau berpisah dengan Jinyoung, appa!"

"Ayahmu benar, Bum. Lebih baik kau pulang, Jinyoung sedang emosi. Mungkin setelah emosinya mereda ia akan kembali seperti semula" ibu Jinyoung memberi pengertian. Wanita yang masih terlihat muda diusianya yang memasuki kepala 4 itu terlihat lebih tenang dari pada kedua orang tua Jaebum.

"Mommy dan appa mu benar. Lebih baik kita pulang dan kau beri penjelasan atas apa yang kau perbuat pada kami dirumah, Im Jaebum" tegas sang ibu.

"Suzy-ah, atas nama putraku aku minta maaf yang sebesar-besarnya. Kita akan membahas ini lagi setelah keadaannya jauh lebih tenang" ayah Jaebum, Im Minjun membungkuk pada Suzy, ibu Jinyoung.

Suzy mengangguk. "Baiklah, biarkan Jinyoung sendiri dulu. Jangan ada yang menemuinya dulu"

"Ne, kami permisi"

Suzy hanya mengangguk memberi jawaban sementara Jinyoung masih menangis dipelukannya. Jaebum dengan berat hati harus meninggalkan Jinyoung. Ia melangkah gontai keluar dari dalam ruangan tempat Jinyoung dirawat. Ia berhenti sejenak didepan pintu, ia menatap tubuh mungil yang bergetar milik istrinya itu.

Jaebum benar-benar menyesal telah menyakiti Jinyoung dan bayinya.

"Aku mencintaimu, Jinyoung. Maafkan aku.." gumamnya lirih.

Jaebum kemudian keluar ruangan dan menutup pintu. Kedua orang tuanya sudah berjalan terlebih dahulu. Ketika ia hendak melangkah, tiba-tiba seseorang sudah berada dihadapannya.

Tatapan Jaebum menajam, rahangnya mengeras dan tangannya mengepal.

"Mau apa kau kemari?" Tanyanya dingin.

"Itu bukan urusanmu"

Pria itu hendak menyingkir namun Jaebum kembali menghalanginya.

"Jangan pernah berani mendekati dan menemui istriku, atau kau akan menyesal" ancam Jaebum.

Pria itu berdecih, memberi Jaebum sebuah senyum meremehkan.

"Apa kau pikir aku takut padamu? Aku tidak takut pada pria sepertimu, Im Jaebum"

Jaebum kemudian mencengkram kerah kemeja pria itu.

"Kau tidak akan pernah bisa mendekati istirku bahkan menyentuhnya seujung kuku pun. Aku tidak akan segan-segan memberimu pelajaran jika kau berani mendekatinya, tuan Lee Junho!" Gigi jaebum bergemelatuk, cengkaramannya semakin kuat pada Junho.

"Ck, kita lihat saja nanti" balasnya sinis.

Jaebum melepas cengkaramannya, ia tidak ingin tersulut dan malah membuat keributan lalu segara pergi menyusul kedua orang tuanya.

Junho tersenyum sinis. "Kau akan kehilangan nya Jaebum dan aku pastikan Jinyoung akan jatuh kepadaku"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

To be continue...

Destiny (JJP) ✓Where stories live. Discover now