Menikah

38.4K 1.4K 53
                                    

Pov Devan

"Saya terima nikahnya Nabilah izma rafifatul rifdha dengan mas kawin seperangkat alat Sholat dibayar Tunai!"

"Bagaimana, saksi? Sah?"

"Saaaaaaaaaaaaahhhh...!!!"

"Alhamdulillahirobbil'Alamin..."
Segenap familly dan para tamu undangan yang menyaksikan proses ijab Qobulku mengucapkan syukur bersama.

Kilau cahaya lensa kamera yang mengabadikan momentum ini, bagai gemerlap bintang di langit malam.

Kutatap wajah-wajah haru Orang Tua kami ....
Mama ... kau menangis saking bahagianya.

"Silakan kepada mempelai wanita, untuk mencium tangan suaminya." Ujar Mas Ridwan, MC acara pernikahan kami.

Dag dig dug, saat ini yang aku rasakan.
Meski pernikahan ini bukanlah atas pilihanku, tapi aku turut merasakan senang karena kedua Orang Tua kami terlihat bahagia.

Hangat, ketika Nabil meraih lengan kananku, dan menciumnya.
Spontan ku usap wajah cantik yang masih tertutup cadar dengan rapi itu, ku kecup ringan keningnya ....

'Nizma ... seandainya yang bersanding dengnku di pelaminan ini adalah kau ... sungguh, aku akan sangat bahagia'
*

Acara demi acara telah kami lalui.
Capek, pegal, semua terbayar sudah ketika ku lihat senyum indah Mama ....

"Terimakasih, sayang. Kau adalah satu-satunya anak Mama yang terbaik, Soleh, juga penurut. Tolong jaga istrimu, nak! Jangan sakiti dia! Kelak dia yang akan mendampingimu di jalan Allah. Rizkimu, bergantung pada kebahagiaan nya. Jika sampai hatinya kau gores, maka murka Allah akan menghampirimu!
Muliakan dan angkatlah derajat istrimu, sebagaimana yang dilakukan junjungan kita, Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam (Shollu 'Alaih) kepada para istrinya."

Bergetar hatiku mendengar nasehat Mama.
Akankah aku bisa membahagiakan istriku?
Sedangkan di dalam hatiku masih terukir nama wanita lain.

"Baik, Ma. In Syaa Allah ...
In Syaa Allah Devan akan selalu membahagiakan Nabil."

Ku peluk kembali Mama yang masih berurai air mata haru.
Berbeda dengan Papa, Papa memang seorang lelaki yang tegar. Meski mata Papa terlihat berkaca-kaca, tapi ia enggan menitikkan air matanya.

"Selamat ya, Nak!"
Ujar Papa seraya memelukku.

Mama dan Papa turun dari pelaminan, giliran Om Maliq dan Tante Maryam yang menghampiri kami.

"Terimakasih, Om, atas do'a dan restunya. In Syaa Allah Devan berjanji akan membahagiakan Nabil. Devan janji, Om."

"Om pegang janji kamu, Nak Devan. Om titip Nabil, ya! Jangan sakiti dia!"

"Baik, Om. Devan janji."

Kulihat pemandangan disebelahku, nampak Nabil menangis cukup lama dipelukan Ibunya. Pun demikian dengan Tante Maryam. Terlihat ia enggan melepaskan putrinya.
Kubiarkan pemandangan haru itu berlangsung sekitar sepuluh menit. Waktu yang lumayan membuat keduanya sedikit lega dan mulai berbicara.

"Maafkan ibu ya, Nak. Jika sampai saat ini Ibu belum bisa menjadi Ibu yang terbaik untukmu. Bahkan, di sisa-sisa usia ibu yang tinggal sejengkal, ibu justru sangat egois. Ibu menjodohkanmu dengan Devan, tanpa bertanya kepadamu setuju atau tidak. Mau atau tidak. Ibu hanya Orang Tua yang mementingkan kebahagiaan ibu sendiri. Maafkan ibu, nak! Ibu do'akan, agar anak ibu sehat selalu, murah rezeki, dan bahagia dengan Devan. Ibu percaya, Devan anak yang baik dan bertanggungjawab terhadap keluarga. Dia sangat cocok bersanding denganmu. Layani suamimu lebih dari segalanya. Syurgamu kini ada di tangan suamimu, bukan lagi di telapak kaki ibu. Hormati dia, lengkapi kekurangannya dengan kelebihanmu, jaga segala aib suamimu, jangan kau umbar kepada siapapun. Jika kelak kalian mendapati masalah, selesaikan dengan cinta, jangan dengan emosi. Ibu tak ingin anak ibu mengalami hal yang sama dengan ibu. Cukup satu kali menikah seumur hidup. Janganlah berganti suami.
Kasihan jika nanti cucu ibu mengalami hal yang sama denganmu. Mempunyai Bapak sambung. Jangan ya, Nak! Sebesar apapun masalahnya, hadapi dengan cinta dan keikhlasan...."

Pacaran setelah MenikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang