[44] Aksi Si Peneror

62.6K 2.6K 101
                                    

Give me your vote and comment.

*****&*****

Ray keluar dari kelas dengan wajah seriusnya. Dia berjalan mencari Nicholas dan Indra untuk menemaninya pergi menemui si peneror. Meski Ray tidak begitu yakin, dia tetap akan menemui orang itu. Ia ingin semua cepat berakhir. Dia tak ingin peneror itu melakukan hal yang membahayakan anak dan istrinya.

"Ndra, Nic." Ray memanggil kedua sahabatnya yang sedang duduk di kursi taman kampus.

"Kita pergi sekarang?" Tanya Indra.

"Iya, gue pengin semua cepat selesai."

"Lo beneran yakin mau temui mereka? Gimana kalau mereka itu banyak Ray?" Tanya Nicholas dengan nada ragu.

"Gue yakin dan gue gak peduli jumlah mereka karena disini gue gak mau ada adegan berkelahi. Gue bakal bicara baik-baik sama mereka. Ayo pergi sekarang."

Ray, Indra, dan Nicholas pun meninggalkan kampus. Mereka akan menuju tempat yang dikirimkan oleh si peneror itu. Ray terus berusaha mengendalikan emosinya. Dia tak mau emosi membuat semua menjadi semakin runyam.

Setelah melakukan perjalanan yang tak lama, mereka sampai di lokasi. Meninggalkan mobil, mereka bertiga masuk ke dalam gang. Ray menyapu sekitar. Dia tak melihat tanda-tanda orang disana.

"Lo yakin mereka minta disini?" Tanya Nicholas yang melihat tak ada siapapun selain mereka.

"Gue yakin kok. Pesannya masih ada."

"Tap-,"

"Gue kira lo gak berani dateng." Seseorang memotong ucapan Nicholas. Ray, Indra, dan Nicholas membalikkan badan untuk menghadap sumber suara.

"Ngapain lo disini?" Indra bertanya dengan memasang wajah garang ketika melihat orang yang paling depan. Bukannya jawaban, yang Indra terima adalah sebuah senyum mengerikan orang itu.

"Lo bisu?" Tanya Indra. Ekspresi orang itu berubah menjadi datar. Aura yang keluar pun berubah mengerikan. Tatapan orang itu seakan tatapan srigala yang melihat mangsanya.

"Gue disini mau memberantas bajingan kayak sahabat lo!" Orang itu berseru keras sambil menunjuk Indra dengan mata pada Ray.

"Jadi, selama ini lo yang neror gue?" Tanya Ray dengan santai. Dia belum mengeluarkan emosinya. Dia tak mau langsung ada perkelahian.

"Kalau iya kenapa?"

"Gue gak nyangka aja. Ternyata lo belum ikhlas gue milikin Sinta. Sampai lo berbuat hal kayak gitu."

"Jelas gue belum ikhlas. Orang yang gue cintai malah dirusak bajingan kayak lo. Bajingan yang suka tebar benih sembarangan!"

Ray masih berusaha mengontrol emosinya. Dia harus berdamai. Dia tak mau berkelahi lagi. Dia tak mau cari penyakit ketika istrinya tengah hamil besar.

"Lo harus tahu Tang. Semua yang terjadi ini adalah takdir dari Tuhan. Lo harus ikhlas."

"Lo bilang apa Ray? Gue harus ikhlas? Gak akan pernah!"

"Terus mau lo apa?" Nada bicara Ray sedikit meninggi.

"Mau gue apa? Gue mau lo pisah sama Sinta!"

"Otak lo udah gak waras! Mikir dong Tang! Sinta lagi hamil lagi. Masa iya lo suruh mereka pisah? Nanti kembar gimana?" Giliran Nicholas yang berseru.

"Lagian Sinta juga udah cinta banget sama Ray. Lo tahu kan perjuangan Sinta singkirin Cia? Lo yakin bisa pisahin Ray dari Sinta?" Ucapan Indra membuat orang itu terdiam. Perkataan itu seolah sangat menampar.

Married By AccidentWhere stories live. Discover now