[25] Mencoba Dihancurkan

77.4K 3.5K 115
                                    

Give me your vote and comment.

*****&*****

Sinta menggerakkan ayunan kembar sembari melamun. Ucapan Patricia minggu lalu terus menghantui pikirannya. Melihat wajah kembar yang begitu lugu, membuat Sinta merasa sakit. Meski ia terlahir sama seperti kembar, tidak ada satupun orang yang berani mengatainya. Bahkan, dulu Safitri begitu dihormati banyak orang karena baik dengan orang lain. Begitupun dengan neneknya.

"Sayang." Ray memeluk Sinta yang sedang duduk.

"Udah pulang? Gak ke toko?" Sinta bertanya kaget.

"Gak lah, toko hari ini aku tutup. Aku mau ajak kamu ke rumah Mama. Kata Mama ada acara di rumah."

"Oh, jam berapa?"

"Sebentar lagi. Kamu siap-siap aja ya?" Sinta menganggukkan kepala. Dia pun bergegas ke kamar mandi. Dia berniat membersihkan diri sebelum pergi ke rumah mertuanya. Beberapa menit kemudian, Ray dan Sinta sudah rapi. Begitupun dengan kembar. Keduanya juga rapi.

"Kita main ke rumah Omah sama Opah." Ray mendorong stroller keluar rumah. Sinta tersenyum melihat Ray yang begitu semangat mendorong stroller kembar.

***

"Ihhh, kembarnya Omah udah ganteng sama cantik aja." Yanti langsung mencium pipi kembar bergantian saat Sinta dan Ray sampai. Tak lama, ada suara mobil. Yanti terlihat semangat mendengar suara mobil tersebut.

"Kamu bawa kembar ke kamar Ray dulu ya? Terus, bantuin Mama di dapur," ucap Yanti.

"Iya Ma." Sinta mengangguk sembari tersenyum. Entah mengapa, hatinya merasa resah. Perasaannya juga tidak enak. Sinta buru-buru turun dari lantai dua dan menuju dapur. Tak ada Yanti disana. Padahal, tadi mertuanya itu menyuruh untuk membantu di dapur.

"Ck, mungkin aku datangnya terlambat. Tadi harus ngurusin kembar dulu sih," ucap Sinta. Tiba-tiba Sinta penasaran dengan tamu yang datang. Dia pun berjalan mendekati ruang tamu. Samar-samar dia mendengar suara perempuan yang cukup Sinta kenali.

"Tante, aku maunya sama Ray. Kita kan udah dekat dari dulu."

"Iya Jeng Yanti. Masa Cia harus sama Andri?"

"Maaf, Jeng Ana. Ray sudah beristri. Mana mungkin saya membiarkan Ray menikahi Cia."

"Saya rela kok jadi yang kedua." Cia bersuara dengan manja. Sinta yang mendengar itu dari balik tembok ruang tamu hanya mengepalkan tangan. Dia tidak menyangka jika Patricia sengotot itu untuk bersama Ray.

"Kamu ngomong apa sih Ci? Aku gak bakal berpoligami." Ray menaikan nada bicaranya.

"Apa salahnya Ray? Banyak kok para ahli agama berpoligami. Kenapa kamu gak mau?" Ana, Ibu Patricia membela anaknya. Sinta semakin berang. Dia tak suka obrolan itu.

"Aku gak bakal lakuin itu." Ray masih teguh pada pendiriannya.

"Pak Gunawan, Bapak tidak lupa kan Andri bekerja dimana? Begitupun dengan Kevin. Semua ada dibawah naunganku. Lagipula, untuk apa mempertahankan istri Ray? Anakku jauh lebih baik dari istri Ray yang maaf, kotor itu."

Sinta mematung dan cukup terkejut. Di sana, orang asing tengah berusaha mengambil Ray darinya dan menghinanya. Sinta tak terima. Dia maju hendak menemui mereka. Tapi, ada sesuatu di hatinya yang membuat Sinta tak yakin untuk muncul. Pikirannya juga dipenuhi tanya. Apa mungkin Sinta akan dibela oleh Ray beserta keluarganya? Apa mungkin jika Sinta mampu melawan mereka?

Sinta akhirnya memutuskan pergi dari tempatnya berdiri. Dia tak mau lagi mendengar obrolan orang-orang itu. Hatinya terasa sakit mendengar hinaan dari Ayah Patricia. Dia menaiki tangga. Dia memindahkan kembar ke stroller. Lebih baik dia pergi. Dia merasa kecewa. Orang tua Ray sama sekali tak mengeluarkan bantahan apapun. Dia pergi dari rumah Ray secara diam diam. Dia merasa sudah tak pantas ada disitu lagi. Diamnya orang tua Ray seakan menjadi tanda jika mereka tak begitu memihak Sinta.

Married By AccidentWhere stories live. Discover now