[37] Daya Tarik Ray

67.8K 2.9K 51
                                    

Give me your vote and comment.

*****&*****

Suara tangis Diva membangunkan Sinta dari tidur yang cukup melelahkan. Layaknya remaja yang baru putus cinta dengan kekasihnya lalu menangis semalaman, penampilan Sinta cukup mengerikan. Bekas make up berantakan, mata merah sembab, kantung mata hitam, dan jangan lupakan rambut yang acak acakan.

Sinta langsung menggendong Diva dan memberikan anaknya ASI. Dia melirik jam. Tertera pukul setengah lima pagi. Lima belas menit Diva meminum ASI, anak itu tertidur lagi. Sinta langsung menidurkannya di samping Dava yang masih terlelap. Melihat kedua anaknya tidur, Sinta memanfaatkan waktu untuk mandi. Dia sudah merasa risih.

Tak butuh waktu lama, Sinta selesai dengan acara mandinya. Dia buru buru keluar karena ingin segera berpakaian. Hingga tak sengaja, Sinta menginjak bekas sabun yang ada di lantai kamar mandi.

"Astaghfirullah." Sinta memegang gagang pintu. Jantungnya berdegup sangat kencang. Hampir saja ia terjatuh karena tidak berhati-hati.

"Syukurlah." Sinta memegang perutnya. Hampir saja dia membahayakan anaknya sendiri. Sinta dengan pelan-pelan berjalan menuju lemari pakaian. Dia cepat cepat memakai bajunya karena akan melaksanakan sholat subuh. Dia butuh menenangkan pikiran.

Jam dinding sudah menunjukkan pukul lima lebih. Sinta duduk di tepi ranjangnya setelah sholat. Matanya menelisik isi kamar. Sinta tersenyum melihat kamarnya masih sama. Banyak sekali kertas berisi quotes karangannya sendiri. Tertempel juga kertas kertas berisikan nama teman satu kelasnya dari TK sampai SMP. Tak lupa dengan foto yang tergantung indah di dinding hias dekat perpustakaan kecil kamarnya.

Sinta meraih foto dirinya bersama para sahabat. Sinta tersenyum melihat wajah konyol semua orang yang ada di foto. Apalagi dengan Rangga yang terlihat begitu lebay padahal sangat menyeramkan jika marah. Dia masih ingat betul, dulu ia pernah berkelahi dengan Rangga saat SMP hanya karena masalah praktek.

Sinta lalu menaruh foto itu. Dia membuka laci nakas. Disana masih ada buku coretan yang di dalamnya juga tertempel banyak foto. Sinta mengambilnya lalu dibuka. Sinta tersenyum melihat foto yang pertama kali muncul adalah foto idolanya, One Direction. Di bawah foto tersebut tertera banyak coretan ciptaannya dan juga Resya.

Sinta jadi menerawang jauh ke masa lalu. Dimana dia sering bertengkar dengan Resya hanya karena masalah idola. Mereka dulu seringkali memiliki idola yang sama. Sehingga apapun hal sepele tentang idola mereka pasti langsung diributkan. Dia kembali terlempar ke masa kini. Air matanya menetes. Dia benci harus jadi lemah. Tapi, mau bagaimana lagi? Sinta sudah lelah bersandiwara baik baik saja. Kini sudah saatnya Sinta menunjukkan diri bahwa dia terluka.

Sinta menjadi ingat pertengkaran yang terjadi antara Safitri dan Julian. Dimana Sinta akhirnya kehilangan calon adik keduanya lantaran Safitri keguguran setelah bertengkar hebat dengan Julian. Pertengkaran itu juga membawa dampak buruk lain, yaitu perceraian keduanya. Sinta masih ingat jelas apa penyebab pertengkaran itu. Penyebabnya ialah Julian yang tertangkap basah berlibur bersama dengan janda beranak satu.

"Aku gak mau nasib Mama terulang sama aku lagi. Cukup hamil di luar nikah, jangan perceraian karena orang ketiga. Aku belum siap untuk merawat kembar sendirian." Sinta menangis lagi. Dia sebenarnya mulai lelah dengan takdir yang seakan tak mau baik. Begitu banyak cobaan yang harus Sinta hadapi.

"Kak Sinta, kakak udah bangun belum?" Tanya Panji setelah mengetuk pintu. Sinta menghentikan tangisnya mendengar suara Panji dari luar kamarnya. Sinta meletakkan buku yang tadi ia lihat. Sinta menuju pintu kamar lantas membukanya.

"Ada apa, Nji?" Tanya Sinta. Panji tak menjawab langsung pertanyaan Sinta. Panji merasa prihatin melihat keadaan kakaknya. Jika saja Panji bisa membantu, Panji pasti sudah membuat kakaknya merasa lebih baik.

Married By AccidentNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ