[23] Wanita Itu

76.3K 3.1K 21
                                    

Give me your vote and comment.

*****&*****

Sinta mendorong stroller memasuki rumah. Bi Ina ternyata belum datang karena rumah memang dalam keadaan terkunci. Sinta pun langsung menidurkan kembar dalam box bayi. Dia memandang kedua anaknya dengan lekat. Dia tak mau nasib kedua anaknya nanti sama sepertinya. Lamunan Sinta mendadak buyar ketika pintu rumah diketuk. Dia meninggalkan kembar dan menuju pintu utama. Setelah terbuka, muncullah Ray bersama dengan orang tuanya. Disusul dengan Andri, Luna, dan Kevin.

"Ayo masuk, Ma, Pa, yang lain juga." Sinta mempersilahkan semuanya masuk. Sinta hanya melirik Ray sekilas sebelum masuk ke dapur.

"Katanya kembar sakit? Kok gak ngabarin Mama?" Yanti bertanya pada Sinta yang baru kembali dari dapur. Suara salam Bi Ina muncul. Sinta langsung menyuruh Bi Ina untuk mengawasi kembar.

"Maaf, Ma. Sinta terlalu panik makanya lupa ngabarin Mama."

"Tapi, kembar gak papa kan?"

"Gak papa kok, Ma. Kembar cuma demam biasa. Makanya sudah diperbolehkan pulang."

"Syukurlah. Mama pengin lihat kembar, Ta."

"Papa juga pengin lihat, Ta," ucap Gunawan. Sinta mengangguk lalu menuju kamar. Disusul dengan Ray. Sinta diam saja. Dia tak melirik maupun bertanya dengan Ray.

"Ta." Ray memegang tangan Sinta yang hendak menggendong Diva. Sinta hanya menatap sekilas lalu melepaskan tangan Ray pelan.

"Kita omongin nanti aja kalau keluarga kamu udah pulang." Sinta lantas menggendong Diva. Selepas itu dia keluar dan menuju ruang tamu lagi.

"Aduh aduh, cucu Oma." Yanti langsung mengambil alih Diva.

"Ma, Sinta izin mandi dulu ya?"

"Iya, sayang. Kembar kan udah sama Mama Papa."

Sinta meninggalkan ruang tamu. Dia masuk ke kamar dan mengambil handuk. Kakinya pun melangkah ke kamar mandi. Saat badannya terguyur air, melintas sekelebat bayangan dimana Sinta habis menerima kenyataan kesuciannya hilang. Sinta hampir menangis lagi. Untunglah, ia mampu menahan air matanya.

"Gak, lo gak boleh nangis lagi. Udah terlalu banyak air mata yang lo keluarin Ta."

Sinta berdandan rapi setelah mandi. Dia duduk di tepi ranjang sejenak dan menunduk. Kejadian kemarin, membuatnya menjadi sedikit malas bertemu dengan Ray juga keluarganya. Tapi, dia harus bersikap baik dan hormat. Mau tak mau, Sinta meninggalkan kamar dan menuju ruang tamu. Baru saja sampai, Sinta menautkan alis. Dia menangkap sosok asing yang duduk di sofa ruang tamunya. Dia menerka-nerka siapakah sosok cantik itu. Selama ini, ia tak pernah melihatnya.

"Sini duduk, Ta." Yanti menyuruh Sinta duduk di sampingnya. Sinta tersenyum dan menuruti ucapan Yanti. Dia pun berhadapan dengan sosok tadi.

"Itu temen lama Ray, sayang. Namanya Patricia, biasa dipanggil Cia. Untuk Cia, ini yang namanya Sinta. Istri Ray dan Ibu anak Ray." Yanti secara tidak langsung menyuruh Sinta dan Patricia berkenalan.

"Patricia."

"Sinta." Mereka berjabat tangan sebentar. Sinta meneliti penampilan wanita dihadapannya. Begitu cantik dengan wajah kebulean. Jujur, Sinta merasa minder.

"Lebih tepatnya sih mantan, bukan teman." Ucapan Andri sukses membuat Sinta tercengang.

"Andri!" Yanti menggeram pada Andri.

''Jadi, wanita ini yang mengirim pesan itu?" Sinta membatin. Dia merasa minder juga sedikit sebal. Sebal karena keluarga Ray begitu mudah menerima kedatangan Patricia tanpa memikirkan perasaan Sinta.

Married By AccidentWhere stories live. Discover now